Rabu, 21 September 2016

Pengembangan Soft Skill, Hard Skill dan Life Skill Peserta Didik dalam Menghadapi Era Globalisasi

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Dalam memasuki abad ke-21, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar, pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai.Kedua, untuk mengantisipasi era globalasasi dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga sejalan dengan berlakunya otonomi daerah perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keragaman kebutuhan/ keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong partisipasi masyarakat.
Perubahan dalam dunia pendidikan terus bergulir, dengan kebijakan-kebijakan dari pemerintah dalam bidang pendidikan yaitu menaikkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN ,pemutakhiran kurikulum sampai diterbitkannya UU no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Semua itu merupakan upaya untuk  membamgkitkan pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Selain memiliki ilmu pengetahuan peserta didik juga harus memiliki kecakapan hidup, supaya bisa bersaing di dunia kerjadan mandiri.Dunia pendidikan kita sekarang masih terpuruk. Contohnya, perkelahian antar siswa banyak terjadi, tingginya angka ketidaklulusan sisiwa dalam UAN, anak putus sekolah,angka melek huruf dan minat baca rendah. Penyebab keterpurukan itu ada beberapa hal antara lain sumber daya manusia (guru),minimnya fasilitas, rendahnya dukungan masyarakat dan orangtua terhadap dunia pendidikan.
Keberhasilan dunia pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor di atas. Yang perlu kita ingat bahwa pendidikan atau mendidik adalah proses memanusiakan manusia, dengan segala potensi dan keterbatasannya. Dalam pembelajaran kita mengenal pembelajaran kontektual  (contextual learning) dimana pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik  bekerja dan mengalami.Dalam kegiatan pembelajaran bukan merupakan tranfer pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik, tetapi keterlibatan peserta didik dalam menghubungkan dengan dunia kehidupannya sangat tinggi. Siswa harus mengetahui makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.
Salah satu upaya penting yang dilakukan untuk membekali peserta didik dalam memecahkan masalah dalam kehidupannya adalah dengan mengembangkan soft skill dan life skill dalam proses pembelajaran. Beberapa data menunjukkan 60 persen keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup dipengaruhi oleh soft skill seperti kemampuan bekerja secara kolaborasi, berkomonikasi dengan jelas dll. Sementara kompetensi pengetahuan(kognitif) hanya berpengaruh sekitar 30 persen. Sedemikian pentingnya pengembangan soft skill / life skill dalam pendidikan umumnya dan pembelajaran khususnya.
B.      TUJUAN PEMBAHASAN
Adapun tujuan pembahasan permasalahan di atas adalah untuk mengetahui:
1.      Apa soft skill ,hard skill dan life skill
2.      Hubungan soft skill ,hard skill dan life skill dengan kurikulum
3.      Pentingnya pengembangan soft skill,hard skill dan life skill bagi peserta didik
4.      Strategi pengembangan soft skill dan life skill dalam pembelajaran
C.     MANFAAT PEMBAHASAN
Manfaat pembahasan ini adalah untuk menambah wawasan para pembaca umumnya dan pendidik atau guru khususnya, bahwa mengembangkan soft skill dan life skill dalam pembelajaran itu sangat penting bagi peserta didik agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, bermoral baik dan  dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupannya secara mandiri.
Manfaat bagi peserta didik adalah mereka terlatih untuk mengembangkan soft skill dan life skillnya sehingga mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, berkomonikasi, bekerjasama, tanggungjawab dll. Sehingga peserta didik juga mempunyai  kecakapan hidup yang dapat digunakan dalam dunia kerja dan hidup bermasyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     APA SOFT SKILL, HARD SKILL,DAN LIFE SKILL ?
Dalam konteks pembelajaran dikenal ada beragam jenis ketrapilan dalam kurikulum yang disebut hard skills, soft skills, dan life skills. Hard skill antara lain berbentuk ilmu pengetahuan umum, khusus, teknologi, dan model rancangan. Sementara soft skills antara lain berupa ketrampilan yang menyangkut komonikasi, kerjasama, kreatifitas, prakarsa, dan ketrampilan emosional. Sedangkan science skills meliputi keahlian dalam berfikir ilmiah dan ketrampilan dalam proses sebagai unsur pokok yang dibutuhkan dalam penelitian ilmiah. Bagaimana dengan life skills? Life skills merupakan kemapuan yang dapat dipelajari untuk mengerjakan sesuatu dengan baik. LS adalah kemampuan dimana para individu dapat belejar untuk menolong diri mereka sendiri untuk mencapai produktivitas dan kesejahteraannya(Wikiepedia,2009).
Istilah soft skills adalah istilah sosiologis yang berkaitan  dengan EQ (Emotional Intelegence Quotient), kumpulan karakter kepribadian, rahmat sosial,  komunikasi,bahasa,kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimisme yang menjadi ciri hubungan dengan orang lain. Soft melengkapi ketrampilam ketrampilan keras / hard(bagian dari seseorang IQ), yang merupakan persyaratan pekerjaan dan banyak kegiatan lain.
Seseorang yang memiliki EQ ketrampilan (soft skill) merupakan bagian penting dari kontribusi masing- masing untuk keberhasilan suatu organisasi, komunitas atau dalam pergaulan.Terutama yang berhubungan dengan saling berkorelasi di dalam            tata pergaualn di sekolahnya yang face-to-face umumnya lebih berhasil kika mereka melatih siswa mereka untuk menggunakan ketrampilan ini.
Istilah soft skill mencakup sekelompok karakter kepribadian, kemampuan bahasa, kebiasaan pribadi dan,pada akhirnya nilai-nilai dan sikap.Soft skill melengkapi lebih keras, lebih teknis, ketrampilan, seperti mampu membaca atau mengetik surat itu, tetapi mereka juga memiliki dampak yang signifikan pada kemampuan orang untuk melakukan pekerjaan mereka dan mereka dipekerjakan.
Hard skills/ ketrampilan keras mewakili persyaratan minimum yang diperlukan  untuk melakukan pekerjaan dan merupakan layar pertama yang majikan gunakan untuk mengidentifikasi pelamar yang memenuhi syarat untuk posisi yang dibutuhkan. Soft skills/ ketrampilan lunak, yang saling melengkapi , ketrampilan mungkin mencakup kesediaan untuk bekerjasama, kepemimpinan, kreatvitas, komunikasi, presentasi, dan keyakinan.
Menurut Broling(1989), life skills adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki seseorang sehingga mereka dapat hiidup mandiri.
Menurut Kent Davis(2000:1), kecakapan hidup adalah manual pribadi bagi tubuh seseorang. Kecakapan ini membantu peserta didik belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya sendiri dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya.
Kecakapan hidup dibagi menjadi empat jenis yaitu, kecakapan personal mencakup kecakapan mengenal diri dan kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Kecakapan mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat, dan warga negara serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Kecakapan berpikir rasional mencakup, kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan serta kecakapan memecahkan masalah secara kreatif.
Kecakapan sosial (interpersonal skills) mencakup komonikasi dengan empati(sikap penuh pengertian dan komonikasi dua arah) dan kecakapan bekerjasama. Kecakapan akademik adalah kemampuan berpikir ilmiah. Kecakapan vokasional disebut kecakapan kejuruan artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu di masyarakat.
Menurut Satori(2002), life skills meliputi tiga ketrampilan utama yaitu :
a.       Ketrampilan dasar yaitu kerampilan berkomunikasi lisan, membaca, penguasaan dasar-dasar berhitung, ketrampilan menulis.
b.      Ketrampilan berfikir tingkat tinggi yaitu ketrampilan pemecahan masalah, ketrampilan belajar, ketrampilan berfikir kreatif dan inovatif, ketrampilan membuat keputusan.
c.       Karakter dan ketrampilan afektif yaitu tanggung jawab, sikap positif terhadap pekerjaan, jujur, hati-hati, teliti dan efisien, hubungan antar pribadi, kerjasama dan bekerja dalam tim, percaya diri danmemiliki sikappositif terhadap diri sendiri, penyesuaian diri dan fleksibel, penuh antusias dan motivasi, mampu bekerja mandiri tanpa pengawasan orang lain.
B.     HUBUNGAN SOFT SKILLS, HARD SKILL, LIFE SKILLS DENGAN KTSP
Konsep tentang soft skills sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional(emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal.
Secara garis besar soft skills bisa digolongkan ke dalam dua kategori : intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup : self awareness(self confident, self assessment, trait, dan preference, emotional awareness) dan self skill  (improvement, self control, trust, worthiness, time/ source management, proactivity, conscience). Sedangkan interpersonal skill mencakup social awareness( political awareness, devoleping others, levereging diversity, service orientation, empathy, dan social skill ( leadership, influence, communication, confict management, cooperation, team work, synergy) (daniel:1995)
Kecerdasan emosional yang diharapkan dimiliki peserta didik , dalam pelaksanaannya dapat diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran . Pada KTSP berbagai mata pelajaran diintegrasikan dalam satu tema yang dikenal dengan tematik.Selain itu peserta didik dapat mengembangkan dirinya melalui pengembangan diri yang sudah dituangkan dalam KTSP. Jadi soft skiill, hard skills, dan life skills dapat dikembangkan melalui kurikulum KTSP. Pertanyaannya adalah apakah guru sudah benar-benar memahami soft skill dan dapat melaksanakan pembelajaran yang mengintegrasikan ketiga hal tersebut.
Sotf skill, hard skill dan life skill memang harus berjalan seiring supaya peserta didik menjadi orang yang sukses. Kalau kita mendengar kisah orang yang sukses ,mereka mempunyai kiat-kiat yang mengacu pada tiga hal tersebut, misalnya kreatif dan inovatif, rendah hati, selalu bersikap positf, hidup dalam keluarga yang harmonis,fokus,mampu berkomunikasi dll.Seperti Jack welch(general electrik), Bill Gates dll
Kunci sukses didominasi oleh soft skill sedangkan hard skills merupakan faktor pelengkap , yang manakala kedaunya dioptimalkan, maka peserta didik akan menjadi pembelajar sukses, yang kelak akan sukses pula dalam kehidupannya di masa depan, yang artinya peserta didik telah dibekali untuk menghadapi segala kemingkinan baik buruk permasalahan dengan kata lain mereka memiliki life skills.
C.     PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOFT SKILLS, LIFE SKILLS BAGI PESERTA DIDIK
Berthhall (Diknas, 2008) menyatakan bahwa soft skil atau keterampilan lunak merupakan tingkah laku personal dan interpersonal yang dapat mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia (melalui pelatihan, pengembangan kerja sama tim, inisiatif, pengambilan keputusan dkk. Keterampilan lunak ini merupakan modal dasar siswa untuk berkembang secara maksimal sesuai pribadi masing-masing. Hal ini sesuai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa faktor keberhasilan siswa 70 s/d 30 persen berasal dari pengembangan soft skil, sedangkan sisanya sebesar 20 s/d 30 persen dari tingkat kecerdasan anak. Ini mengandung arti bahwa pengembangan keterampilan ini mutlak dilakukan untuk semua siswa tanpa terkecuali.
Pentingnya pengembangan soft skil dan life skills bagi peserta didik, karena banyak lulusan sekolah yang tidak mampu mengaplikasikan ilmu mereka di masyarakat. Hal ini, karena sekolah hanya berkutat pada aspek in put, proses dan out put saja. Sedangkan out come siswa tidak diperhatikan. Padahal out come siswa yang baik merupakan salah satu tolak ukur kesuksesan sekolah (Kresnayana Yahya, 2001). Agar siswa memiliki out come yang handal, maka sekolah harus mengajarkan soft skill (kompetensi untuk mengembangkan dan memaksimalkan kinerja) terhadap anak. Soft skill adalah hal yang bersifat, halus dan meliputi keterampilan psikologis, emosional dan spiritual. Menurut Kresna, soft skill merupakan hal penting selain dari ilmu pengetahuan yang dipelajari otak
Dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang tidak hanya memiliki kemahitan hard skill saja tetapi juga piawai dalam aspek soft skillnya. Dunia pendidikanpun mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian di Harvard University America Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengolah diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20%oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Adalah suatu realita bahwa pendidikan di indonesia lebih memberikan porsi yang lebih besar untuk muatan hard skill, bahkan bisa dikatakan lebih berorientasi pada pembelajaran hard skill saja. Lalu seberapa besar semestinya muatan soft skill dalam kurikulum pendidikan ?, kalau mengingat bahwa sebenarnya penentu kesuksesan seseorang itu lebih disebabkan oleh unsur soft skillnya.
Jika berkaca pada realita diatas, pendidikan soft skill tentu menjadi kebutuhan urgen dalam dunia pendidikan. Namun untuk mengubah kurikulum juga bukan hal yang mudah. Pendidik seharusnya memberikan muatan-muatan pendidikan soft skill pada proses pembelajarannya. Sayangnya, tidaksemua pendidik mampu memahami dan menerapkannya. Lalu siapa yang harus melakukannya? Pentingnya penerapan pendidikan soft skill idealnya bukan saja hanya untuk anak didik saja, tetapi juga bagi pendidik.
Agar siswa memiliki soft skill yang bail, maka perlu menerapkan cara sebagai belajar sebagai berikut. Yaitu, learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Oleh karena itu, Kresna menganjurkan agar pembelajaran tidak hanya berkutat pada teori namun aplikasi. Seharusnya, guru harus mambawa peserta didik kedunia nyata, jangan hanya teori,” itulah kenapa banyak lulusan kuliah yang menganggur gara-gara tidak bisa mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan nyata dalam masyarakat. Kebanyakan lulusan hanya berusaha mencari pekerjaan, dan menjadi PNS muaranya, apapun ditempuh meskipun harus dengan cara “nyogok”, mereka tidak mapu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya apalagi untuk orang lain. Siswa/mahasiswa yang memiliki soft skill, dia tidak hanya dapat berfikir secara kreatif (creative thinking) namun juga berfikir kritis critical thinhking). Tidak hanya itu, siswa juga akan memiliki sikap percaya diri, konsep berfikir dan ambisi untuk sukses.
Pengembangan soft skill memilik 3 tahap penting. Pertama, hard work (kerja keras). Untuk memaksimalkan suatu kerja tentu butuh upaya kerja keras dari diri sendiri maupun lingkungan. Hanya dengan kerja keras, orang akan mampu mengubah garis hidupnya sendiri. Melalui pendidikan yang terencana, terarah dan didukung pengalaman belajar, siswa akan memiliki daya tahan dan semangat hidup bekerja keras. Etos kerja keras perlu dikenalkan sejak dini di sekolah melalui berbagai kegiatan intra maupun ekstrakurikuler di sekolah. Siswa dengan tantangan ke depan yang lebih berat tentu harus mempersiapkan diri sedini mungkain melalui pelatihan melakukan kerja praktik sendiri ataupun kelompok.
Kedua,kemandirian. Ciri siswamandiri adalah responsif, percaya diri dan berinisiatif. Responsif berarti siswa tanggap terhadap persoalan diri dan lingkungan. Sebagai contoh bagaimana siswa tanggap terhadap krisis global warming dengan kampanye hijaukan sekolahku dan gerakan bersepeda tanpa motor. Menjaga kepercayaan diri seorang siswa untuk memaksimalkan potensi siswa harus sinergis dengan kerja kerasnya. Ini berarti bahwa kerja keras yang dilakukan akan memupuk rasa percaya diri anak. Kemandirian ditunjukkan juga dari inisiatif anak. Inisiatif kerja sendiri menampilkan usaha lebih maksimal dibanding dengan kerja karena dorongan orang lain, apaliagi dibarengi ide kreatif serta inovatif.
Ketiga, kerja sama tim. Keberhasilan adalah buah kebersamaan. Keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok adalah pola klasik yang masih relevan untuk menampilkan karakter ini. Pola pelatihan outbond yang sekarang marak diselenggarakan merupakan pola peniruan karakter ini.
Konsep tentang soft skill sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersinal (Howard. 1985).
Secara garis besar soft skill bisa digongkan ke dalam dua kategori : intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup :
1.      Self awareness (kesadaran diri)
§         Self confident (percaya diri)
§         Self assessment (penilaian diri)
§         Trait & preference ( berkarakter dan preferensi )
§         Emotional awareness ( kesadaran emosional )
2.      Self skill (keterampilan diri)
§         Improvement (kemajuan/perbaikan)
§         Self control (kontrol diri)
§         Trust (percaya)
§         Worthiness (bernilai)
§         Time/source management (manajemen waktu/sumber)
§         Proactivity (proaktif)
§         Conscience (hati nurani)
Sedangkan interpersonal skill mencakup :
1.    Social awareness (kesadaran sosial)
§         Political awareness (kesadaran politik)
§         Developing others (mengembangkan orang lain)
§         Leveraging diversity (pengaruh yang berbeda)
§         Service orientation ( berorientasi pada pelayanan)
§         Emphaty (empati)
2.    Social skill ( keterampilan sosial )
§         Leadership (kepemimpinan)
§         Influence ( pengaruh)
§         Communication (komunikasi)
§         Conflict management (manajemen konflik)
§         Cooperation ( kooperatif)
§         Team work
§         Synergy
D.     STRATEGI PENGEMBANGAN SOFT SKILLS, LIFE SKILLS DALAM PEMBELAJARAN
Pembelajaran soft skill yang bersifat abstrak lebih berada pada ranah efektif (olah rasa) dan psikomotor (olah laku). Kondisi ini mengakibatkan kita tidak bisa mendapatkan pelajaran soft skill dari sekolah formal. Soft skill dipelajari dalam kehidupan sosial melalui interaksi sosial. Lantas, bagaimana soft skill dapat dipelajari? Kita dapat mempelajari soft skill melalui pengamatan atas prilaku orang lain dan juga atar refleksi tindakan kita sebelumnya. Dengan kata lain, soft skill bisa kita pelajari melalui proses pengasahan soft skill kita baik dari melihat maupun melakukan sesuatu. Konsep pembelajarannya pun tidak terikat waktu dan tempat sehingga kita bisa belajar soft skill kapan dan dimana saja selama kita berinteraksi dengan orang lain.
Soft skill yang perlu diasah dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori yaitu : komunikasi lisan dan tulisan (communication skill), keterampilan berorganisasi (organizational skill), kepemimpinan (leadership), kemampuan berfikir kreatif dan logis (logic dan creative), ketahanan menghadapi tekanan (effort), kerja sama tim dan interpersonal (group skill) dan etika kerja (ethics)
Penerapan soft skill dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dalam banyak hal, salah satunya adalah dalam pekerjaan, penerapannya dalam pekerjaan terdiri dari 2 keterampilan penting yaitu keterampilan mengelola manusia dan keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan. Keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan lebih berdimensi pada multi intelegensi manusia karena untuk menyelesaikan tugas manusia harus mengkombinasikan beberapa keahliannya. Sedangkan keterampilan mengelola manusia lebih berdimensi secara psikologis, dimana seseorang harus mampu mengelola dirinya sendiri (self management) terlebih dahulu sebelum dapat mengelola manusia yang lain.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Daniel Golleman (1995) menyatakan bahwa kebanyakan CEO di dunia memiliki Emotional Intelligence yang tinggi. Kemampuan mereka dalam mengelola pekerjaan dan orang lain menjadi kombinasi unik yang luar biasa. Kemampuan emosional mereka lebih banyak mengambil peran kesuksesannya ketimbang kemampuan intelektualnya. Nah, kemampuan-kemampuan seperti mereka itu bisa didapatkan melalui pengasahan soft skill sejak dini. Konon, kabarnya George W. Bush Jr. (presiden Amerika Serikat) memiliki soft skill yang hebat sehingga walaupun nilai SAT saat masuk universitasnya hanya sebesar 150 (syarat kelulusan untuk masuk universitas di U.S sebesar 200) dan diejek sebagai anak yang bodoh namun ternyata olokan teman-temannya itu salah (Anwar.3008)
Salah satu cara mengasah soft skill pada siswa adalah melalui pembelajaran Character Building di sekolah. Pembentukan karakter menjadi sebuah jalan setapak yang dapat digunakan untuk membentuk insane yang prima sehingga diharapkan dapat memiliki soft skill yang prima pula. Pendidikan berdimensi character buiding  ini memiliki enam pilar dalam penerapannya. Keenam pilat tersebut adalah Respect, Responsibility, Fairness, Caring dan Citizenship.
Penerapan character building dalam dunia pendidikan memberikan nuansa lain dalam pendidikan karena indikator evaluasi tidak hanya berbasis pada nilai kognitif melainkan juga pada segi efektif dan bahkan juga psikomotorik siswa. Proses pembelajaran melalui character building pertama kali adalah pengenalan atas good character didalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian setelah siswa mengenal dan memahami good character tersebut maka siswa mengkorelasikannya dengan kehidupan sehari-hari baik disekolah maupun dirumah atau lingkungan diluar sekolah. Proses pembentukan karakter yang secara perlahan tersebut tidak langsung dapar memberikan stimulus kepada pengasahan soft skill siswa. Sehingga, siswa diharapkan dapat memiliki kemampuan soft skill yang prima dan berujung pada pembentukan mental individu yang stabil dalam menghadapi tantangan hidup kedepan.
Upaya pemerintah agar Sekolah berbasis keterampilannya (life skill) dinilai telah baik. Namun, hal itu harus dibarengi soft skill. Karena tanpa dibarengi soft skill (sikap mental dalam beradaptasi dengan lingkungan), life skill akan sia-sia belaka. Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Zainuddin Maliki, di Surabaya, mengatakan agar tak sisa-sia, pemerintah harus menyeimbangkan atau bahkan lebih focus pada pengembangan soft skill dari pada life skill. Ini karena, life skill merupakan kecakapan memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki untuk bertahan hidup. Sedangkan soft skill merupakan kesadaran yang membuat seseorang termitivasi dan pantang menyerah sehingga bisa menempatkan diri di tengah orang lain secara proporsional. Seseorang yang memiliki hard skill atau kecerdasan tanpa sikap mental yang berkembang mungkin saja tidak bersemangat berkarya hanya karena menghadapi tantangan. Seseorang yang tidak memiliki rasa bangga pada pekerjaannya juga tidak akan termotivasi untuk berkarya. Jadi sikap mental menentukan ketahanan mental dalam menghadapai tantangan. :untuk mengembangkan soft skill, pembelajaran yang dikembangkan di sekolah semestinya authentic learning. Siswa dihadapkan pada masalah yang nyata sehingga bisa mengatasi tantangan. Pembelajaran ini memerlukan kesadaran kepala sekolah dan guru untuk membuat strategi. Guru juga perlu memahami sikap mental dan cara mengembangkannya dalam pembelajaran. Saat ini, sebagian besar kepala sekolah mengkhawatirkan pembelajaran yang bertumpu pada proses dan konteks masalah di masyarakat ini terbentur ujian nasional yang menentukan kelulusan siswa (http:/harian.global.com)
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau keperibadian seseorang terbentuk dari hasil internalisasi sebagai kebajikan (vietues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adlah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai. Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pimpinan sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah
E.      LANDASAN PEDAGOGIS PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA
Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Udaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dati lingkungan budayanya, karena peserta didik  hidup tak terpisahkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya,
Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh ummat mannusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing).
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara indonesia uang memiliki wawasan, cara berfikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”, oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landaan yang kokoh untuk mengembangkan keseluruan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar