Rabu, 26 Oktober 2016

Perspektif Interaksi Simbolik dalam Cerita si Kabayan

Latar Belakang
Sebagai makhluk yang berinteraksi, kita sering menampakkan fenomena simbol dengan pelbagai pemaknaan. Fenomena simbol ini dapat kita tangkap dan maknai dari dalam diri kita sebagai refleksi atas fenomena interaksionisme simbolik. Pemaknaan berdasarkan pada sesuatu yang kita hadapi melalui proses yang disebut self-indication (Blumer), artinya proses komunikasi dari dalam diri kita yang dimulai dengan mengetahui sesuatu, menilai, memberi makna, hingga memutuskan untuk bertindak sesuai dengan makna tertentu. Jadi, kita sebagai manusia selalu berinteraksi. Setiap interaksi mutlak membutuhkan sarana tertentu. Sarana untuk menjadi medium simbolisasi dari apa yang kita maksudkan pada sebuah interaksi. 

Teori interaksi simbolik dipopulerkan juga oleh Max Weber, yang mendefinisikan tindakan sosial sebagai perilaku manusia ketika manusia memberikan makna subyektif pada perilakunya. Tindak komunikasi bermakna sosial manakala tindakan itu timbul dan berasal dari kesadaran subyektif yang bermakna intersubyektif. Teori interaksi simbolik dipengaruhi oleh struktur sosial yang membentuk atau menyebabkan perilaku tertentu yang membentuk simbolisasi dalam interaksi sosial. Teori interaksi simbolik menuntut setiap individu proaktif-reflektif-kreatif, menafsirkan dan menampilkan perilaku unik, rumit dan sulit diinterpretasikan. Teori interaksi simbolik menekankan pada: (1) manusia dalam masyarakat yang tidak pernah lepas dari interaksi sosial; (2) interaksi dalam masyarakat yang mewujud pada simbol-simbol tertentu yang cenderung dinamis.

Teori interaksi simbolik berhubungan dengan struktur-struktur sosial, bentuk-bentuk konkret dari perilaku individu atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan. Interaksionisme simbolik memfokuskan diri pada hakikat interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial. Paham interaksi simbolis ditujukan untuk mempelajari cara sekumpulan orang membentuk makna suatu objek. Interaksi simbolik (SI atau symbolic interactionism) merupakan sebuah cara berpikir mengenai pikiran, individu, dan masyarakat yang berperan cukup besar pada tradisi sosiokultural dalam teori komunikasi. Dengan landasan pada bidang sosiologi, interaksi simbolik menjelaskan bahwa selama individu berinteraksi dengan individu lain, ia tengah bertukar pemahaman mengenai tindakan dan situasi tertentu. Interaksi antar-individu melibatkan pertukaran simbol.

Pembahasan
George Herbert Mead dipandang sebagai tokoh utama interaksionisme. Ia dipandang sebagai orang pertama yang konsisten menjelaskan doktrin filsafat interaksionisme simbolis. Salah satu pencetus paham interaksi simbolik, yang mengemukakan makna atau pemahaman proses interaksi manusia baik secara verbal maupun nonverbal. Melalui tindakan dan tanggapan terbentuk makna tentang kata dan tindakan serta memahami peristiwa tertentu. 

Teori interaksi simbolik menyatakan interaksi sosial sebagai simbol. Kita berinteraksi dengan yang lain secara simbolik dan yang lain memberi makna atas simbol tersebut. Asumsi-asumsi teori bahwa (1) masyarakat terdiri atas manusia yang berinteraksi melalui tindakan bersama dan membentuk organisasi, (2) interaksi simbolik mencakup penafsiran tindakan dan interaksi nonsimbolik mencakup stimulus respons. Herbert Blumer mengutarakan interaksi simbolik berkaitan dengan pemaknaan, perbahasaan, dan pemikiran. Premis ini mengantarkan konsep diri seseorang yang bersosialisasi kepada masyarakat. Ia mengajukan premis bahwa manusia bertindak atau bersikap terhadap manusia yang lain dilandasi oleh pemaknaan yang dikenakan kepada pihak lain. Dalam cerita rakyat dari Jawa Barat dicontohkan bahwa tokoh si Kabayan memiliki makna yang berbeda-beda berpulang kepada siapa atau bagaimana seseorang memandang tokoh tersebut.

Ketika si Kabayan pergi ke kota besar, masyarakat perkotaan memaknai si Kabayan sebagai orang kampung. Kesannya, norak dan kampungan. Interaksi antara orang kota dan si Kabayan dilandasi pada pikiran dengan kesan seperti itu. Padahal, jika di perdesaan tempat dia tinggal, masyarakat memperlakukan si Kabayan dengan cara yang berbeda, dengan perlakuan lebih ramah. Interaksi ini dilandasi oleh pemikiran bahwa si Kabayan bukan sosok orang kampung yang norak, melainkan sosok manusia sebagaimana adanya-apa adanya. Si Kabayan orang Sunda, orang Sunda lain si Kabayan itulah pemaknaan yang didengungkan mengenai sosok si Kabayan dan kaitannya dengan orang Sunda. Para budayawan dan masyarakat Sunda berpendapat bahwa sosok si Kabayan merupakan sosok interaksi simbolik yang lugu-cerdas dan sosok yang penuh pemaknaan filosofis. Berikut ini contoh ceritanya.



Kabayan sedang menderita pilek dan batuk. Malam sebelumnya Kabayan terkena hujan ketika pulang dari rumah Pak RT.

Kabayan diantar oleh Nyi Iteung pergi ke Puskesmas.
Pulang dari Puskesmas, Kabayan merasa yakin bahwa sakitnya segera sembuh. Pak Mantri yang sangat baik memberinya dua macam obat yang harus diminum.

Sore hari ketika Kabayan harus minum obat, Nyi Iteung tidak tampak.
“Lagi ke rumah Abah kali ya,” gumam Kabayan.
Kabayan pun meminum obat yang didapatnya dari Puskesmas.

Tak lama kemudian, Nyi Iteung datang, dan dengan terheran-heran dia menyaksikan si Kabayan tengah meloncat-loncat.

“Kang Kabayan, udah sembuh? Baru minum obat kok sudah langsung olah raga?” tanya Nyi Iteung.

“Akang … bukan … sedang ... olah raga Nyi ...,” kata Kabayan sambil terengah-engah.
“Tapi tadi Akang lupa membaca label di botol obat batuk. Di situ ditulis, kocok dahulu sebelum diminum.”

Rupanya, si Kabayan meloncat-loncat supaya obatnya bisa dikocok di dalam perut.

Nyi Iteung menjadi bertambah bingung dengan penjelasan si Kabayan.

Pemaknaan apa yang nyata berasal dari apa yang diyakini sebagai kenyataan. Keyakinan pada kenyataan dapat dipercayai sebagai kenyataan. Dalam contoh memaknai si Kabayan sebagai orang kampung, maka dianggap kenyataannya si Kabayan sebagai orang yang kampungan.

Pada premis perbahasaan (cara berbicara, sopan santun) muncul pemaknaan dari interaksi sosial yang dipertukarkan. Makna bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau suatu objek secara alamiah, melainkan makna dalam perspektif interaksionisme simbolik berasal dari hasil proses negosiasi melalui penggunaan bahasa. Dalam hal ini, pentingnya penamaan dari proses pemaknaan.

Sementara itu, George Herbert Mead memaknai penamaan simbolik sebagai dasar masyarakat yang manusiawi. Ketika si Kabayan berbahasa kampungan, konsekuensinya ia dimaknai oleh pengguna bahasa yang kampungan. Pemaknaan muncul berdasarkan proses negosiasi bahasa tentang kata kampungan. Makna kata kampungan menjadi tidak berarti sebelum dia mengalami negosiasi di dalam masyarakat sosial, saat simbolisasi perbahasaan itu hidup. Makna kata kampungan tidak muncul secara sendiri, tidak muncul secara alamiah, tetapi pemaknaan dari suatu bahasa yang terkonstruksi secara sosial. Premis interaksi simbolik juga menggambarkan proses berpikir sebagai perbincangan dengan diri sendiri. Proses berpikir ini bersifat reflektif. Menurut George Herbert Mead sebelum manusia bisa berpikir, tentu memerlukan bahasa untuk dapat berkomunikasi secara simbolik. Bahasa diibaratkan sebagai perangkat lunak atau software yang dapat menggerakkan pikiran.

Cara kita berpikir banyak ditentukan oleh praktik kebahasaan. Bahasa bukan sekadar dilihat sebagai alat pertukaran pesan, melainkan interaksi simbolik yang melihat posisi bahasa sebagai seperangkat ide yang dipertukarkan kepada pihak lain secara simbolik. Artinya, kita berkomunikasi secara simbolik.

Perbedaan penggunaan bahasa juga menentukan perbedaan cara berpikir. Contoh pada cara pikir seseorang yang berbahasa Indonesia berbeda dengan cara pikir seseorang yang berbahasa Inggris, Jerman atau Arab. Begitu pula dengan si Kabayan yang berbahasa Sunda berbeda cara berpikir dengan Srimulatan yang berbahasa Jawa. Meskipun demikian, pemaknaan suatu bahasa banyak ditentukan oleh konteks atau konstruksi sosial yang seringkali interpretasi individu sangat berperan ketika memodifikasi simbol yang ditangkap dalam proses berpikir. Simbolisasi dalam proses interaksi tidak secara mentah-mentah diterima dari dunia sosial karena dicerna kembali dalam proses berpikir sesuai dengan preferensi diri.

Secara sosial manusia berbagi simbol berbahasa sama pada konteks si Kabayan bersama dengan kata kampungan. Namun, proses berpikirnya belum tentu sama-sama menafsirkan kata Kabayan dan kampungan dengan cara atau maksud yang sama dengan orang yang lain. Semuanya sedikit banyak dipengaruhi oleh interpretasi individu dalam penafsiran simbolisasi.

Pemaknaan merujuk pada bahasa. Proses berpikir merujuk pada bahasa. Bahasa menentukan proses pemaknaan dan proses berpikir. Jadi, saling terkait yang berinteraksi menjadi kajian utama dalam perspektif interaksi simbolik.

Dalam tataran konsep atau teori komunikasi, pada hakikatnya komunikasi sebagai suatu proses interaksi simbolik dari pelaku komunikasi. Terjadi pertukaran pesan dari simbolisasi-simbolisasi tertentu kepada pihak lain yang diajak berkomunikasi. Saluran komunikasi menggunakan simbol komunikasi. Pertukaran pesan ini tidak hanya dilihat pada transmisi pesan, tetapi juga dilihat pada pertukaran cara pikir sehingga mencapai proses pemaknaan. Komunikasi merupakan proses interaksi simbolik dalam bahasa tertentu dengan cara berpikir tertentu untuk pencapaian pemaknaan tertentu. Semua terkonstruksikan secara sosial.

Setelah konsep meaning, language dan thought saling terkait, selanjutnya dapat dipahami konsep George Herbert Mead tentang diri (self). Konsep diri sebenarnya dilihat pada diri sendiri sebagaimana orang lain melihat diri sebagaimana adanya. Kaum interaksionisme simbolik melihat gambaran mental ini dikonstruksikan secara sosial.

Dalam konsep interaksi simbolik dikatakan bahwa manusia cenderung menafsirkan diri sendiri lebih daripada bagaimana orang lain melihat atau menafsirkan diri sendiri. Manusia cenderung menunggu untuk melihat bagaimana orang lain memaknai diri, bagaimana ekspektasi orang terhadap diri sendiri. Oleh karena itu, konsep diri sendiri dibentuk sebagai upaya pemenuhan terhadap harapan atau tafsiran orang lain kepada diri sendiri.

Pemaknaan interaksi simbolik dilakukan melalui proses: (1) terjemahan dengan mengalihbahasakan dari penduduk asli dan memindahkan rekaman ke tulisan; (2) penafsiran dengan mencari latar belakang, konteks, agar terangkum konsep yang jelas; (3) ekstrapolasi yang lebih menekankan kemampuan daya pikir manusia untuk mengungkapperistiwa di balik yang tersaji; (4) pemaknaan yang menuntut kemam­puan integratif manusia, inderawi, daya pikir dan akal budi.

Dalam hal ini, si Kabayan bukan hanya jati diri Sunda, melainkan jati diri manusia itu sendiri. Kesundaan si Kabayan ada pada latar lokalitasnya. Bahwa dalam masyarakat Sunda cara hidup sehari-hari pergi ke sawah, ke huma, ke hutan, pasang perangkap hewan, kenduri, haji, salat, pohon tertentu, mandi di kali. Namun, dalam alam pikiran dan sikap spiritual benar-benar untuk semua manusia, hanya kadang terselip kosmologi Sunda lama. Sebagai cerita rakyat, si Kabayan menggambarkan manusia di tanah Sunda. Tema dan pesan tetap universal.
Simpulan
Teori interaksi simbolik adalah tindakan sosial sebagai perilaku manusia yang bermakna subyektif terhadap perilaku. Tindak komunikasi ini dipengaruhi oleh struktur sosial yang membentuk atau menyebabkan perilaku tertentu, kemudian membentuk simbolisasi dalam interaksi sosial. Dengan demikian, setiap individu dituntut proaktif-reflektif-kreatif, yang menafsirkan dan menampilkan perilaku unik, rumit dan yang sulit diinterpretasikan.

Interaksi simbolik pada hakikatnya merupakan sebuah perspektif yang bersifat sosial-psikologis yang relevan untuk penyelidikan sosiologis. Cara kerja teori ini berurusan dengan struktur-struktur sosial, bentuk-bentuk konkret dari perilaku individu atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan. Interaksi simbolik memfokuskan diri pada interaksi, pola-pola dinamis dari tindakan sosial dalam hubungan sosial

Inti dari teori interaksi simbolik dalam aplikasi kehidupan sehari-hari mengajarkan kita berempati (memahami perasaan dan pikiran orang lain, mengerti-memahami-memposisikan diri kita sesuai dengan apa yang orang lain rasakan). Dengan hubungan sosial seperti itu komunikasi dapat terjalin dengan baik dan banyak kebaikan yang muncul. Dunia pun damai, seperti yang diceritakan oleh si Kabayan. Sebagai cerita rakyat Sunda si Kabayan sejajar dengan Abu Nawas dan Koja Nasrudin. Orang sering menyejajarkan si Kabayan dengan tokoh pintar-bodoh dari suku-suku lain. Namun, tokoh-tokoh cerita rakyat suku-suku lain itu tidak sekaya si Kabayan. Cerita-cerita mereka kadang hanya diwakili satu cerita. 
Interaksi simbolik pada intinya sebuah kerangka referensi untuk memahami bagaimana komunikasi kita bersama dengan orang lain menciptakan dunia simbolik dan bagaimana dunia ini membentuk perilaku manusia. Dengan argumen ini kita dapat melihat ketergantungan antara individu dan masyarakat, antara cerita si Kabayan dan masyarakat Jawa Barat. Cerita kehidupan rakyat sehari-hari banyak bersifat lokal, yang juga sering diadaptasi dari luar, seperti cerita si Kabayan. Teori ini membentuk sebuah jembatan antara teori yang berfokus pada individu dan teori yang berfokus pada kekuatan sosial.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar