Tulisan ini disusun
mendiskusikan konsep Liberalisme dan Demokrasi. Dalam tulisan ini saya akan
mendiskusikan konsep liberalisme, sejarah dan perkembangan demokrasi serta
hubungan demokrasi dengan kapitalisme. Saya juga akan memaparkan bagaimana
pengaruh demokrasi dalam kehidupan bernegara serta dampaknya terhadap negara
serta warga negara.
A. Liberalisme
Secara bahasanya,
liberalisme berasal dari kata liberty yang berarti kebebasan. Secara istilah,
Liberalisme didefenisikan pada suatu paham, ideologi, atau pandangan yang
mengutamakan kebebasan individu dalam menjalani aspek-aspek kehidupan seperti
ekonomi, sosial, budaya, agama, dll. Kebebasan Individu dengan jelas merupakan
nilai utama dalam liberalisme. Namun kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan
yang sebebas-bebasnya. Liberalisme dibarengi dengan tanggung jawab. Liberalisme
berarti menghargai akan adanya perbedaan sehingga kebebasan yang diterapkan
tidak mengganggu wilayah kehidupan orang lain.
Esensi dari liberalisme
adalah pemberian hak-hak yang sama bagi setiap warganya dalam berperilaku dan
berpikir tanpa terkecuali dan tidak memandang latar belakang sejarah ataupun
sosial.
Paham liberalisme
muncul pada abad ke-16an yang menentang dominasi Gereja Katolik Roma terhadap
negara. Pemerintah monarki yang bersifat otoriter menggunakan agama sebagai penguat
kerajaan. Sehingga pihak yang tidak sejalan dengan negara dianggap bersalah
atas nama agama dan dihukum. Fenomena ini pada saat masa itu menjadi sejarah
awal terbentuknya paham liberalisme. Dari segi sejarah perkembangannya,
liberalisme terdiri dari klasik dan modern.
· Liberalisme Klasik
Pada abad 18
perkembangan awal liberalisme berlangsung pada masa revolusi Prancis dan masa
pencerahan dimana masyarakat pada saat itu khususnya kaum borjuis (menengah)
tidak menghendaki dominasi kekakuan monarki Prancis pada saat itu. Kaum borjuis
adalah kaum pengusaha kelas menengah seperti pemilik toko, pedagang, bankir,
serta para profesional seperti dokter, ahli teknik, jurnalis, dll.
Kaum borjuis pada abad
ke-18 menginginkan pengakhiran terhadap penguasaan ekonomi (merkantilisme)
terhadap perdagangan, penanaman modal, dll. Mereka tidak menginginkan adanya
kuasa Gereja Katolik atas pengembangan usaha yang mereka lakukan. Pada saat itu
Gereja Katolik berperan sebagai pemilik harta kekayaan dan lembaga ekonomi.[1]
Dominasi gereja dan sitem monarki inilah yang ditentang oleh para pencetus
paham liberalisme pada saat itu.
Dalam sudut pandang
pemerintahan, liberalisme klasik memandang bahwa kekuasaan politik berada di
tangan orang yang mempunyai hak miliki sendiri dan tenaga yang profesional
dibidangnya bukan para kaum yang berasal dari kerajaan yang lebih didasarkan
pada sistem garis keturunan.
Fungsi pemerintah
berdasarkan liberalisme klasik adalah sebagai penjamin hak setiap individu
dalam melaksanankan usahanya untuk memperoleh kekuasaan serta sebagai
pengontrol jalannya pemerintahan dalam negara.
Liberalisme klasik
melahirkan suatu gagasan baru tentang masyarakat industri. Negara liberal
mengalami perkembangan di bidang industri yang salah satu produknya ialah pertambahan
jumlah rel kereta api di negara-negara barat.
Adam Smith tahun 1776
mengemukakan bahwa kemakmuran bangsa merupakan hasil dari pekerjaan
masing-masing individu dalam meningkatkan keuntungan ekonomisnya. Pertanyaan
Adam Smith ini lebih diidentikkan pada keadaan ekonomi suatu negara yang
menggunakan paham liberal.
Pada intinya,
liberalisme klasik memandang bahwa manusia memiliki hak-hak individu serta
kesempatan yang sama dalam mengembangkan tingkat ekonominya tanpa campur tangan
pemerintah. Liberalisme klasik memandang bahwa pemerintah adalah sebagai
penjaga malam yang menjaga usaha-usaha warganya dalam meningkatkan ekonomi.
Tingkat ekonomi warga yang tinggi melahirkan tingkat ekonomi negara yang tinggi
pula sehingga kemakmuran negara dapat terwujud.
· Liberalisme Modern (Neoliberalisme)
Liberalisme modern
merupakan perkembangan lanjutan dari liberalisme klasik yang memandang bahwa
laissez faire yang sejalan dengan kapitalisme dapat mengakibatkan eksploitasi
orang banyak oleh sekelompok orang.
Neoliberalisme muncul
ditengah-tengah abad ke-19 dimana pemerintah Eropa dan Amerika Serikat pada
saat itu menilai bahwa negara mempunyai tanggung jawab tidak hanya sebagai
penjamin ketertiban internal dan keamanan eksternal atau hanya sebagai penjaga
malam saja, muncul kesadaran bahwa kapitalisme berdampak besar pada kaum-kaum
yang berada “dibawah”. Adanya anggapan kapitalisme mengakibatkan eksploitasi
kaum “atas” terhadap kaum “bawah” sehingga membuat jarak yang semakin lebar
antara kaum tersebut. Fenomena-fenomena ini menjadikan pemerintah turut
berperan dalam mengurus jalannya perekonomian negara agar tidak terjadinya
ketimpangan dalam proses perekonomian negara.
Salah satu produk
liberalisme modern ialah adanya subsidi yang diberikan negara kepada rakyat
miskin berupa subsidi kesehatan, pendidikan, perumahan, dan perawatan pribadi.
Pikiran yang muncul pada saat itu adalah pemrintah mencoba mencegah adanya kaum
yang berada dibawah standar sehingga kemakmuran dapat tercapai.
Amerika Serikat yang
menganut paham ini melahirkan istilah welfare state sebagai program dalam meningkatkan kondisi
negara dari segala aspek. Negara memberikan kesempatan yang sama bagi setiap
rakyatnya dalam mengembangkan perekenomian dan negara bereperan dalam
mengontrol perekonomian tersebut sehingga perkembangan ekonomi dapat dirasakan
oleh semua kalangan masyarakat.
Pada intinya
liberalisme modern adalah bentuk dari koreksi terhdap ideologi liberalisme
klasik. Dampak buruk dari liberalisme klasik kemudian ditanggulangi lewat lahirnya
paham neoliberalisme. Baik klasik ataupun modern, liberalisme tetap
berorientasikan kepada kebebasan dalam berpikir dan berperilaku. Perbedaan
hanya terletak pada peranan pemerintah pada masa-masa perkembangan ideologi
tersebut.
B. Demokrasi
Pembahasan mengenai
demokrasi adalah pembahasan yang sangat panjang dan menarik untuk
diperbincangakan. Sampai saat ini, istilah demokrasi terus mengalami
perkembangan dan juga perdebatan didalamnya. Sistem pemerintahan demokrasi
merupakan sistem pemrintahan yang banyak dipakai oleh negara-negara saat ini
khususnya setelah perang dunia kedua saat jatuhnya sistem pemerintahan otoriter
dan totaliter seperti di Jerman pada masa Hitler berkuasa. Saya akan
mendiskusikan konsep demokrasi secara singkat mengenai defenisi, serta hubungan
demokrasi dengan paham liberalisme dan sistem ekonomi kapitalisme.
Secara bahasanya,
demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno, kata demos (rakyat) dan kratos
(pemerintahan) yang berarti kekuasaan yang berada ditangan rakyat. Dari segi
bahasanya demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang dipegang oleh rakyat
sehingga adanya kedaulatan rakyat yang tercipta. Demokrasi adalah sistem yang
menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan
berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam
suasana terjaminnya kebebasan politik.[2] Pernyataan ini sejalan dengan
pernyataan Abraham Lincoln yang menyatakan bahwa demokrasi ialah pemerintahan
yang berasal dari rakyat, dijalankan oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi
merupakan sistem pemrintahan yang berasal dari Barat.
Demokrasi berhubungan
dengan lahirnya “Magna Charta” pada tahun 1215 yang berisikan tentang perjanjian
antara pihak bangsawan dan Raja John Lackland di Inggris bahwa, adanya
pengakuan dan jaminan terhadap hak bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan
dana bagi keperluan perang dan aspek lainnya. Lahirnya Magna Charta memunculkan
pembatasan terhadap kekuasaan raja dan pengutamaan hak asasi manusia. Magna
Charta merupakan salah satu cikal bakal lahirnya istilah HAM yang merupakan
salah satu konsep dasar dalam perkembangan lahirnya isitlah Demokrasi.
Robert A. Dahl dalam
bukunya “Perihal Demokrasi : Menjelajahi Teori dan Praktek Demokrasi secara
singkat” mengemukakan bahwa Demokrasi memberikan kesempatan untuk terciptanya
partisipasi yang efektif, persamaan dalam memberikan suara, mendapatkan
pemahaman yang jernih, melaksanakan pengawasan akhir terhadap agenda, dan
pencakupan orang dewasa.
v Model – Model Demokrasi
Berdasarkan bentuknya,
demokrasi terbagi atas tiga model yaitu sebagai berikut:
1. Demokrasi Langsung. Merupakan sistem
dimana warga terlibat secara langsung dalam membicarakan persoalan-persoalan
negara. Sistem ini digunakan pada masa Yunani kuno di Athena. Untuk saat ini,
sistem ini dinilai tidak bisa digunakan lagi melihat jumlah masyarakat yang
sangat banyak dan terus bertambah.
2. Demokrasi Liberal atau Perwakilan.
Merupakan demokrasi yang melindungi hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah
sehingga pemerintah tidak bisa sewenang-wenang dengan warga negara.
3. Demokrasi yang Didasarkan pada Satu
Partai. Sistem ini didasarkan pada satu partai tunggal yang mengelola negara.
Berkembang di Uni Soviet serta masyarakat Eropa Timur.
C. Hubungan antara Demokrasi dan Kapitalisme
Istilah Demokrasi dan
Kapitalisme adalah dua istilah yang berebeda. Demokrasi merupakan istilah dalam
sistem politik sedangkan Kapitalisme adalah istilah yang ditujukan pada sistem
ekonomi. Baik demokrasi maupun kapitalisme sama-sama lahir dari satu paham yang
sama, Liberalisme.
Liberalisme
berorientasikan pada kebebasan dalam berperilaku dan berpikir. Sehingga
terwujudnya kebebasan dalam segala aspek-aspek kehidupan seperti agama, sosial,
budaya dan ekonomi.
Demokrasi
berorientasikan pada pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Kebebasan dalam berpendapat serta penegakkan HAM sangat diperhatikan. Hal ini
sangat identik dengan paham liberalisme yang menghendaki jaminan hak-hak
individu masyarakat tanpa adanya dominasi dari pihak penguasa.
Dari segi ekonomi,
kapitalisme merupakan produk dari liberalisme pada awalnya. Munculnya
kapitalisme disebabkan oleh paham liberalis yang mengedepankan seluruh hak
individu dalam meningkatkan perekonomian. Kebebasan dalam berusaha dan bermodal
menjadi cikal bakal lahirnya paham kapitalisme.
Pada intinya, paham
liberalisme yang melahirkan sistem pemerintahan demokrasi akan diiringi dengan
lahir dan berkembangnya sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme berperan dalam
menentukan perkembangan perekonomian negara sehingga negara dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat berdasarkan pada tingkatan perekonomian negara.
Kapitalisme tentu
mempunyai masalah tersendiri yang dimunculkan. Setiap paham mempunyai
konsekuensi masing-masing. Kaum Marxis menganggap bahwa dalam sistem demokrasi
para kaum borjuis akan memperlebar jarak antara si “kaya” dan si “miskin”
akibat sistem kapitalisme yang hanya terfokus pada pemegang modal atau
kapitalis.
Peran pemerintah di
negara demokrasi berpaham ekonomi kapitalis adalah mengalokasikan segala
kegiatan khususnya ekonomi negara sehingga kesejahteraan dapat terwujud.
Pemerintah juga berperan dalam menjaga stabilitas ekonomi negara sehingga krisis
ekonomi tidak terjadi.
D. Pemikiran dan Kritik terhadap Demokrasi
Sistem pemerintahan
demokrasi merupakan sistem yang cukup banyak dipakai negara-negara saat ini.
Namun sistem demokrasi bukanlah merupakan sistem yang paling sempurna,
pemikiran-pemikiran terhadap demokrasi masih menjadi pembicaraan saat ini.
Salah satu pemikiran
terhadap lahir dikemukakan oleh Jack Lively dalam bukunya Democracy mengemukan
bahwa demokrasi berdasarkan pada suara mayoritas sehingga hal ini dapat
dimanfaatkan oleh penguasa politik dalam memperjuangkan kepentingannya dengan
mengatasnamakan rakyat. Fenomena ini menjelaskan bahwa tidak ada pemrintahan
yang murni mencerminkan serta merealisasikan kehendak setiap anggota dalam
masyarakat. Lively mengemukakan dalam pembuatan keputusan diperlukan: (1)
Kebulatan suara dimana individu berhak memveto untuk kepentingan umum dan
perdebatan dilakukan secara terbuka, (2) Mayoritas absolut, (3) Dalam keputusan
demokratis suara minoritas dapat menentukan kemenangan, (4) Gabungan minoritas,
dan (5) Mayortitas sederhana.
Kesetaraan politik
dapat tercapai dengan memperhatikan dua aspek penting dalam mengambil keputusan
yaitu, kesetaraan retrospektif yang diukur melalui apakah setiap orang
dilibatkan dalam keputusan dan yang kedua ialah kesetaraan prospektif dilihat
apakah setiap orang / kelompok dihambat dalam mengambil keputusan. Substansi
yang ditawarkan Jack Lively adalah kesetaraan politik dimana
persoalan-persoalan dalam negara demokrasi dapat teratasi melalui penerapan
kesetaraan politik.
Kritik terhadap
demokrasi salah satunya muncul dari paham marxisme, Lenin. Lenin menganggap
bahwa demokrasi adalah suatu bentuk kediktatoran kaum borjuis. Segala
aspek-aspek yang dikembangkan negara hanya terkonsentrasi pada para kaum
borjuis atau pemegang modal (kapitalis).
Geoff Mulgan
mengemukakan tiga hal pokok dalam kritiknya terhadap demokrasi. Pertama,
demokrasi dapat atau cenderung melahirkan oligarki dan teknokrasi. Hal yang
dirahukan adalah pemerintah dianggap tidak dapat secara penuh berpihak pada
rakyat karena posisi pemerintah adalah posisi yang dianggap posisi tepat dalam
meningkatkan pendapatan. Kedua, prinsip-prinsip demokrasi seperti keterbukaan,
kebebasan dan kompetisi telah diintervensi oleh kekuatan modal. Yang disebut
keterbukaan, hanya berarti keterbukaan untuk berusaha bagi pemilik modal besar,
kebebasan artinya kebebasan berinvestasi perusahaan multinasional, kompetisi
dimaknai sebagai persaingan pasar bebas yang penuh tipu daya. Ketiga, media
yang mereduksi partisipasi rakyat. Kelihaian media dalam mengolah opini publik
mengakibatkan moralitas politik menjadi abu-abu, juga cenderung dapat
menggantikan partisipasi rakyat. Ini berujung pada semakin menipisnya dan
terpinggirkannya ‘partisipasi langsung’ dan ‘kedaulatan langsung’ rakyat.
Negara adalah tempat
akses dan relasi ekonomi, politik, hukum berlangsung. Sistem demokrasi
berhadapan dengan masalah ekonomi. Negara dan sistem demokrasi juga berhubungan
dengan masalah bagaimana menciptakan kesejahteraan, bagaimana menjalankan dan
mengatur finansial sebuah negara. hal ini membuat demokrasi membutuhkan
kapitalisme, begitu juga sebaliknya. Dari sini, persekutuan demokrasi dan
kapitalisme mulai tercipta. Sehingga secara tersirat tampaknya kapitalismelah
yang berkuasa. Atas nama kemajuan serta perdagangan bebas, kapitalisme mulai
mengangkangi negara. Atas nama pertumbuhan ekonomi, muncullah makhluk lama
dengan baju yang baru: neoliberalisme. Sebuah makhluk yang menjalankan taktik
silent takeover. Istilah ini dikemukakan oleh Noreena Heertz, artinya ialah
sebuah penjajahan yang terselubung.
III
Demikianlah tulisan ini
secara singkat mendiskusikan Liberalisme dan Demokrasi serta perkembangan dan
dampaknya terhadap kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dari tulisan ini
dapat disimpulkan bahwa paham liberalisme melahirkan istilah demokrasi sebagai
istilah untuk sistem pemerintahan atau politik dan kapitalisme dari segi
istilah sistem ekonomi. Setiap sistem pemerintahan mempunyai konsekuensi
masing-masing sehingga pemerintah harus dapat mengatasi segala permasalahan
yang ditimbulkan karena tidak ada sistem pemerintahan yang sempurna. Sistem
pemerintahan adalah produk dari manusia yang mempunyai keterbatasan sehingga
sistem pemerintahan juga tidak menutup kemungkinan memiliki kekurangan sehingga
memerlukan koreksi dalam perkembangannya.
Reference
Buku
Budiarjo, Miriam.,
Dasar-Dasar Ilmu Politik : Edisi Revisi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008)
Chan, Sylvia.,
Liberalism, Democracy, and Development (Cambridge: Cambridge University Press,
2004)
Eccleshall, Robert.,
Political Ideologies An Introduction Third Edition (London: Routledge, 2003)
Lively, Jack.,
Democracy (Oxford: Basil Blackwell, 1975)
Mayo, Henry B., An
Introduction to Democratic Theory (New York: Oxford University Press, 1960)
Rodee, Carlton Clymer.,
Pengantar Ilmu Politik (Jakarta: Rajawali Press, 2009)
Tilly, Charles.,
Democracy (Cambridge: Cambridge University Press, 2007)
Internet
http://pembebasan.wordpress.com/2007/03/14/kritik-terhadap-demokrasi/
(diakses pada tanggal
14.12.2011 pukul 19:35 WIB)
http://catatankecil-indonesia.blogspot.com/2009/07/liberalisme-klasik-dan-kolonialisme.html
(diakses pada tanggal
14.12.2011 pukul 21:23 WIB)
[1] Carlton Clymer
Rodee., Pengantar Ilmu Politik (Jakarta: Rajawali Press, 2009) hal. 132.
[2] Henry B. Mayo., An
Introduction to Democratic Theory (New York: Oxford University Press, 1960)
hal. 70.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar