Rabu, 21 September 2016

Hard Skill, Soft Skill, dan Urusannya dengan Karier

Banyak bertebaran informasi yang menyatakan “soft skill” lebih penting dibandingkan “hard skill”. Yakin?

Hard Skill Soft Skill - pic source: aol.com
Hard Skill Soft Skill – pic source: aol.com
Bagi kita yang rajin membaca buku-buku motivasi, psikologi popular, atau kisah-kisah mengenai karakter pemimpin sukses, kita akan diajarkan mengenai atribut-atribut yang menjamin kesuksesan seseorang dalam karier dan masa depan.
Misalnya sebuah artikel New York Times karya Joe Nocera (2007) menyatakan bahwa Jeff Immelt (CEO GE) adalah contoh pemimpin bisnis era modern. Immelt disebut memiliki atribut-atribut pendengar yang baik, pemain tim, kemampuan komunikasi interpersonal, dan kelihaian mencapai konsensus.
Atribut-atribut tersebut adalah atribut khas “soft skill”. Sekarang pertanyaannya, jika soft skill memang benar-benar lebih penting dibandingkan dengan hard skill secara umum, mengapa tokoh-tokoh seperti Albert Einstein (fisikawan), Jack Welch (CEO GE sebelum Jeff Immelt), dan Steve Jobs (salah satu pendiri Apple Inc) mampu meraih kesuksesan dan menjadi legenda? Padahal mereka dikenal dengan karakter-karakter yang berseberangan dengan soft skill.
Definisi dan Tiga Perbedaan Utama: Hard Skill vs. Soft Skill
Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan di atas, kita perlu mengetahui terlebih dahulu definisi hard skill dan soft skill.
Hard Skill umumnya berhubungan dengan pengetahuan profesional, alat, atau teknik yang memungkinkan kita bekerja dengan baik dalam profesi yang kita jalankan. Contoh hard skill antara lain penerapan hukum pajak, pengolahan data statistik, merancang bangunan, dan melaksanakan prosedur vaksinasi.
Soft skill adalah kumpulan perilaku kita saat bersosialisasi, berinteraksi, berkomunikasi, dan melakukan manajemen pribadi. Inilah kemampuan-kemampuan yang memungkinkan kita bekerja secara efektif dan bisa membaur dalam lingkungan sosial. Contoh soft skill antara lain perilaku etis, menunjukkan integritas, memotivasi, dan unjuk sikap positif.
Dari definisi ringkas tersebut, kita dapat menurunkan tiga perbedaan utama antara hard skill dan soft skill, yaitu:
Pertama, agar kita memiliki hard skill yang baik, kita perlu memiliki IQ yang tinggi alias menjadi pintar. Contoh hard skill, melengkapi yang telah disebutkan sebelumnya adalah matematika, fisika, akuntansi, biologi, statistik, pemrograman, dst.
Di sisi lain, agar kita memiliki soft skill yang baik, diperlukan EQ atau kecerdasan emosional yang baik pula. Contoh soft skill adalah kemampuan manajemen pribadi, percaya diri, mampu mengelola stres, dst.
Keduahard skill adalah kemampuan dengan aturan-aturan yang tetap sama, terlepas dari karier yang kita pilih, perusahaan tempat kita bekerja, dan kondisi saat kita berinteraksi dengan orang lain. Contohnya, akuntansi adalah hard skill dan aturan pencatatan keuangan berlaku sama di mana pun.
Sedangkan, soft skill adalah aturan-aturan yang berubah tergantung karier yang kita pilih, kultur perusahaan tempat kita bekerja, dan karakter orang-orang yang bekerja bersama kita. Contohnya kemampuan berkomunikasi dan aturan-aturan komunikasi efektif berubah tergantung pada audiens dan tempat kita berada. Jadi, kita mungkin mampu berkomunikasi dengan menggunakan jargon-jargon akuntansi kepada sesama akuntan tetapi akan mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan klien mengenai bentuk-bentuk dukungan yang dapat diberikan.
Ketigahard skill dapat dipelajari di sekolah dan melalui buku. Umumnya, ada level minimal atau tingkat kompetensi yang menentukan seseorang sudah dipandang lulus dari suatu cabang ilmu. Selain tes kompetensi, ada juga jalur-jalur cepat yang memungkinkan kita mengakselerasi pengetahuan yang berhubungan dengan hard skill. Kita dapat mengambil kursus akuntansi dasar, lalu akuntansi lanjutan. Kemudian, kita bekerja untuk mendapatkan pengalaman dan mengambil ujian sertifikasi akuntan publik.
Di sisi yang berlawanan, kita tidak akan menemukan jalan tol untuk menguasai soft skill. Mayoritas soft skill tidak diajarkan dengan baik di sekolah dan karenanya, harus kita pelajari langsung di lapangan dengan segala keberhasilan dan kegagalan.
Kita dapat menemukan banyak buku dan petunjuk mengenai soft skill, namun buku-buku tersebut terbatas pada tulisan. Selama kita tidak mempraktikkan tips dan ilmu yang kita baca dan mencoba beradaptasi langsung, kita tidak akan pernah menguasai soft skill.
Mana yang lebih penting? Hard skill atau soft skill?
Setelah kita memahami definisi dan perbedaan antara hard skill serta soft skill, tentu kita dapat memahami lebih obyektif dan lebih mampu menjawab pertanyaan, “Manakah yang lebih penting? Hard skill atau soft skill?”
Jawabannya sangat tergantung dengan karier yang kita pilih. Berikut ini penjelasannya.
Karier dapat dikategorikan menjadi tiga jenis. Melalui penjelasan mengenai jenis karier, kita dapat memperkirakan bentuk pekerjaan yang kita lakukan.
Satu, karier yang membutuhkan kemampuan hard skill melebihi soft skill, contohnya adalah fisikawan. Kini kita dapat memahami mengapa tokoh-tokoh sains terkemuka terkenal dengan kemampuan komunikasi yang rendah dan sulit berinteraksi dengan orang lain, namun tetap bisa sangat sukses dan menjadi legenda. Contohnya adalah Albert Einstein.
Dua, karier yang membutuhkan kemampuan hard skill dan soft skill sama baiknya, contohnya notaris dan akuntan. Notaris dan akuntan harus mengetahui aturan-aturan dan pedoman yang berhubungan dengan profesi mereka. Di saat sama, kesuksesan karier mereka sangat tergantung dengan kemampuan komunikasi dan menjual kepada para klien yang sangat membutuhkan soft skill yang baik.
Tiga, karier yang membutuhkan soft skill melebihi hard skill, contohnya tenaga penjualan dan layanan pelanggan. Seseorang yang bekerja di bagian pelayanan pelanggan tidak perlu mengetahui detil mengenai hal-hal teknis. Pengetahuan mengenai hal teknis cukup sedikit lebih baik dibandingkan dengan konsumennya.
Jika konsumennya memiliki pengetahuan lebih baik, bagian pelayanan pelanggan mengakui kekurangannya dengan besar hati dan segera merujuk ke pihak yang lebih berkompeten. Contoh sikap tersebut adalah bagian dari kemampuan membaca dan memahami pelanggan, komunikasi persuasif, dan kemampuan membuat pelanggan merasa nyaman. Semua hal tersebut adalah soft skill.
Catatan akhir
Jika ada di antara kita yang masih bingung mengenai penting tidaknya soft skill dalam karier kita, coba refleksi diri dengan tiga pertanyaan berikut:
  1. Apakah kemampuan saya bekerja dan berkomunikasi menjadi komponen utama dalam penilaian performa kerja dan pengambilan keputusan promosi tingkatan?
  2. Apakah orang-orang yang ada dan selevel dengan posisi yang saya pegang, namun memiliki hubungan positif dan cenderung menjadi favorit perusahaan dipromosikan lebih cepat?
  3. Apakah kemampuan saya melakukan manajemen emosi dan amarah dalam pekerjaan berpengaruh terhadap penilaian performa kerja?
Jika jawaban terhadap ketiga pertanyaan di atas adalah ya, maka soft skillmemiliki peran sangat penting dalam membangun karier Anda.
Menilik kembali penyampaian di atas, menurut Service Excellence, secara umum soft skill lebih penting dibandingkan dengan hard skill dalam konteks membangun karier bisnis.
Manusia adalah makhluk sosial. Dalam lingkungan kerja, kita rutin dibenturkan kenyataan berhadapan dengan orang-orang yang memiliki posisi lebih tinggi, namun terlihat tidak begitu pandai (hard skill terbatas). Orang-orang tersebut ternyata memiliki kemampuan soft skill yang sangat mumpuni, antara lain pemahaman politik kantor, kemampuan kepemimpinan, kemampuan manajemen, dan tentu saja, kemampuan memahami serta mengerti pelanggan.
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Service Excellence edisi Oktober 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar