Rabu, 07 September 2016

BELAJAR SEPANJANG HAYAT

BELAJAR SEPANJANG HAYAT

A.      Dasar Pikiran
Seorang penulis dan peramal masa depan (futurist) , Alvin Toffler (1984), mengenali perubahan peradaban manusia ke dalam tiga gelombang revolusi. Sungguhpun biasanya revolusi diartikan sebagai perubahan yang cepat dan mendasar, masing-masing tahapan gelombang revolusi yang dimaksudkan Toffler memakan waktu ratusan tahun. Gelombang pertama, manusia berada pada era agrarian, ketika  sekitar 8000 sebelum Masehi manusia berubah dari hidup sebagai berpindah-pindah (nomaden) menjadi menetap di suatu pemukiman membuka lahan bertanian serta hidup dengan pola dan gaya baru.  Gelombang kedua, masyarakat pada era revolusi industri di Eropa dan Amerika Utara mulai sekitar abad ke-17 sampai 20 atau sekitar 300 tahun. Gelombang pertama pun mulai kehilangan momentumnya dan dan gelombang kedua mulai mulai menguasai dunia,  ditandai dengan ciri-ciri “masal” seperti produksi dan distribusi masal, konsumsi masal, pendidikan masal, media  masal (masmedia) hiburan masal, dan senjata pemusnah masal. Sejalan dengan kebutuhan industry, pada era  ini juga berkembang spesialisasi, standardisasi, dan birokrasi.  Gelombang ketiga, pasca-masyarakat industri mulai awal 1950, ketika pengetahuan menjadi andalan masyarakat dalam mengembangkan diri dan lingkungannya. Tofller menyebutnya gelombang ini masyarakat super-industri sedangkan berbagai penulis lain menyebutnya abad informasi, abad ruang angkasa, abad elektronik, desa dunia (global village), abad teknotronik, produksi berbasis pengetahuan, dan akselerasi perubahan. Toffler mengatakan, perubahan itu tidak selalu linear, tetapi dapat berubah maju, mundur dan menyamping.
Lebih lanjut dalam bukunya The Third Wave (1984), Toffler menyebutkan bahwa revolusi gelombang ke tiga berubah secara dahsyat dan dapat berakhir lebih dini. Gelombang ketiga berdampak besar pada keluarga, ekonomi, politik, dan keamanan dunia. Pada awal gelombang ini terjadi perubahan radikal seperti berkurangnya jumlah tenaga kasar di industri dan meningkatnya jumlah pekerja kantor dan jasa, meluasnya pemakaian computer, penerbangan jet komersial, penggunaan alat kontrasepsi dan pil KB, dan banyak penemuan baru lain. Berawal di Amerika Serikat dan merambah ke Inggris, Prancis, Swedia, Jerman, Uni Soviet dan Jepang, gelombang ketiga tidak dapat dibendung dan membuat gelombang kedua berangsur usang.

Toffler meramalkan, peradapan pada era ini bertentangan dengan peradaban industri lama walaupun berteknologi sangat tinggi. Gelombang ketiga membawa suatu gaya hidup yang sama sekali baru dengan menggunakan dan mengandalkan sumber daya baru yang dapat diperbaharui, cara produksi dan sistem pendidikan yang baru sama sekali. Peradaban baru menetapkan kode tingkah laku baru dan membawa masyarakat ke luar standardisasi, sinkronisasi, dan sentralisasi, di luar konsentrasi tenaga, uang, dan kekuasaan.

Revolusi peradaban manusia seperti yang dikemukan Toffler menunjukkan, untuk dapat bertahan hidup dan berkembang, setiap individu, keluarga, dan masyarakat dituntut tidak hanya mengenali zamannya dan menyesuaikan dirinya dengan berbagai perubahan yang terjadi, tetapi juga menjadi inisiator dan agen perubahan. Masyarakat tidak hanya menjadi konsumen perubahan tetapi menjadi sumber dan pengendali perubahan.

Sejak lahir manusia diwadahi dalam berbagai organisasi dan melakukan berbagai kegiatan di organisasi. Hampir sebagian besar manusia menghabiskan kebanyakan waktunya di lingkungan organisasi: keluarga, rukun tetangga, lembaga pendidikan, tempat bekerja, organisasi kemasyarakatan, lembaga keagamaan, organisasi profesi, dan berbagai jenis organisasi lainnya. Organisasi mempengaruhi prilaku manusia di satu segi dan manusia mempengaruhi prilaku manusia di segi lain. Manusia memanfaatkan organisasi untuk menyuarakan aspirasinya agar lebih bergaung serta dalam hal tertentu menggunakan organisasi untuk melegitimasi aspirasi dan perbuatannya. Begitu pentingnya peranan organisasi dalam kehidupan manusia sehingga perlu mempelajari dan memahami makna, tujuan, fungsi, dan perkembangan organisasi (Senge, 2006 & Marquardt, 2011).

Ilmu adminsitrasi dan manajemen juga berkembang pesat, meninggalkan teori klasik dan neo-klasik, kemudian mengembangkan aliran modern serta post modern. Akan tetapi, Peter Senge (2006), mengamati banyak organisasi bisnis multi nasional mengalami kegagalan dan akhirnya bangkrut. Teori manajemen seperti Management By Objective (MBO), Total Quality Management (TQM), Quality Assurance, Knowledge Management, dan lain-lain tidak mampu menghambat krisis dan kehancuran organisasi bisnis. Teori manajemen yang ada, menurut Senge, tidak menyentuh masalah pengelolaan organisasi secara mendasar dan tidak diterapkan secara terpadu sehingga tidak dapat mengatasi berbagai masalah organisasi yang semakin menggurita dan mengkhawatirkan. Untuk menghambat dan menghentikan prahara yang menerpa organisasi, Senge memperkenalkan The Fifth Discipline, sebagai kemampuan yang perlu dimiliki oleh setiap organisasi agar dapat belajar secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga bertahan, berkembang dan bersaing pada waktu kini dan masa yang akan datang. Dalam konteks ini, perlu dibedakan antara organisasi belajar (learning organization)   dan cara belajar organisasi (organizational learning) seperti yang dijelaskan oleh M. Easterby-Smith, L. Araujo, & Burgoyne, J. (1999)

Kemajuan cepat ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengakibatkan berbagai perubahan di industri, lapangan kerja, ekonomi, lingkungan,keamanan, dan politik. Oleh karena itu setiap organisasi perlu melakukan perubahan serta penyesuaian visi, misi, dan tujuan termasuk pendekatan, metode, dan cara mewujudkan tujuannya. Michael J. Marquard (2011) mengemukakan, organisasi yang tidak melakukan perubahan melalui belajar pada abad 21 ini, tidak akan mampu bertahan, berkembang, dan bersaing. Secara perlahan tetapi pasti organisasi yang demikian akan punah. Bagaimana organisasi itu belajar serta bagaimana membangun organisasi belajar, serta apa ciri-ciri organisasi belajar merupakan kajian sendiri khususnya bagi mereka yang akan menjadi pemimpin dalam suatu organisasi. Di Indonesia berbagai organisasi komersial dan sosial juga dihadapkan pada pilihan berubah atau tidak berubah, hidup atau mati. 

 Ternyata ada yang tidak, kurang, atau sangat berhasil seperti yang dipaparkan dan dikaji Kasali (2006).
Organisasi perlu belajar, tetapi sesungguhnya organisasi itu hanya merupakan wadah tempat lebih dari satu orang berkumpul dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang disepakati bersama. Dengan demikian, yang dimaksud dengan suatu organisasi belajar ialah apabila individu dan kelompok dalam organisasi itu belajar. Perubahan prilaku pada tingkat individu dan tingkat kelompok mengakibatkan perubahan prilaku pada tingkat organisasi. Dalam proses belajar itu, organisasi menerapkan teori belajar dan membelajarkan dengan model dan desain pembelajaran. Tidak jarang pula, organisasi menghadapi berbagai masalah dalam membelajarkan individu, kelompok, dan organisasi secara keseluruhan.  Dalam konteks pembelajaran dalam organisasi inilah, teknologi pendidikan memainkan peran yang strategis dan penting.

Eric Asbhy (1967) menyebutkan terdapat 4 tahap revolusi di bidang pendidikan. Pertama, ketika orang tua menyerahkan sebagian tanggung jawab pendidikan kepada pihak lain. Kedua, Ketika ditemukan aksara dan dipergunakan menyampaikan bahan pelajaran secara tertulis. Ketiga, bahan pelajaran menggunakan teknologi cetak. Keempat, ketika bahan pelajaran menggunakan teknologi elektronik. Setiap tahap revolusi ini ditandai dengan perubahan paradigma atas pendidikan yang mengakibatkan perubahan pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran. Reigeluth (1985} dan Belt (1997) mengidentifikasi perubahan sistem pendidikan dari era industri ke era informasi. Perubahan paradigma atas pendidkan ini berakibat pada perubahan proses belajar dan membelajarkan yang juga diterapkan dalam organisasi belajar. Bagaimana sistem pendidikan direformasi secara sestemik sehingga dapat mengikuti tuntutan zaman dan menjadikan Cina menjadi negara yang dapat menyaingi negara industri yang maju terlebih dahulu, menjadi kajian ilmiah yang memberikan pengetahuan dan pengalaman pada organisasi belajar  (Li Langing, 2005).

Manajer dibedakan dengan pemimpin (leader) dilihat dari fungsinya (B. Nanus & M.D. Stephen, 1999). Sungguhpun demikian kemampuan mengelola dan memimpin diperlukan oleh setiap orang di dalam organisasi. Semakin tinggi jabatan seseorang semakin banyak kemampuan memimpin yang ia perlukan dan terapkan walaupun dalam hal-hal tertentu dia harus menggunakan kemampuan manajerialnya. Sebaliknya, semakin rendah jabatan seseorang, semakin banyak diperlukan kemampuan manjerial daripada kemampuan memimpin. Keberhasilan organisasi belajar tidak terlepas dari kemampuan pemimpin di setiap tingkat organisasi. Sementara itu paradigma kepemimpinan pun berubah (Shelton, 1997). Untuk keberhasilan memimpin perlu diketahui hakikat, gaya/tipe kepemimpinan, serta kepemimpinan yang sesuai untuk organisasi belajar. Di samping Marquard (2011) memberikan ciri-ciri pemimpin organisasi belajar,  M.M. H. Goldsmith, M., M., H., & A.J. Ogg.. (2004) menjelaskan teori memimpin organisasi belajar. . Dengan pengetahuan yang cukup, pemimpin dapat berhasil melakukan perubahan yang berbeda.

Memimpin lembaga pendidikan menjadi organisasi belajar berbeda dengan memimpin organisasi komersial atau organisasi sosial lainnya. Kekhasan kepemimpinan organisasi belajar di lembaga pendidikan dikemukakan oleh Senge (2000) dalam berbagai kasus serta oleh W.G. Cunningham & P. A. Cordeiro (2003) dan B. Nanus & M. Fullan (2007). Pemimpin berfungsi sebagai perancang, pelayan, dan guru yang dapat menjadi model dan motivator dalam belajar. Ia memimpin dan memberdayakan segala sumber daya organisasi sehingga organisasi itu memiliki keterampilan belajar (learning skills) untuk belajar sepanjang hayat (life long learning) sebagaimana banyak dibicarakan oleh Goldsmith & Ogg(2004)  Senge (2006), Marquardt (2011)

Sebagai calon pemimpin (future leader) dan juga sebagai calon ilmuan/akademisi, mahasiswa Program S3 TP perlu (a)  mengkaji, memaham, dan mengkritisi teori yang terus menerus berkembang di bidang organisasi belajar serta kepemimpinannya; (b) mencermati dan melakukan praktek kepemimpinan dalam organisasi belajar, serta (c} menelaah dan melakukan penelitian masalah-masalah kepemimpinan dalam organisasi belajar.


Daftar Pustaka
Asbhy, E. (1972). The fourth revolution: Instructional technology in higher education. The Carnegie on higher education. Hightstown,N.J: McGraw-Hill Books.
Belt, S. (1997) Emerging vision of an information age education, diakses 22 November 2007 dari http://www.pnx.com/gator.
Cunningham, W. G. & Cordeiro, P. A. (2003). Educational leadership :A problem based approach. Boston,MA : Allyn & Bacon
Easterby-Smith, M., Araujo, L. & Burgoyne, J. (1999). Organizational learning and the learning organization, London: Sage Publication Ltd
Fullan, M. (2007). Educational leadership.SanFransisco: John Wiley & Sons, Inc.
Goldsmith, M., M., H., & Ogg., A.J. (2004). Leading organizational learning:Harnessing power of knowledge. San Fransisco:Jossey-Bass
Kasali, R. (2006). Change. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum
Li Lanqing. (2005). Education for 1.3 billion. Beijing: Pearson Education
Marquardt, M. J. (2011). Building the learning organization. New York :Nicholas Brealey Publishingl
Nanus, B. & Stephen M. D. (1999).Leaders who make a difference : Essential strategies for meeting the nonprofit challenge. San Francisco :Jossey-Bass Publishers.
Nanus, B. and Stepehen M. D. (1999).Leaders who make a difference : Essential strategies for meeting the nonprofit challenge. San Francisco :Jossey-Bass Publishers.
Reigeluth, C.M & Garfinkle, J.G. (Eds). (1994). Systemic change in education. Englewood Cliffs, N.J.: Educational Technology Publication
Senge,P. et al.(2000). Schools that learn: A fifth discipline fieldbook for educators, parents, and everyone who cares about education. New York: Doubleday
Senge, P. et al.  (2006). The fifth discipline:The art and practice of the learning organization. New York: Doubleday.
Shelton, K. (ed). (1997). A new paradigm of leadership: Visions of excellence for 21 st century organizations. Provo: Executive Excellence Publishing.
Toffler, A. (1984). The third wave. New York: Bantam Book.







[1] Catatan untuk bahan perkuliahan KOB, tgl 2 Mart 2015, PPs UNJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar