Rabu, 21 September 2016

STRATEGI MEMBANGUN SUPER TEAM

  • Majalah SCG
    Apa yang Anda bayangkan ketika melihat tim sepak bola kelas dunia dengan tim sepak bola tingkat RT? Mungkin Anda akan bilang, “Gak level.” Apalagi kalau kedua model tim sepak bola itu diadu, tentu akan menghasilkan nilai yang berbeda dan menyuguhkan tontonan yang tidak sedap dipandang mata, bahkan malah membikin geram hati.
    Kata Bobby Meidri, Founder Transformation Indonesia dan Imam Widjojo, Chairman IBMT University, dalam talkshow Inspirasi Solusi di radio Suara Surabaya (08/08), itulah gambaran sederhana sebuah tim biasa dan tim super. Di dunia bisnis, untuk mendukung kinerja perusahaan sangat dibutuhkan tim yang super. Dunia bisnis tidak bisa mengandalkan seseorang yang multi talenta sekalipun. Seseorang yang memiliki kemampuan mengerjakan banyak hal mungkin bisa hanya sesaat. Tapi untuk meraih kuantitas dan kualitas yang lebih besar dan cakupan lebih luas, dibutuhkan tim untuk mengimplementasikan strategi-strategi bisnis.
    Super team dibutuhkan karena orang-orang itu harus fokus mengerjakan tugasnya masing-masing dalam irama yang sama untuk meraih hasil lebih baik, layaknya sebuah orkestra. Maping potensi SDM menjadi sangat penting dilakukan untuk mengidentifikasi kemampuan unik masing-masing. Masing-masing orang memiliki talent berbeda-beda dan tingkat kompetensi yang berbeda-beda pula. Kemampuan melakukan assasment maping potensi ini menjadi kunci tersendiri bagi pemimpin untuk menghasilkan orkestra super team yang indah.
    Setelah pemetaan potensi dilakukan, akan diketahui tempat yang tepat untuk tiap orang akan mendukung pekerjaan yang mana dan cara yang mesti dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi tiap individu tersebut dalam tim. Dengan cara itu bisa meminimalisir nada-nada minor dalam tim. Kalau pun tetap muncul individu yang minor, penanganannya akan dengan mudah dilakukan. Dengan catatan, individu dalam tim itu mau diarahkan.
    Lalu apa yang terjadi bila dalam tim terdiri dari individu-individu yang hebat? Tentu kita membayangkan tim itu akan bisa melakukan capaian yang hebat dan mampun mengatasi segala permasalahan. Tapi benarkah demikian? Laiknya film Avenger yang terdiri dari para super hero, mereka harus gegeran dulu di awal karena masing-masing individu merasa mampu melakukan semua hal. Kalau saja adu kekuatan para Avenger itu tak terkendali, mereka akan keok sebelum menjadi tim.
    Tentu tim yang terdiri dari semua super hero hanya ada di film. Kebanyakan tim yang terbentuk dalam perusahaan kita, ada yang menonjol, ada yang rata-rata, dan ada pula yang perlu senantiasa diapit. Individu yang menonjol kerap egonya juga menonjol, minta diistimewakan, tidak mau diberitahu, dan seterusnya. Sementara mereka yang rata-rata atau lemah, sebenarnya bukanlah tanggung dan lemah. Jangan lupa, tiap individu memiliki potensi uniknya sendiri-sendiri. Baik yang menonjol, rata-rata maupun lemah, semua memiliki kelebihan istimewa yang diberikan Tuhan untuk memainkan peran tertentu di bumi. Jadi, kemampuan pemimpin harus mampu membangkitkan potensi kepintaran masing-masing orang dalam tim tersebut.
    Pembagian peran menjadi keniscayaan dalam tim. Tiap individu memiliki kemampuan lebih di bidang tertentu dan lemah dalam bidang lainnya, akan diisi oleh kemampuan individu lainnya dalam tim. Sehingga, tidak ada ruang kosong kelemahan yang akan menggagalkan laju usaha. Semakin solid, gerak langkah super team akan sangat dahsyat dalam menyukseskan bisnis.
    Perekat soliditas super team antara lain tujuan perusahaan yang jelas. Tujuan perusahaan akan mengaransir kemampuan-kemampuan individu macam apa yang dibutuhkan sebuah tim. Pembagian peran seperti apa yang mesti dilakukan oleh perusahaan. Dan pengerahan energi tim ke arah mana untuk menghasilkan capaian bisnis. Tujuan perusahaanlah yang mengarahkan super team bisa mencapai hasil yang diinginkan perusahaan.

    Perlu yang Pintar atau Terampil ?


    • Majalah SCG

      Ada statement menarik dari Dahlan Iskan tentang pentingnya karyawan pintar atau terampil bagi sebuah perusahaan. Katanya, perusahaan yang ingin maju, tidak perlu banyak dihuni orang pintar. Cukup 5% saja karyawan yang nilainya 9. Mereka memiliki kemampuan mendekati sempurna; punya ide yang selalu baru, segar, cerdas, dengan kemampuan manajemen dan marketing yang sangat baik.
      Perlu merekrut orang pintar atau yang terampil, tentu bergantung pada kebutuhan perusahaan Anda. Antara yang pintar dan terampil sama-sama dibutuhkan oleh perusahaan. Hanya mungkin porsi dan komposisinya berbeda.
      Mencari orang dengan kualifikasi nilai 9, kata  Novianingtyastutik, Direktur PT Karma Crown Surabaya, pada talkshow di SS (21/11), sebenarnya juga tidak banyak. Sebuah kerumitan tersendiri bila mencari standar kualifikasi seperti mereka dalam jumlah banyak. Sehingga klop bila perusahaan tidak perlu banyak dihuni orang pintar dengan ketersediaan jumlah mereka.
      Mereka itu dalam bahasa sumber daya dinamai talent, yakni orang dengan kinerja bagus dan potensinya juga bagus. Performancenya oke, attitude dan kompetensi dasarnya baik, sekaligus bisa merealisasikan kemampuannya dengan bagus pada pekerjaan.
      Kadang, tidak semua orang yang memiliki potensi bagus, bisa perform dengan baik di perusahaan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi. Ketika perusahaan bisa mendapatkan talent seperti itu, biasanya secara culture dia sudah fit dengan organisasi perusahaannya, sehingga potensi, budaya, lingkungan dan value-value yang dimiliki, makin memudahkan mereka untuk mengekspresikan kinerjanya dengan optimal.
      Dulu orang pintar dinilai memiliki IQ (intellectual quotient) yang bagus. Lantas IQ bagus akan lebih sempurna bila juga memiliki EQ (emotional quotient), CQ (creativity quotient) dan AQ (adversity quotient)yang bagus. Multi intelligence seperti itu menggambarkan seseorang yang pintar, cerdas, kreatif, dan memiliki daya juang yang baik.
      Tentu memiliki sumber daya yang pinter semacam itu sangat penting, hanya jumlahnya yang mungkin tidak perlu banyak. Menghimpun orang yang terlalu banyak ide juga akan mengganggu rencana kerja, karena akan mudah gonta-ganti planning. Begitu ada temuan baru, atau hasil riset yang baru, buru-buru merubah rencana dan begitu seterusnya. Lalu kapan akan segera realisasi untuk mewujudkan peluang yang sudah di depan mata?
      Justru yang banyak dibutuhkan adalah level di bawahnya, untuk menterjemahkan dan melaksanakan pada tataran praktis. Strategi yang handal, biasanya hanya bisa diwujudkan oleh tenaga-tenaga yang terampil. Mereka yang terampillah yang akan mengekseskusi strategi-strategi itu.

      MEMUPUK HARD SKILL DAN SOFT SKILL


      • Majalah SCG
        Hard skill dan soft skill adalah sebuah kompetensi. Karena sebuah kompetensi maka harus dikerjakan. Kompetensi asal muasalnya dari potensi. Potensi itu sesuatu yang sudah ada dalam diri setiap kita. Tapi belum terbentuk. Kapan potensi itu muncul dan berfungsi baik, kalau kita mengerjakan atau melakukannya. Dari situ akan menjadi kompetensi.
        Seorang ahli pendidikan, Cessie, pernah mengatakan kompetensi itu adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup 3 hal. Pertama, knowledge (pengetahuan). Kedua, skill (keterampilan, danketiga, attitude (perilaku). Untuk dapat melaksanakan pekerjaan, minimal tiga hal ini harus dimiliki. Pendapat ini juga senada dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara.
        Ke-3 hal itu, disebut sebagai bingkai kesuksesan. Setiap pribadi bisa mencapai puncak kesuksesannya kalau setiap kita bisa mengkombinasikan tiga hal itu. Kemudian kemampuan di bidang pendidikan dan keterampilan itu disebut hard skill. Sedangkan attitude disebut soft skill.
        Lalu bagaimana pengertian definitif itu dibawa ke dunia kerja? Di dunia kerja, nyatanya membutuhkan dua kemampuan itu. Dunia kerja mensyaratkan kita untuk memiliki pengetahuan-pengetahuan yang mungkin sebelumnya tidak dimiliki. Karena itu, setiap pribadi harus belajar dan belajar. Belajar itu punya 3 hal; yaitu proses, materi, dan ada target yang harus dikerjakan. Disamping itu harus terus berlatih untuk mengasah keterampilan.
        Selain faktor teknis seperti itu, dunia kerja juga membutuhkan faktor non teknis (soft skill). Pertanyaan terbesarnya; berapa perbandingan antara hard skill dan soft skill? Ini yang selalu diperdebatkan. Dan perbandingan yang fair, antara hard skill dan soft skill berbanding 50:50. Perinciannya bisa jadi, knowledge 25, skill 25, dan attitude 50.
        Soft skill sendiri terbagi menjadi dua; intrapersonal skill dan interpersonal skill. Intrapersonal skill itu keterampilan yang berhubungan dengan cara kita mengatur dan mengolah diri-sendiri. Contoh, orang-orang yang memiliki goal life, tujuan akhir, memiliki stress management dalam hidup, adaptive dengan berbagai persoalan, dan semacamnya.
        Sedangkan interpersonal skill, berkaitan dengan keterampilan mengelola orang lain. Bagaimana mengatur, menjadi leader, mengelola pekerjaan, dan menerapkan itu dalam organisasi di mana dia bekerja.
        Lalu bagaimana mencari dan menemukan orang-orang dengan soft skill yang bagus? Sebenarnya alat ukurnya sudah ditemukan. Kalau dulu alat ukur yang digunakan adalah IQ (intellectual quotient). Setelah itu ditemukan parameter EQ (emotional guotient) yang bisa dibuat untuk mengukur seberapa besar soft skill seseorang.
        Begitu juga kepribadian kini sudah bisa diukur. Sudah banyak tools yang dikembangkan, antara lainpersonality assesment. Sebenarnya tool personality assesment ini bukan semata mengukur. Tool ini untuk mencari dan menemukan siapakah sesungguhnya kita. Biasanya, dengan tool ini akan diperoleh gambaran kepribadian seseorang. Pertama, temperamen. Ini merupakan sifat dasar orang, hampir tidak pernah berubah (heredity, life experience, believing)Keduagraphic caracter. Karakter itu menunjukkan siapa diri kita, ketika kita sedang tertekan. Bisa jadi temperamen seseorang baikbaik saja dalam kondisi normal, tapi begitu berada pada kondisi tertekan, bisa berubah menjadi sangat temperamen.
        Mengenali karakter seperti ini, sungguh penting bagi sebuah perusahaan yang akan merekrut tenaga baru. Sehingga, kebutuhan mengenali dan meningkatkan, baik hard skill maupun soft skill, bukan semata untuk keperluan tiap individu, tapi amat penting juga bagi perusahaan. Hendak mendelegasikan sebuah tugas tertentu, harus dikenali lebih dulu karakter orang yang akan ditugasinya. Kirakira begini: jangan memberikan tanggung jawab kepada seseorang dengan kepribadian graphic caracter. Berbahaya untuk kelancaran sebuah proyek.

        Hard Skill, Soft Skill, dan Urusannya dengan Karier

        Banyak bertebaran informasi yang menyatakan “soft skill” lebih penting dibandingkan “hard skill”. Yakin?

        Hard Skill Soft Skill - pic source: aol.com
        Hard Skill Soft Skill – pic source: aol.com
        Bagi kita yang rajin membaca buku-buku motivasi, psikologi popular, atau kisah-kisah mengenai karakter pemimpin sukses, kita akan diajarkan mengenai atribut-atribut yang menjamin kesuksesan seseorang dalam karier dan masa depan.
        Misalnya sebuah artikel New York Times karya Joe Nocera (2007) menyatakan bahwa Jeff Immelt (CEO GE) adalah contoh pemimpin bisnis era modern. Immelt disebut memiliki atribut-atribut pendengar yang baik, pemain tim, kemampuan komunikasi interpersonal, dan kelihaian mencapai konsensus.
        Atribut-atribut tersebut adalah atribut khas “soft skill”. Sekarang pertanyaannya, jika soft skill memang benar-benar lebih penting dibandingkan dengan hard skill secara umum, mengapa tokoh-tokoh seperti Albert Einstein (fisikawan), Jack Welch (CEO GE sebelum Jeff Immelt), dan Steve Jobs (salah satu pendiri Apple Inc) mampu meraih kesuksesan dan menjadi legenda? Padahal mereka dikenal dengan karakter-karakter yang berseberangan dengan soft skill.
        Definisi dan Tiga Perbedaan Utama: Hard Skill vs. Soft Skill
        Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan di atas, kita perlu mengetahui terlebih dahulu definisi hard skill dan soft skill.
        Hard Skill umumnya berhubungan dengan pengetahuan profesional, alat, atau teknik yang memungkinkan kita bekerja dengan baik dalam profesi yang kita jalankan. Contoh hard skill antara lain penerapan hukum pajak, pengolahan data statistik, merancang bangunan, dan melaksanakan prosedur vaksinasi.
        Soft skill adalah kumpulan perilaku kita saat bersosialisasi, berinteraksi, berkomunikasi, dan melakukan manajemen pribadi. Inilah kemampuan-kemampuan yang memungkinkan kita bekerja secara efektif dan bisa membaur dalam lingkungan sosial. Contoh soft skill antara lain perilaku etis, menunjukkan integritas, memotivasi, dan unjuk sikap positif.
        Dari definisi ringkas tersebut, kita dapat menurunkan tiga perbedaan utama antara hard skill dan soft skill, yaitu:
        Pertama, agar kita memiliki hard skill yang baik, kita perlu memiliki IQ yang tinggi alias menjadi pintar. Contoh hard skill, melengkapi yang telah disebutkan sebelumnya adalah matematika, fisika, akuntansi, biologi, statistik, pemrograman, dst.
        Di sisi lain, agar kita memiliki soft skill yang baik, diperlukan EQ atau kecerdasan emosional yang baik pula. Contoh soft skill adalah kemampuan manajemen pribadi, percaya diri, mampu mengelola stres, dst.
        Keduahard skill adalah kemampuan dengan aturan-aturan yang tetap sama, terlepas dari karier yang kita pilih, perusahaan tempat kita bekerja, dan kondisi saat kita berinteraksi dengan orang lain. Contohnya, akuntansi adalah hard skill dan aturan pencatatan keuangan berlaku sama di mana pun.
        Sedangkan, soft skill adalah aturan-aturan yang berubah tergantung karier yang kita pilih, kultur perusahaan tempat kita bekerja, dan karakter orang-orang yang bekerja bersama kita. Contohnya kemampuan berkomunikasi dan aturan-aturan komunikasi efektif berubah tergantung pada audiens dan tempat kita berada. Jadi, kita mungkin mampu berkomunikasi dengan menggunakan jargon-jargon akuntansi kepada sesama akuntan tetapi akan mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan klien mengenai bentuk-bentuk dukungan yang dapat diberikan.
        Ketigahard skill dapat dipelajari di sekolah dan melalui buku. Umumnya, ada level minimal atau tingkat kompetensi yang menentukan seseorang sudah dipandang lulus dari suatu cabang ilmu. Selain tes kompetensi, ada juga jalur-jalur cepat yang memungkinkan kita mengakselerasi pengetahuan yang berhubungan dengan hard skill. Kita dapat mengambil kursus akuntansi dasar, lalu akuntansi lanjutan. Kemudian, kita bekerja untuk mendapatkan pengalaman dan mengambil ujian sertifikasi akuntan publik.
        Di sisi yang berlawanan, kita tidak akan menemukan jalan tol untuk menguasai soft skill. Mayoritas soft skill tidak diajarkan dengan baik di sekolah dan karenanya, harus kita pelajari langsung di lapangan dengan segala keberhasilan dan kegagalan.
        Kita dapat menemukan banyak buku dan petunjuk mengenai soft skill, namun buku-buku tersebut terbatas pada tulisan. Selama kita tidak mempraktikkan tips dan ilmu yang kita baca dan mencoba beradaptasi langsung, kita tidak akan pernah menguasai soft skill.
        Mana yang lebih penting? Hard skill atau soft skill?
        Setelah kita memahami definisi dan perbedaan antara hard skill serta soft skill, tentu kita dapat memahami lebih obyektif dan lebih mampu menjawab pertanyaan, “Manakah yang lebih penting? Hard skill atau soft skill?”
        Jawabannya sangat tergantung dengan karier yang kita pilih. Berikut ini penjelasannya.
        Karier dapat dikategorikan menjadi tiga jenis. Melalui penjelasan mengenai jenis karier, kita dapat memperkirakan bentuk pekerjaan yang kita lakukan.
        Satu, karier yang membutuhkan kemampuan hard skill melebihi soft skill, contohnya adalah fisikawan. Kini kita dapat memahami mengapa tokoh-tokoh sains terkemuka terkenal dengan kemampuan komunikasi yang rendah dan sulit berinteraksi dengan orang lain, namun tetap bisa sangat sukses dan menjadi legenda. Contohnya adalah Albert Einstein.
        Dua, karier yang membutuhkan kemampuan hard skill dan soft skill sama baiknya, contohnya notaris dan akuntan. Notaris dan akuntan harus mengetahui aturan-aturan dan pedoman yang berhubungan dengan profesi mereka. Di saat sama, kesuksesan karier mereka sangat tergantung dengan kemampuan komunikasi dan menjual kepada para klien yang sangat membutuhkan soft skill yang baik.
        Tiga, karier yang membutuhkan soft skill melebihi hard skill, contohnya tenaga penjualan dan layanan pelanggan. Seseorang yang bekerja di bagian pelayanan pelanggan tidak perlu mengetahui detil mengenai hal-hal teknis. Pengetahuan mengenai hal teknis cukup sedikit lebih baik dibandingkan dengan konsumennya.
        Jika konsumennya memiliki pengetahuan lebih baik, bagian pelayanan pelanggan mengakui kekurangannya dengan besar hati dan segera merujuk ke pihak yang lebih berkompeten. Contoh sikap tersebut adalah bagian dari kemampuan membaca dan memahami pelanggan, komunikasi persuasif, dan kemampuan membuat pelanggan merasa nyaman. Semua hal tersebut adalah soft skill.
        Catatan akhir
        Jika ada di antara kita yang masih bingung mengenai penting tidaknya soft skill dalam karier kita, coba refleksi diri dengan tiga pertanyaan berikut:
        1. Apakah kemampuan saya bekerja dan berkomunikasi menjadi komponen utama dalam penilaian performa kerja dan pengambilan keputusan promosi tingkatan?
        2. Apakah orang-orang yang ada dan selevel dengan posisi yang saya pegang, namun memiliki hubungan positif dan cenderung menjadi favorit perusahaan dipromosikan lebih cepat?
        3. Apakah kemampuan saya melakukan manajemen emosi dan amarah dalam pekerjaan berpengaruh terhadap penilaian performa kerja?
        Jika jawaban terhadap ketiga pertanyaan di atas adalah ya, maka soft skillmemiliki peran sangat penting dalam membangun karier Anda.
        Menilik kembali penyampaian di atas, menurut Service Excellence, secara umum soft skill lebih penting dibandingkan dengan hard skill dalam konteks membangun karier bisnis.
        Manusia adalah makhluk sosial. Dalam lingkungan kerja, kita rutin dibenturkan kenyataan berhadapan dengan orang-orang yang memiliki posisi lebih tinggi, namun terlihat tidak begitu pandai (hard skill terbatas). Orang-orang tersebut ternyata memiliki kemampuan soft skill yang sangat mumpuni, antara lain pemahaman politik kantor, kemampuan kepemimpinan, kemampuan manajemen, dan tentu saja, kemampuan memahami serta mengerti pelanggan.
        Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Service Excellence edisi Oktober 2015

        PEMBELAJARAN TERPADU HARD SKILLS DAN SOFT SKILLS


        BAB I
        PENDAHULUAN

        A.    Latar Belakang
        Pendidikan di Indonesia masih terfokus pada pengembangan kecerdasan siswa dari sisi kognisi. Siswa masih dibebani dengan banyak tugas mata pelajaran yang di dalamnya hanya memuat konsep-konsep dan materi tentang pengetahuan. Pengetahuan yang didapatkan pun masih sebatas kemampuan dasar yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang sedang ditempuh. Kemampuan yang bersifat kecerdasan akan membimbing siswa untuk menguasai keterampilan utnuk bekerja sesuai dengan bidang pekerjaan mereka. Akan tetapi, untuk mewujudkan pribadi yang mampu bekerja dengan baik, tidak hanya kemampuan kognisi siswa yang ditingkatkan. Pengembangan soft skills adalah kunci agar seseorang dapat bekerja sama, berperilaku yang tidak menyalahi aturan, tidak gemar menyakiti orang lain, dan mampu mengontrol diri agar tidak berbuat jahat.
        Pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan tenaga ekrja yang profesional maka diperlukan pendidikan hard skill yang baik. Kemampuan yang bersifat kejuruan dan khusus untuk menguasai bidang tertentu akan melengkapi kinerja suatu instansi. Oleh karena itu, pendidikan kejuruan dan perguruan tinggi membekali kemampuan kognisi yang cukup untuk menguasai bidang/jurusan yang diambil agar ketika lulus dapat menemukan pekerjaan dengan mudah. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi banyaknya pengangguran di Indonesia. Oleh karena itu, benar bahwa pengembangan hard skill sangat diperlukan untuk generasi bangsa.Pendidikan yang menekankan hard skill adalah kunci untuk mencetak manusia-manusia cerdas. Akan tetapi ada satu sisi yaitu sisi kemanusiaan yang menyebabkan manusia tidak akan bisa menjadi baik apabila soft skill-nya tidak dikembangkan dan diterapkan dengan baik. Oleh karena itu, pendidikan dasar dari sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi harus memperhatikan aspek keperibadian dan soft skill agar lulusan yang dihasilkan tidak sekedar cerdas akan tetapi juga menjadi manusia yang baik.
        Berdasarkan latar belakang tersebut, maka di dalam makalah ini akan dibahas tentang soft skill, hard skill, dan bagaimana cara mengajarkan kedua keterampilan tersebut. Termasuk dalam pembelajaran, salah satu aspek yang akan dikaji adalah mengintegrasikan soft skill ke dalam pembelajaran yang berbasis hard skill.
        B.     Rumusan Masalah
        Berdasarkan latar belakang yang diangkat, maka terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
        1.      Bagaimana cara mengajarkan soft skill?
        2.      Bagaimana cara mengajarkan hard skill?
        3.      Bagaimana integrasi Pengembangan Soft Skill dalam Pembelajaran Hard Skill?
         C.    Tujuan
        Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ditentukan adalah.
        1.      Menjelaskan cara mengajarkan soft skill?
        2.      Menjelaskan cara mengajarkan hard skill?
        3.      Menjelaskan integrasi pengembangan soft skill dalam pembelajaran hard skill.


        BAB II
        Pembahasan

        A.    Soft Skills
        1.    Konsep Soft Skills
        Menurut Ramdhani (2008) dalam Syawal (2010) pengertian soft skill didefenisikan sebagai keterampilan lunak (soft) yang digunakan dalam berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain, atau dikatakan sebagai interpersonal skills. Menurut Bahrumsyah soft skill merupakan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mempu mengembangkan untuk kerja secara maksimal. Dari kedua pendapat tersebut diatas, ada kesamaan pendapat tentang pengertian soft skill yaitu interpersonal skill  hanya saja pada pendapat Bahrumsyah ditambahkan intrapersonal skills yaitu keterampilan mengatur dirinya sendiri.
        Dari pendapat tersebut diatas masih terdapat kemampuan tambahan seseorang diluar dari interpersonal skills dan intrapersonal skills yang disebut Ekstrapersonal skills seperti kemampuan seseorang dalam spritual inteligence (SQ). dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian soft skill yaitu kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan kemampuan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) serta kemampuan tambahan seseorang dalam kepercayaan/kepedulian baik terhadap penciptanya maupun orang lain (ekstrapersonal skills).

        Apa saja yang termasuk di dalam soft skill? Menurut Ramdhani dalam Syawal beberapa keterampilan yang dimasukkan dalam kategori soft skill adalah: etika/propesional, kepemimpinan, kreativitas, kerjasama, inisiatif, facilitating kelompok maupun masyarakat, komunikasi, berpikir kritis, dan problem solving. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara-negara Inggris, Amerika dan Kanada, ada 23 atribut softskills yang dominan di lapangan kerja yang dimuat oleh Tarmidi dalam websitenya. Ke 23 atribut tersebut diurut berdasarkan prioritas kepentingan di dunia kerja, yaitu: (1) inisiatif, (2) etika/integritas, (3) berfikir kritis, (4). kemauan belajar, (5) komitmen, (6) motivasi, (7) bersemangat, (8) dapat diandalkan, (9) komunikasi lisan, (10) kreatif, (11) kemampuan analitis, (12) dapat mengatasi stres, (13) manajemen diri, (14) menyelesaikan persoalan, (15) dapat meringkas, (16) berkoperasi, (17) fleksibel, (18) kerja dalam tim, (19) mandiri, (20) mendengarkan, (21) tangguh,  (22) berargumentasi logis, (23) manajemen waktu.

        2.    Mengajarkan Soft Skill
        Menurut Saillah (2007), materi soft skill yang perlu dikembangkan kepada para siswa, tidak lain adalah penanaman sikap jujur, kemampuan berkomunikasi, dan komitmen. Untuk mengembangkan soft skill dengan pembelajaran, perlu dilakukan perencanaan yang melibatkan para guru, siswa, alumni, dan dunia kerja, untuk mengidentifikasi pengembangan soft skill yang relevan. Dari pendata di atas, pembelajaran soft skill dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan ke dalam pembelajaran di kelas.
        Poppy Yaniawati dalam Agus Wibowo (20012:130) mendefinisikan soft skills dengan kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademik yang   mengutamakan pada kemampuan intrapersonal dan interpersonal. Keduga kemampuan tersebut dapat dimiliki oleh seseorang, melalui proses pembelajaran, maupun proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan di atas adalah kemampuan yang harus diasah pada setiap individu. Oleh karena itu, pembelajaran akademis di kelas harus selalu memperhatikan perkembangan soft skill siswa agar terus dikembangkan.
        a.      Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Interpersonal.
        Muhammad Yaumi (20012:144) Menyatakan bahwa kecerdasan interpersonal berhubungan dengan konsep interaksi dengan orang lain di sekitarnya. Interaksi yang dimaksud bukan hanya sekedar berhubungan biasa saja seperti berdiskusi dan membagi suka dan duka, melainkan juga memahami pikiran, perasaan, dan kemampuan untuk memberikan empati dan respon. Biasanya orang memiliki kecerdasan interpersonal yang dominan cenderung berada pada kelompok ekstrovert dan sangat sensitif terhadap suasana hati dan perasaan orang lain. Mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim dengan baik. Oleh karena itu, mereka sangat fleksibel bekerja dalam suatu kelompok karena mampu memahami watak dan karakter orang lain dengan mudah.
        Muhammad Yaumi (2012:147) berpendapat bahwa karakteristik kecerdasan interpersonal adalah sebagai berikut. 1) Belajar dengan sangat baik ketika berada dalam situasi yang membangun interaksi antar satu dengan yang lainnya. 2) Semakin banyak berhubungan dengan orang lain, semakin merasa bahagia. 3) Sangat produktif dan berkembang dengan pesat ketika belajar secara kooperatif dan kolaboratif. 4)Ketika menggunakan interaksi jejaring sosial, sangat senang dilakukan melalui chatting atau teleconference. 5)Merasa senang berpartisipasi dalam oraganisasi-organisasi sosial, keagamaan, dan politik. 6) Sangat senang mengikuti acara talkshow di TV dan radio. 7)Ketika bermain atau berolah raga, sangat pandai bermain secara tim (Double atau kelompok) dari pada bermain sendiri (singgle). 8) Selalu merasa bosan dan tidak bergairah ketika bekerja sendiri. 9) Selalu melibatkan diri dalam club-club dan berbagai aktivitas ekstrakurikuler. 10) Sangat peduli dan penuh perhatian pada masalah-masalah dan isu-isu sosial.
        Muhammad Yaumi (2012:149) berpendapat bahwa untuk dapat mengembangkan dan mengonstruksi kecerdasan interpersonal yang memiliki peserta didik, berbagai aktivitas pembelajaran yang sesuai dapat dilihat sebagai berikut.
        1)      Menerapkan model jigsaw
        2)      Membuat kelompok kooperatif
        3)      Melakukan board games
        4)      Mengajar teman sebaya
        5)      Berkomunikasi orang per orang
        6)      Membuat team work
        7)      Mempelajari perasaan orang lain
        8)      Melaksanakan penilaian tim
        9)      Membuat keterampilan kolaboratif
        10)  Berdiskusi kelompok
        11)  Membagi pasangan (peer sharing)
        12)  Melakukan praktik empati
        13)  Melakukan umpan balik
        14)  Membuat proyek kelompok
        15)  Melakukan simulasi
        16)  Melakukan wawancara
        17)  Menebak karakter orang lain.
        Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pembelajaran untuk mengajarkan soft skill di atas bisa diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran di kelas yang utama adalah pendidikan bersifat akademis dengan hasil peningkatan kemampuan kognitif siswa. Oleh karena itu, untuk mengajarkan soft skill di dalam kelas, guru harus memadukannya dengan mata pelajaran yang akan diajarkan.

        b.      Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Intrapersonal
        Muhammad Yaumi (2012:173) berpendapat bahwa pada umumnya orang yang memiliki kecerdasan intrapersonal biasanya memilih untuk bekerja sendiri dalam menyelesaikan proyek-proyek, meskipun kadang-kadang memerlukan perhatian ekstra. Orang yang memiliki kecerdasan intrapersonal bukan hanya cenderung untuk menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain, tetapi juga berhubungan dengan kemampuiannya untuk merefleksi diri. Individu dengan kecerdasan intrapersonal dapat menghabiskan waktu dalam kehidupan sehari-hari untuk merefleksi diri memikirkan tujuan dan  keberadaan diri mereka, bahkan lebih dari itu, mereka terobsesi untuk berada di atas hal-hal yang dipikirkannya. Jika tidak memiliki tujuan tertentu yang harus dilakukan di luar, seperti pergi sekolah, tempat kerja atau kegiatan lain, maka mereka mungkin tidak akan meninggalkan rumah mereka selama beberapa waktu tertentu. Pendeknya, kecerdasan intrapersonal merujuk pada kemampuan individu untuk mengenal dan menerima kelebihan dan kelemahan yang ada dalam dirinya. Artinya, orang yang cerdas secara intrapersonal berarti orang yang menyadari keberadaan dirinya secara mendalam termasuk perasaan, ide-ide, dan tujuan hidupnya.
        Menurut Muhammad Yaumi (2012:175-177) karakteristik kecerdasan intrapersonal adalah sebagai berikut. 1) Menyadari dengan baik tentang hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan atau moralitas. 2) Belajar dengan sangat baik ketika guru memasukkan materi aygn berhubungan dengan sesuatu yang bersifat emosional. 3) Sangat mencintai keadilan baik dalam persoalan sepele maupun persoalan besar lainnya. 4) Sikap dan perilaku, menghargai gaya dan metode belajar. 5) Sangat peka terhadap isu-isu yang berhubungan dengan keadilan sosial. 6) Bekerja sendiri jauh lebih produktif daripada bekerja dalam suatu kelompok atau tim. 7) Selalu ingin tahu tujuan yang hendak dicapai sebelum memutuskan untuk melakukan suatu pekerjaan. 8) Ketika meyakini suatu yang dapat membawa kebaikan bagi kehidupan, seluruh daya dan upaya tercurah untuk mengejar sesuatu itu. 9) Senang berpikir dan berbicara tentang penyebab seseorang dapat menolong orang lain. 10) Senang untuk bersikap protek terhadap diri dan keluarga bahkan orang lain. 11) Membuka diri atau bersedia melakukan protes atau menandatangani petisi untuk perbaikan segala kekeliruan.
        Muhammad Yaumi (2012:177) berpendapat bahwa orang yang memiliki kekuatan intrapersonal terintegrasi sifat-sifat positif seperti teguh pendirian, jujur pada diri sendiri, instrospektif, adil, berpikir panjang, kreatif, futuristik, disiplin, religius, dan hati-hati. Namun, jika sifat-sifat tersebut keluar dari koridor yang sebenarnya dapat menyebabkan lahirnya perilaku-perilaku negatif seperti egois, mementingkan diri sendiri, terlalu protektif, curang pada orang lain, tidak rasional, berlebih-lebihan, over acting, kaku, tidak fleksibel, dan lambat dalam memberikan respon pada lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu, faktor pendidikan sangat menentukan adanya perbaikan dari berbagai kelemahan tersebut.
        Menrut Muhammad Yaumi (2012:178-179) terdapat beberapa aktivitas pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan intrapersonal. Aktivitas yang dimaksud adalah sebagai berikut.
        1)      Melakukan tugas mandiri.
        2)      Menanyakan tentang perasaan ketika belajar sesuatu.
        3)      Membuat rencana aplikasi diri.
        4)      Membentuk hubung perorangan (personal connection).
        5)      Memberi kebebasan memilih waktu untuk mengerjakan sesuatu (free-choice time)
        6)      Membuat identifikasi diri.
        7)      Menerapkan berpikir tingkat tinggi.
        8)      Membuat otobiografi sederhana.
        9)      Membuat pernyataan diri.
        10)  Berkonsentrasi.
        11)  Mengungkapkan perasaan.
        12)  Membuat prioritas perorangan.
        13)  Menciptakan situasi terfokus.
        14)  Menyusun tujuan melakukan sesuatu.
        15)  Melakukan refleksi dalam situasi yang hening.
        16)  Belajar mandiri.
        17)  Menerapkan belajar dalam kehidupan nyata.
        18)  Berpikir strategik.
        Aktivitas permbelajaran seperti di atas dapat dikembangkan sesuai dengan jenis bahan ajar dan tujuan pembelajaran yang disajikan. Beberapa aktivitas pembelajaran di atas dapat diuraikan secara rinci dengan memerhatikan kosnep dasar, tujuan, prosedur penyajian, dan contoh penerapannya dalam situasi ruangan kelas tertentu. Ruang kelas yang dimaksud dapat dikondisikan sesuai dengan situasi real yang terdapat pada masing-masing sekolah.

        B.     Hard Skills
        1.      Konsep Hard Skill
        Proses pembelajaran di perguruan tinggi lebih menitik beratkan pada aspek kognitif. Hal ini dapat dilihat pada prestasi mahasiswa yang ditunjukkan oleh indeks prestasi (IP). Indeks prestasi dibuat berdasarkan hasil penilaian dari evaluasi dosen terhadap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan mahasiswa yang ditunjukkan berdasarkan indeks prestasi seperti inilah yang sering disebut sebagai kemampuan hard skill.
         Menurut Bahrumsyah (2010) hard skill merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Menurut Syawal (2010) hard skill yaitu  lebih beriorentasi mengembangkan intelligence quotient (IQ). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hard skill merupakan kemampuan untuk menguasai ilmu pengatahuan teknologi dan keterampilan teknis dalam mengembangkan intelligence quotient yang berhubungan dengan bidangnya.
        Istilah hard skills merujuk kepada pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam bidang tertentu yang berhubungan dengan suatu proses, alat, atau  teknik.. Ketrampilan yang termasuk dalam hard skills,  misalnya ketrampilan mengoperasikan komputer, pengetahuan dan ketrampilan finansial,  ketrampilan berbahasa asing, dan ketrampilan perakitan produk. Dalam kegiatan pembelajaran hard skills merupakan hasil belajar yang tergolong pada ranah kognitif dan psikomotorik yang diperoleh dari proses pemahaman, hapalan dan pendalaman materi dari model-model  pembelajaran yang dilakukan di kelas. Kemampuan hard skills mahasiswa dapat dinilai dari indeks prestasi yang diperoleh di setiap semester.
        Syarief Basir dkk (2011:1-2) Hard Skill adalah kemampuan yang bisa dipelajari di sekolah atau universitas yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan intelektual yang berhubungan dengna subyek yang dipelajari. Misalnya, seorang mahasiswa belajar akuntansi dengan harapan bahwa setelah belajar akuntansi dia bisa membuat laporan keuangan. Hard skill bisa diukur dengan melakukan tes yang berhubungan dengan bidang yang dipelajari. Dapat dikatakan bahwa hard skill bersifat kasat mata atau nyata.
        Dalam panduzone.blogspot.co.id (04-03-2012), Hard skill merupakan keterampilan dalam penguasaan ilmu pengetahuan atau akademis, teknologi, dan keterampilan teknis lainnya yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Hard skill cenderung lebih berorientasi dalam pengembangan intelligence quotient (IQ), sedangkan soft skill berorientasi dalam pengembangan emotional quotient (EQ). Selama ini sistem pendidikan di Indonesia memberikan porsi yang lebih besar dalam pengembangan hard skill, ini dapat dilihat dari sistem penilaian di berbagai jenjang pendidikan yang masih berdasarkan hasil penilaian dan evaluasi pengajar terhadap peserta didik dalam proses pembelajaran. Sangat penting untuk mengembangkan hard skill, karena kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan dengan baik dan benar sangat tergantung dari hard skill yang dia miliki. Seseorang tidak mungkin dapat membuat suatu alat yang berguna jika dia tidak mengetahui cara pembuatan, tujuan dan manfaat alat tersebut. Dalam dunia kerja, saat ingin melamar pekerjaan, calon karyawan perlu untuk mempersiapkan dirinya dengan mengembangkan hard skill sebagai dasar untuk melamar pekerjaan dan kemudian diimbangi dengan soft skill sebagai landasan dalam melakukan pekerjaan.   
        Tidaklah tepat jika kita hanya mengandalkan salah satu dari hard skill atau soft skill saja. Karena, idealnya hard skill yang menekankan pada aspek kognitif dan teknis keilmuan tertentu harus dilengkapi dengan soft skill yang diperlukan untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kinerja seseorang. Kolaborasi antara hard skill dan soft skill akan menghasilkan kehidupan yang lebih baik.

        2.      Mengajarkan Hard Skill
        Mengajarkna hard skill adalah tugas orang tua dan guru di sekolah. Keterampilan ini dilatih yaitu agar individu mampu menguasai bidang pendidikan yang akan diterapkan di dunia kerja. Keterampilan mengoperasikan komputer untuk seorang admin, kemampuan mengajar untuk seorang guru, kemampuan berbicara untuk seorang narator, dan lain sebagainya. Hal yang akan sangat nampak adalah kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas.
        Proses pembelajaran di perguruan tinggi lebih menitik beratkan pada aspek kognitif. Hal ini dapat dilihat pada prestasi mahasiswa yang ditunjukkan oleh indeks prestasi (IP). Indeks prestasi dibuat berdasarkan hasil penilaian dari evaluasi dosen terhadap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan mahasiswa yang ditunjukkan berdasarkan indeks prestasi seperti inilah yang sering disebut sebagai kemampuan hard skill.
        Menurut Bahrumsyah (2010) dalam (hardinan.bogspot.co.id) hard skill merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Hard skill yaitu  lebih beriorentasi mengembangkan intelligence quotient (IQ). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hard skill merupakan kemampuan untuk menguasai ilmu pengatahuan teknologi dan keterampilan teknis dalam mengembangkan intelligence quotient yang berhubungan dengan bidangnya.
         Ulasan di atas menunjukkan bahwa pengembangan hard skill adalah melalui pendidikan formal di kelas. Mata pelajaran yang ada adalah untuk mengasah kemampuan siswa. Kemampuan yang diasah di sekolah dasar dan sekolah menengah bertujuan untuk membekali siswa kemampuan dasar untuk mempelajari kemampuan yang lebih sepesifik di jenjang pendidikan berikutnya. Pembelajaran hard skill paling ditekankan pada jenjang sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi.
        Hard skill merupakan syarat umum yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja karena setiap bidang pekerjaan membutuhkan kemampuan spesifik yang dikuasai. Seseorang yang tidak menguasai hard skill tertentu maka akan sulit mendapatkan pekerjaan yang sifatnya menuntut keahlian khusus. Akan tetapi, untuk dapat menjalankan perannya dalam bekerja, seseorang tidak bisa lepas dari soft skill karena yang bertugas menjadi kontrol dalam bekerja adalah soft skill seperti yang telah diulas di atas.

        C.    Integrasi Pengembangan Soft Skill dalam Pembelajaran Hard Skill
        Pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membuat siswa menjadi manusia cerdas dan menjadi manusia baik (good). Sekolah tidak hanya mengajarkan mata pelajaran yang mencerdaskan aspek kognisi saja, akan tetapi pendidikan harus bisa mengasah soft skill atau sikap dan keperibadian siswa. Oleh karena itu, pembelajaran soft skill harus diadakan di sekolah dengan cara mengintegrasikan dalam pembelajaran hard skill (kognitif).
        Pendidikan karakter menjadi jawaban dari pendidikan yang tidak hanya menekankan penguasaan kemampuan kognisi, namun juga mengembangkan kemampuan soft skill. Soft Skills adalah kemampuan diri yang di dalamnya mencakup pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran kognitif antara lain.
        1.      Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain serta hidup rukun dan berdampingan.
        2.      Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mnecerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar, dan melakukan yang benar), sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.
        3.      Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
        4.      Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
        5.      Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dll dengan sebaik-baiknya.
        6.      Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.
        7.      Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. namun hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.
        8.      demokratis, yakni cara berfikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain.
        9.      rasa ingin tahu, yakni cara berfikir, sikap dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.
        10.  semangat kebangsaan dan nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang meningkatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.
        11.  cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa budaya ekonomi politik dan sebagainya, sehingga tidak m,udah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
        12.  menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat dan prestasi yang lebih tinggi.
        13.  komunikatif, senang bersahabat dan prokaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerjasama secara kolaboratif dengan baik.
        14.  cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.
        15.  gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
        16.  peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupayamenjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
        17.  peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan perbuatan terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya.
        18.  tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam menyelesaikan tugas dan kewajibannya baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama.


        BAB III
        PENUTUP

        Kesimpulan
        Pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang profesional maka diperlukan pendidikan hard skill yang baik. Kemampuan yang bersifat kejuruan dan khusus untuk menguasai bidang tertentu akan melengkapi kinerja suatu instansi. Oleh karena itu, pendidikan kejuruan dan perguruan tinggi membekali kemampuan kognisi yang cukup untuk menguasai bidang/jurusan yang diambil agar ketika lulus dapat menemukan pekerjaan dengan mudah. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi banyaknya pengangguran di Indonesia. Oleh karena itu, benar bahwa pengembangan hard skill sangat diperlukan untuk generasi bangsa.
        Pendidikan yang menekankan hard skill adalah kunci untuk mencetak manusia-manusia cerdas. Akan tetapi ada satu sisi yaitu sisi kemanusiaan yang menyebabkan manusia tidak akan bisa menjadi baik apabila soft skill-nya tidak dikembangkan dan diterapkan dengan baik. Oleh karena itu, pendidikan dasar dari sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi harus memperhatikan aspek keperibadian dan soft skill agar lulusan yang yang dihasilkan tidak sekedar cerdas akan tetapi juga menjadi manusia yang baik.

          
        DAFTAR PUSTAKA

        Joni R.T. dkk. 1996. Materi Pokok Pembelajaran Terpadu S-2 Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdikbud
        Muhammad Yaumi.2012. Pembelajar Berbasis Multiple Intelligence. Jakarta: PT Dian Rakyat
        Saptono. 2002. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter: Wawasan, Strategi, dan Langkah Praktis. Salatiga: Erlangga
        Suyadi.2013.Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
        Trianto.2010.Model Pembelajaran Terpadu.Jakarta;PT Bumi Aksara

        http://hardinan.blogspot.co.id/2012/02/pentingnya-hard-skill-dan-soft-skill.html. (diakses pada 19-11-2015. 09.17 WIB)
        http://hardinan.blogspot.co.id/2012/02/pentingnya-hard-skill-dan-soft-skill.html (diakses pada 06-12-2015 20.00 WIB)
        http://pgsd-uny.blogspot.co.id/2011/10/penerapan-soft-skill-di-sekolah-dasar.html (diakses pada 06-12-2015 20.15 WIB)

        Pengembangan Soft Skill, Hard Skill dan Life Skill Peserta Didik dalam Menghadapi Era Globalisasi

        BAB I
        PENDAHULUAN
        A.     LATAR BELAKANG
        Dalam memasuki abad ke-21, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar, pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai.Kedua, untuk mengantisipasi era globalasasi dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga sejalan dengan berlakunya otonomi daerah perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keragaman kebutuhan/ keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong partisipasi masyarakat.
        Perubahan dalam dunia pendidikan terus bergulir, dengan kebijakan-kebijakan dari pemerintah dalam bidang pendidikan yaitu menaikkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN ,pemutakhiran kurikulum sampai diterbitkannya UU no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Semua itu merupakan upaya untuk  membamgkitkan pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
        Selain memiliki ilmu pengetahuan peserta didik juga harus memiliki kecakapan hidup, supaya bisa bersaing di dunia kerjadan mandiri.Dunia pendidikan kita sekarang masih terpuruk. Contohnya, perkelahian antar siswa banyak terjadi, tingginya angka ketidaklulusan sisiwa dalam UAN, anak putus sekolah,angka melek huruf dan minat baca rendah. Penyebab keterpurukan itu ada beberapa hal antara lain sumber daya manusia (guru),minimnya fasilitas, rendahnya dukungan masyarakat dan orangtua terhadap dunia pendidikan.
        Keberhasilan dunia pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor di atas. Yang perlu kita ingat bahwa pendidikan atau mendidik adalah proses memanusiakan manusia, dengan segala potensi dan keterbatasannya. Dalam pembelajaran kita mengenal pembelajaran kontektual  (contextual learning) dimana pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik  bekerja dan mengalami.Dalam kegiatan pembelajaran bukan merupakan tranfer pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik, tetapi keterlibatan peserta didik dalam menghubungkan dengan dunia kehidupannya sangat tinggi. Siswa harus mengetahui makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.
        Salah satu upaya penting yang dilakukan untuk membekali peserta didik dalam memecahkan masalah dalam kehidupannya adalah dengan mengembangkan soft skill dan life skill dalam proses pembelajaran. Beberapa data menunjukkan 60 persen keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup dipengaruhi oleh soft skill seperti kemampuan bekerja secara kolaborasi, berkomonikasi dengan jelas dll. Sementara kompetensi pengetahuan(kognitif) hanya berpengaruh sekitar 30 persen. Sedemikian pentingnya pengembangan soft skill / life skill dalam pendidikan umumnya dan pembelajaran khususnya.
        B.      TUJUAN PEMBAHASAN
        Adapun tujuan pembahasan permasalahan di atas adalah untuk mengetahui:
        1.      Apa soft skill ,hard skill dan life skill
        2.      Hubungan soft skill ,hard skill dan life skill dengan kurikulum
        3.      Pentingnya pengembangan soft skill,hard skill dan life skill bagi peserta didik
        4.      Strategi pengembangan soft skill dan life skill dalam pembelajaran
        C.     MANFAAT PEMBAHASAN
        Manfaat pembahasan ini adalah untuk menambah wawasan para pembaca umumnya dan pendidik atau guru khususnya, bahwa mengembangkan soft skill dan life skill dalam pembelajaran itu sangat penting bagi peserta didik agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, bermoral baik dan  dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupannya secara mandiri.
        Manfaat bagi peserta didik adalah mereka terlatih untuk mengembangkan soft skill dan life skillnya sehingga mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, berkomonikasi, bekerjasama, tanggungjawab dll. Sehingga peserta didik juga mempunyai  kecakapan hidup yang dapat digunakan dalam dunia kerja dan hidup bermasyarakat.

        BAB II
        PEMBAHASAN
        A.     APA SOFT SKILL, HARD SKILL,DAN LIFE SKILL ?
        Dalam konteks pembelajaran dikenal ada beragam jenis ketrapilan dalam kurikulum yang disebut hard skills, soft skills, dan life skills. Hard skill antara lain berbentuk ilmu pengetahuan umum, khusus, teknologi, dan model rancangan. Sementara soft skills antara lain berupa ketrampilan yang menyangkut komonikasi, kerjasama, kreatifitas, prakarsa, dan ketrampilan emosional. Sedangkan science skills meliputi keahlian dalam berfikir ilmiah dan ketrampilan dalam proses sebagai unsur pokok yang dibutuhkan dalam penelitian ilmiah. Bagaimana dengan life skills? Life skills merupakan kemapuan yang dapat dipelajari untuk mengerjakan sesuatu dengan baik. LS adalah kemampuan dimana para individu dapat belejar untuk menolong diri mereka sendiri untuk mencapai produktivitas dan kesejahteraannya(Wikiepedia,2009).
        Istilah soft skills adalah istilah sosiologis yang berkaitan  dengan EQ (Emotional Intelegence Quotient), kumpulan karakter kepribadian, rahmat sosial,  komunikasi,bahasa,kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimisme yang menjadi ciri hubungan dengan orang lain. Soft melengkapi ketrampilam ketrampilan keras / hard(bagian dari seseorang IQ), yang merupakan persyaratan pekerjaan dan banyak kegiatan lain.
        Seseorang yang memiliki EQ ketrampilan (soft skill) merupakan bagian penting dari kontribusi masing- masing untuk keberhasilan suatu organisasi, komunitas atau dalam pergaulan.Terutama yang berhubungan dengan saling berkorelasi di dalam            tata pergaualn di sekolahnya yang face-to-face umumnya lebih berhasil kika mereka melatih siswa mereka untuk menggunakan ketrampilan ini.
        Istilah soft skill mencakup sekelompok karakter kepribadian, kemampuan bahasa, kebiasaan pribadi dan,pada akhirnya nilai-nilai dan sikap.Soft skill melengkapi lebih keras, lebih teknis, ketrampilan, seperti mampu membaca atau mengetik surat itu, tetapi mereka juga memiliki dampak yang signifikan pada kemampuan orang untuk melakukan pekerjaan mereka dan mereka dipekerjakan.
        Hard skills/ ketrampilan keras mewakili persyaratan minimum yang diperlukan  untuk melakukan pekerjaan dan merupakan layar pertama yang majikan gunakan untuk mengidentifikasi pelamar yang memenuhi syarat untuk posisi yang dibutuhkan. Soft skills/ ketrampilan lunak, yang saling melengkapi , ketrampilan mungkin mencakup kesediaan untuk bekerjasama, kepemimpinan, kreatvitas, komunikasi, presentasi, dan keyakinan.
        Menurut Broling(1989), life skills adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki seseorang sehingga mereka dapat hiidup mandiri.
        Menurut Kent Davis(2000:1), kecakapan hidup adalah manual pribadi bagi tubuh seseorang. Kecakapan ini membantu peserta didik belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya sendiri dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya.
        Kecakapan hidup dibagi menjadi empat jenis yaitu, kecakapan personal mencakup kecakapan mengenal diri dan kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Kecakapan mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat, dan warga negara serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Kecakapan berpikir rasional mencakup, kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan serta kecakapan memecahkan masalah secara kreatif.
        Kecakapan sosial (interpersonal skills) mencakup komonikasi dengan empati(sikap penuh pengertian dan komonikasi dua arah) dan kecakapan bekerjasama. Kecakapan akademik adalah kemampuan berpikir ilmiah. Kecakapan vokasional disebut kecakapan kejuruan artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu di masyarakat.
        Menurut Satori(2002), life skills meliputi tiga ketrampilan utama yaitu :
        a.       Ketrampilan dasar yaitu kerampilan berkomunikasi lisan, membaca, penguasaan dasar-dasar berhitung, ketrampilan menulis.
        b.      Ketrampilan berfikir tingkat tinggi yaitu ketrampilan pemecahan masalah, ketrampilan belajar, ketrampilan berfikir kreatif dan inovatif, ketrampilan membuat keputusan.
        c.       Karakter dan ketrampilan afektif yaitu tanggung jawab, sikap positif terhadap pekerjaan, jujur, hati-hati, teliti dan efisien, hubungan antar pribadi, kerjasama dan bekerja dalam tim, percaya diri danmemiliki sikappositif terhadap diri sendiri, penyesuaian diri dan fleksibel, penuh antusias dan motivasi, mampu bekerja mandiri tanpa pengawasan orang lain.
        B.     HUBUNGAN SOFT SKILLS, HARD SKILL, LIFE SKILLS DENGAN KTSP
        Konsep tentang soft skills sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional(emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal.
        Secara garis besar soft skills bisa digolongkan ke dalam dua kategori : intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup : self awareness(self confident, self assessment, trait, dan preference, emotional awareness) dan self skill  (improvement, self control, trust, worthiness, time/ source management, proactivity, conscience). Sedangkan interpersonal skill mencakup social awareness( political awareness, devoleping others, levereging diversity, service orientation, empathy, dan social skill ( leadership, influence, communication, confict management, cooperation, team work, synergy) (daniel:1995)
        Kecerdasan emosional yang diharapkan dimiliki peserta didik , dalam pelaksanaannya dapat diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran . Pada KTSP berbagai mata pelajaran diintegrasikan dalam satu tema yang dikenal dengan tematik.Selain itu peserta didik dapat mengembangkan dirinya melalui pengembangan diri yang sudah dituangkan dalam KTSP. Jadi soft skiill, hard skills, dan life skills dapat dikembangkan melalui kurikulum KTSP. Pertanyaannya adalah apakah guru sudah benar-benar memahami soft skill dan dapat melaksanakan pembelajaran yang mengintegrasikan ketiga hal tersebut.
        Sotf skill, hard skill dan life skill memang harus berjalan seiring supaya peserta didik menjadi orang yang sukses. Kalau kita mendengar kisah orang yang sukses ,mereka mempunyai kiat-kiat yang mengacu pada tiga hal tersebut, misalnya kreatif dan inovatif, rendah hati, selalu bersikap positf, hidup dalam keluarga yang harmonis,fokus,mampu berkomunikasi dll.Seperti Jack welch(general electrik), Bill Gates dll
        Kunci sukses didominasi oleh soft skill sedangkan hard skills merupakan faktor pelengkap , yang manakala kedaunya dioptimalkan, maka peserta didik akan menjadi pembelajar sukses, yang kelak akan sukses pula dalam kehidupannya di masa depan, yang artinya peserta didik telah dibekali untuk menghadapi segala kemingkinan baik buruk permasalahan dengan kata lain mereka memiliki life skills.
        C.     PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOFT SKILLS, LIFE SKILLS BAGI PESERTA DIDIK
        Berthhall (Diknas, 2008) menyatakan bahwa soft skil atau keterampilan lunak merupakan tingkah laku personal dan interpersonal yang dapat mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia (melalui pelatihan, pengembangan kerja sama tim, inisiatif, pengambilan keputusan dkk. Keterampilan lunak ini merupakan modal dasar siswa untuk berkembang secara maksimal sesuai pribadi masing-masing. Hal ini sesuai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa faktor keberhasilan siswa 70 s/d 30 persen berasal dari pengembangan soft skil, sedangkan sisanya sebesar 20 s/d 30 persen dari tingkat kecerdasan anak. Ini mengandung arti bahwa pengembangan keterampilan ini mutlak dilakukan untuk semua siswa tanpa terkecuali.
        Pentingnya pengembangan soft skil dan life skills bagi peserta didik, karena banyak lulusan sekolah yang tidak mampu mengaplikasikan ilmu mereka di masyarakat. Hal ini, karena sekolah hanya berkutat pada aspek in put, proses dan out put saja. Sedangkan out come siswa tidak diperhatikan. Padahal out come siswa yang baik merupakan salah satu tolak ukur kesuksesan sekolah (Kresnayana Yahya, 2001). Agar siswa memiliki out come yang handal, maka sekolah harus mengajarkan soft skill (kompetensi untuk mengembangkan dan memaksimalkan kinerja) terhadap anak. Soft skill adalah hal yang bersifat, halus dan meliputi keterampilan psikologis, emosional dan spiritual. Menurut Kresna, soft skill merupakan hal penting selain dari ilmu pengetahuan yang dipelajari otak
        Dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang tidak hanya memiliki kemahitan hard skill saja tetapi juga piawai dalam aspek soft skillnya. Dunia pendidikanpun mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian di Harvard University America Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengolah diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20%oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Adalah suatu realita bahwa pendidikan di indonesia lebih memberikan porsi yang lebih besar untuk muatan hard skill, bahkan bisa dikatakan lebih berorientasi pada pembelajaran hard skill saja. Lalu seberapa besar semestinya muatan soft skill dalam kurikulum pendidikan ?, kalau mengingat bahwa sebenarnya penentu kesuksesan seseorang itu lebih disebabkan oleh unsur soft skillnya.
        Jika berkaca pada realita diatas, pendidikan soft skill tentu menjadi kebutuhan urgen dalam dunia pendidikan. Namun untuk mengubah kurikulum juga bukan hal yang mudah. Pendidik seharusnya memberikan muatan-muatan pendidikan soft skill pada proses pembelajarannya. Sayangnya, tidaksemua pendidik mampu memahami dan menerapkannya. Lalu siapa yang harus melakukannya? Pentingnya penerapan pendidikan soft skill idealnya bukan saja hanya untuk anak didik saja, tetapi juga bagi pendidik.
        Agar siswa memiliki soft skill yang bail, maka perlu menerapkan cara sebagai belajar sebagai berikut. Yaitu, learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Oleh karena itu, Kresna menganjurkan agar pembelajaran tidak hanya berkutat pada teori namun aplikasi. Seharusnya, guru harus mambawa peserta didik kedunia nyata, jangan hanya teori,” itulah kenapa banyak lulusan kuliah yang menganggur gara-gara tidak bisa mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan nyata dalam masyarakat. Kebanyakan lulusan hanya berusaha mencari pekerjaan, dan menjadi PNS muaranya, apapun ditempuh meskipun harus dengan cara “nyogok”, mereka tidak mapu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya apalagi untuk orang lain. Siswa/mahasiswa yang memiliki soft skill, dia tidak hanya dapat berfikir secara kreatif (creative thinking) namun juga berfikir kritis critical thinhking). Tidak hanya itu, siswa juga akan memiliki sikap percaya diri, konsep berfikir dan ambisi untuk sukses.
        Pengembangan soft skill memilik 3 tahap penting. Pertama, hard work (kerja keras). Untuk memaksimalkan suatu kerja tentu butuh upaya kerja keras dari diri sendiri maupun lingkungan. Hanya dengan kerja keras, orang akan mampu mengubah garis hidupnya sendiri. Melalui pendidikan yang terencana, terarah dan didukung pengalaman belajar, siswa akan memiliki daya tahan dan semangat hidup bekerja keras. Etos kerja keras perlu dikenalkan sejak dini di sekolah melalui berbagai kegiatan intra maupun ekstrakurikuler di sekolah. Siswa dengan tantangan ke depan yang lebih berat tentu harus mempersiapkan diri sedini mungkain melalui pelatihan melakukan kerja praktik sendiri ataupun kelompok.
        Kedua,kemandirian. Ciri siswamandiri adalah responsif, percaya diri dan berinisiatif. Responsif berarti siswa tanggap terhadap persoalan diri dan lingkungan. Sebagai contoh bagaimana siswa tanggap terhadap krisis global warming dengan kampanye hijaukan sekolahku dan gerakan bersepeda tanpa motor. Menjaga kepercayaan diri seorang siswa untuk memaksimalkan potensi siswa harus sinergis dengan kerja kerasnya. Ini berarti bahwa kerja keras yang dilakukan akan memupuk rasa percaya diri anak. Kemandirian ditunjukkan juga dari inisiatif anak. Inisiatif kerja sendiri menampilkan usaha lebih maksimal dibanding dengan kerja karena dorongan orang lain, apaliagi dibarengi ide kreatif serta inovatif.
        Ketiga, kerja sama tim. Keberhasilan adalah buah kebersamaan. Keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok adalah pola klasik yang masih relevan untuk menampilkan karakter ini. Pola pelatihan outbond yang sekarang marak diselenggarakan merupakan pola peniruan karakter ini.
        Konsep tentang soft skill sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersinal (Howard. 1985).
        Secara garis besar soft skill bisa digongkan ke dalam dua kategori : intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup :
        1.      Self awareness (kesadaran diri)
        §         Self confident (percaya diri)
        §         Self assessment (penilaian diri)
        §         Trait & preference ( berkarakter dan preferensi )
        §         Emotional awareness ( kesadaran emosional )
        2.      Self skill (keterampilan diri)
        §         Improvement (kemajuan/perbaikan)
        §         Self control (kontrol diri)
        §         Trust (percaya)
        §         Worthiness (bernilai)
        §         Time/source management (manajemen waktu/sumber)
        §         Proactivity (proaktif)
        §         Conscience (hati nurani)
        Sedangkan interpersonal skill mencakup :
        1.    Social awareness (kesadaran sosial)
        §         Political awareness (kesadaran politik)
        §         Developing others (mengembangkan orang lain)
        §         Leveraging diversity (pengaruh yang berbeda)
        §         Service orientation ( berorientasi pada pelayanan)
        §         Emphaty (empati)
        2.    Social skill ( keterampilan sosial )
        §         Leadership (kepemimpinan)
        §         Influence ( pengaruh)
        §         Communication (komunikasi)
        §         Conflict management (manajemen konflik)
        §         Cooperation ( kooperatif)
        §         Team work
        §         Synergy
        D.     STRATEGI PENGEMBANGAN SOFT SKILLS, LIFE SKILLS DALAM PEMBELAJARAN
        Pembelajaran soft skill yang bersifat abstrak lebih berada pada ranah efektif (olah rasa) dan psikomotor (olah laku). Kondisi ini mengakibatkan kita tidak bisa mendapatkan pelajaran soft skill dari sekolah formal. Soft skill dipelajari dalam kehidupan sosial melalui interaksi sosial. Lantas, bagaimana soft skill dapat dipelajari? Kita dapat mempelajari soft skill melalui pengamatan atas prilaku orang lain dan juga atar refleksi tindakan kita sebelumnya. Dengan kata lain, soft skill bisa kita pelajari melalui proses pengasahan soft skill kita baik dari melihat maupun melakukan sesuatu. Konsep pembelajarannya pun tidak terikat waktu dan tempat sehingga kita bisa belajar soft skill kapan dan dimana saja selama kita berinteraksi dengan orang lain.
        Soft skill yang perlu diasah dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori yaitu : komunikasi lisan dan tulisan (communication skill), keterampilan berorganisasi (organizational skill), kepemimpinan (leadership), kemampuan berfikir kreatif dan logis (logic dan creative), ketahanan menghadapi tekanan (effort), kerja sama tim dan interpersonal (group skill) dan etika kerja (ethics)
        Penerapan soft skill dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dalam banyak hal, salah satunya adalah dalam pekerjaan, penerapannya dalam pekerjaan terdiri dari 2 keterampilan penting yaitu keterampilan mengelola manusia dan keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan. Keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan lebih berdimensi pada multi intelegensi manusia karena untuk menyelesaikan tugas manusia harus mengkombinasikan beberapa keahliannya. Sedangkan keterampilan mengelola manusia lebih berdimensi secara psikologis, dimana seseorang harus mampu mengelola dirinya sendiri (self management) terlebih dahulu sebelum dapat mengelola manusia yang lain.
        Dari penelitian yang dilakukan oleh Daniel Golleman (1995) menyatakan bahwa kebanyakan CEO di dunia memiliki Emotional Intelligence yang tinggi. Kemampuan mereka dalam mengelola pekerjaan dan orang lain menjadi kombinasi unik yang luar biasa. Kemampuan emosional mereka lebih banyak mengambil peran kesuksesannya ketimbang kemampuan intelektualnya. Nah, kemampuan-kemampuan seperti mereka itu bisa didapatkan melalui pengasahan soft skill sejak dini. Konon, kabarnya George W. Bush Jr. (presiden Amerika Serikat) memiliki soft skill yang hebat sehingga walaupun nilai SAT saat masuk universitasnya hanya sebesar 150 (syarat kelulusan untuk masuk universitas di U.S sebesar 200) dan diejek sebagai anak yang bodoh namun ternyata olokan teman-temannya itu salah (Anwar.3008)
        Salah satu cara mengasah soft skill pada siswa adalah melalui pembelajaran Character Building di sekolah. Pembentukan karakter menjadi sebuah jalan setapak yang dapat digunakan untuk membentuk insane yang prima sehingga diharapkan dapat memiliki soft skill yang prima pula. Pendidikan berdimensi character buiding  ini memiliki enam pilar dalam penerapannya. Keenam pilat tersebut adalah Respect, Responsibility, Fairness, Caring dan Citizenship.
        Penerapan character building dalam dunia pendidikan memberikan nuansa lain dalam pendidikan karena indikator evaluasi tidak hanya berbasis pada nilai kognitif melainkan juga pada segi efektif dan bahkan juga psikomotorik siswa. Proses pembelajaran melalui character building pertama kali adalah pengenalan atas good character didalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian setelah siswa mengenal dan memahami good character tersebut maka siswa mengkorelasikannya dengan kehidupan sehari-hari baik disekolah maupun dirumah atau lingkungan diluar sekolah. Proses pembentukan karakter yang secara perlahan tersebut tidak langsung dapar memberikan stimulus kepada pengasahan soft skill siswa. Sehingga, siswa diharapkan dapat memiliki kemampuan soft skill yang prima dan berujung pada pembentukan mental individu yang stabil dalam menghadapi tantangan hidup kedepan.
        Upaya pemerintah agar Sekolah berbasis keterampilannya (life skill) dinilai telah baik. Namun, hal itu harus dibarengi soft skill. Karena tanpa dibarengi soft skill (sikap mental dalam beradaptasi dengan lingkungan), life skill akan sia-sia belaka. Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Zainuddin Maliki, di Surabaya, mengatakan agar tak sisa-sia, pemerintah harus menyeimbangkan atau bahkan lebih focus pada pengembangan soft skill dari pada life skill. Ini karena, life skill merupakan kecakapan memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki untuk bertahan hidup. Sedangkan soft skill merupakan kesadaran yang membuat seseorang termitivasi dan pantang menyerah sehingga bisa menempatkan diri di tengah orang lain secara proporsional. Seseorang yang memiliki hard skill atau kecerdasan tanpa sikap mental yang berkembang mungkin saja tidak bersemangat berkarya hanya karena menghadapi tantangan. Seseorang yang tidak memiliki rasa bangga pada pekerjaannya juga tidak akan termotivasi untuk berkarya. Jadi sikap mental menentukan ketahanan mental dalam menghadapai tantangan. :untuk mengembangkan soft skill, pembelajaran yang dikembangkan di sekolah semestinya authentic learning. Siswa dihadapkan pada masalah yang nyata sehingga bisa mengatasi tantangan. Pembelajaran ini memerlukan kesadaran kepala sekolah dan guru untuk membuat strategi. Guru juga perlu memahami sikap mental dan cara mengembangkannya dalam pembelajaran. Saat ini, sebagian besar kepala sekolah mengkhawatirkan pembelajaran yang bertumpu pada proses dan konteks masalah di masyarakat ini terbentur ujian nasional yang menentukan kelulusan siswa (http:/harian.global.com)
        Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau keperibadian seseorang terbentuk dari hasil internalisasi sebagai kebajikan (vietues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adlah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
        Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai. Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pimpinan sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah
        E.      LANDASAN PEDAGOGIS PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA
        Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Udaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dati lingkungan budayanya, karena peserta didik  hidup tak terpisahkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya,
        Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh ummat mannusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing).
        Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara indonesia uang memiliki wawasan, cara berfikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”, oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landaan yang kokoh untuk mengembangkan keseluruan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.