BELAJAR
SEPANJANG HAYAT
A. Dasar Pikiran
Seorang penulis dan
peramal masa depan (futurist) , Alvin
Toffler (1984), mengenali perubahan peradaban manusia ke dalam tiga gelombang
revolusi. Sungguhpun biasanya revolusi diartikan sebagai perubahan yang cepat
dan mendasar, masing-masing tahapan gelombang revolusi yang dimaksudkan Toffler
memakan waktu ratusan tahun. Gelombang pertama, manusia berada pada era
agrarian, ketika sekitar 8000 sebelum
Masehi manusia berubah dari hidup sebagai berpindah-pindah (nomaden) menjadi
menetap di suatu pemukiman membuka lahan bertanian serta hidup dengan pola dan
gaya baru. Gelombang kedua, masyarakat
pada era revolusi industri di Eropa dan Amerika Utara mulai sekitar abad ke-17
sampai 20 atau sekitar 300 tahun. Gelombang pertama pun mulai kehilangan
momentumnya dan dan gelombang kedua mulai mulai menguasai dunia, ditandai dengan ciri-ciri “masal” seperti
produksi dan distribusi masal, konsumsi masal, pendidikan masal, media masal (masmedia) hiburan masal, dan senjata
pemusnah masal. Sejalan dengan kebutuhan industry, pada era ini juga berkembang spesialisasi,
standardisasi, dan birokrasi. Gelombang
ketiga, pasca-masyarakat industri mulai awal 1950, ketika pengetahuan menjadi
andalan masyarakat dalam mengembangkan diri dan lingkungannya. Tofller
menyebutnya gelombang ini masyarakat super-industri sedangkan berbagai penulis
lain menyebutnya abad informasi, abad ruang angkasa, abad elektronik, desa dunia
(global village), abad teknotronik,
produksi berbasis pengetahuan, dan akselerasi perubahan. Toffler mengatakan,
perubahan itu tidak selalu linear, tetapi dapat berubah maju, mundur dan
menyamping.
Lebih lanjut dalam bukunya
The Third Wave (1984), Toffler
menyebutkan bahwa revolusi gelombang ke tiga berubah secara dahsyat dan dapat
berakhir lebih dini. Gelombang ketiga berdampak besar pada keluarga, ekonomi,
politik, dan keamanan dunia. Pada awal gelombang ini terjadi perubahan radikal
seperti berkurangnya jumlah tenaga kasar di industri dan meningkatnya jumlah
pekerja kantor dan jasa, meluasnya pemakaian computer, penerbangan jet
komersial, penggunaan alat kontrasepsi dan pil KB, dan banyak penemuan baru
lain. Berawal di Amerika Serikat dan merambah ke Inggris, Prancis, Swedia,
Jerman, Uni Soviet dan Jepang, gelombang ketiga tidak dapat dibendung dan
membuat gelombang kedua berangsur usang.
Toffler meramalkan,
peradapan pada era ini bertentangan dengan peradaban industri lama walaupun
berteknologi sangat tinggi. Gelombang ketiga membawa suatu gaya hidup yang sama
sekali baru dengan menggunakan dan mengandalkan sumber daya baru yang dapat
diperbaharui, cara produksi dan sistem pendidikan yang baru sama sekali.
Peradaban baru menetapkan kode tingkah laku baru dan membawa masyarakat ke luar
standardisasi, sinkronisasi, dan sentralisasi, di luar konsentrasi tenaga,
uang, dan kekuasaan.
Revolusi peradaban manusia
seperti yang dikemukan Toffler menunjukkan, untuk dapat bertahan hidup dan
berkembang, setiap individu, keluarga, dan masyarakat dituntut tidak hanya
mengenali zamannya dan menyesuaikan dirinya dengan berbagai perubahan yang
terjadi, tetapi juga menjadi inisiator dan agen perubahan. Masyarakat tidak
hanya menjadi konsumen perubahan tetapi menjadi sumber dan pengendali
perubahan.
Sejak lahir manusia
diwadahi dalam berbagai organisasi dan melakukan berbagai kegiatan di organisasi.
Hampir sebagian besar manusia menghabiskan kebanyakan waktunya di lingkungan
organisasi: keluarga, rukun tetangga, lembaga pendidikan, tempat bekerja,
organisasi kemasyarakatan, lembaga keagamaan, organisasi profesi, dan berbagai
jenis organisasi lainnya. Organisasi mempengaruhi prilaku manusia di satu segi
dan manusia mempengaruhi prilaku manusia di segi lain. Manusia memanfaatkan
organisasi untuk menyuarakan aspirasinya agar lebih bergaung serta dalam hal
tertentu menggunakan organisasi untuk melegitimasi aspirasi dan perbuatannya.
Begitu pentingnya peranan organisasi dalam kehidupan manusia sehingga perlu
mempelajari dan memahami makna, tujuan, fungsi,
dan perkembangan organisasi (Senge, 2006 & Marquardt, 2011).
Ilmu adminsitrasi dan
manajemen juga berkembang pesat, meninggalkan teori klasik dan neo-klasik,
kemudian mengembangkan aliran modern serta post modern. Akan tetapi, Peter
Senge (2006), mengamati banyak organisasi bisnis multi nasional mengalami
kegagalan dan akhirnya bangkrut. Teori manajemen seperti Management By Objective (MBO), Total Quality Management (TQM), Quality
Assurance, Knowledge Management, dan lain-lain tidak mampu menghambat
krisis dan kehancuran organisasi bisnis. Teori manajemen yang ada, menurut
Senge, tidak menyentuh masalah pengelolaan organisasi secara mendasar dan tidak
diterapkan secara terpadu sehingga tidak dapat mengatasi berbagai masalah
organisasi yang semakin menggurita dan mengkhawatirkan. Untuk menghambat dan
menghentikan prahara yang menerpa organisasi, Senge memperkenalkan The Fifth Discipline, sebagai kemampuan
yang perlu dimiliki oleh setiap organisasi agar dapat belajar secara terus
menerus dan berkesinambungan sehingga bertahan, berkembang dan bersaing pada
waktu kini dan masa yang akan datang. Dalam konteks ini, perlu dibedakan antara
organisasi belajar (learning organization) dan cara belajar organisasi (organizational learning) seperti yang
dijelaskan oleh M. Easterby-Smith,
L. Araujo, & Burgoyne, J. (1999)
Kemajuan cepat ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mengakibatkan berbagai perubahan di industri,
lapangan kerja, ekonomi, lingkungan,keamanan, dan politik. Oleh karena itu setiap
organisasi perlu melakukan perubahan serta penyesuaian visi, misi, dan tujuan
termasuk pendekatan, metode, dan cara mewujudkan tujuannya. Michael J. Marquard
(2011) mengemukakan, organisasi yang tidak melakukan perubahan melalui belajar
pada abad 21 ini, tidak akan mampu bertahan, berkembang, dan bersaing. Secara
perlahan tetapi pasti organisasi yang demikian akan punah. Bagaimana organisasi itu belajar serta bagaimana membangun organisasi
belajar, serta apa ciri-ciri organisasi belajar merupakan kajian sendiri
khususnya bagi mereka yang akan menjadi pemimpin dalam suatu organisasi. Di
Indonesia berbagai organisasi komersial dan sosial juga dihadapkan pada pilihan
berubah atau tidak berubah, hidup atau mati.
Ternyata ada yang tidak, kurang, atau sangat
berhasil seperti yang dipaparkan dan dikaji Kasali (2006).
Organisasi perlu belajar,
tetapi sesungguhnya organisasi itu hanya merupakan wadah tempat lebih dari satu
orang berkumpul dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang disepakati bersama.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan suatu organisasi belajar ialah apabila
individu dan kelompok dalam organisasi itu belajar. Perubahan prilaku pada
tingkat individu dan tingkat kelompok mengakibatkan perubahan prilaku pada
tingkat organisasi. Dalam proses belajar itu, organisasi menerapkan teori
belajar dan membelajarkan dengan model dan desain pembelajaran. Tidak jarang
pula, organisasi menghadapi berbagai masalah dalam membelajarkan individu,
kelompok, dan organisasi secara keseluruhan. Dalam konteks pembelajaran dalam organisasi
inilah, teknologi pendidikan memainkan
peran yang strategis dan penting.
Eric Asbhy (1967) menyebutkan
terdapat 4 tahap revolusi di bidang pendidikan. Pertama, ketika orang tua
menyerahkan sebagian tanggung jawab pendidikan kepada pihak lain. Kedua, Ketika
ditemukan aksara dan dipergunakan menyampaikan bahan pelajaran secara tertulis.
Ketiga, bahan pelajaran menggunakan teknologi cetak. Keempat, ketika bahan
pelajaran menggunakan teknologi elektronik. Setiap tahap revolusi ini ditandai
dengan perubahan paradigma atas pendidikan yang mengakibatkan perubahan
pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran. Reigeluth (1985} dan
Belt (1997) mengidentifikasi perubahan sistem pendidikan dari era industri ke
era informasi. Perubahan paradigma atas pendidkan ini berakibat pada perubahan
proses belajar dan membelajarkan yang juga diterapkan dalam organisasi belajar.
Bagaimana sistem pendidikan direformasi secara sestemik sehingga dapat
mengikuti tuntutan zaman dan menjadikan Cina menjadi negara yang dapat
menyaingi negara industri yang maju terlebih dahulu, menjadi kajian ilmiah yang
memberikan pengetahuan dan pengalaman pada organisasi belajar (Li Langing, 2005).
Manajer dibedakan dengan
pemimpin (leader) dilihat dari
fungsinya (B. Nanus & M.D. Stephen, 1999). Sungguhpun demikian kemampuan
mengelola dan memimpin diperlukan oleh setiap orang di dalam organisasi.
Semakin tinggi jabatan seseorang semakin banyak kemampuan memimpin yang ia
perlukan dan terapkan walaupun dalam hal-hal tertentu dia harus menggunakan
kemampuan manajerialnya. Sebaliknya, semakin rendah jabatan seseorang, semakin
banyak diperlukan kemampuan manjerial daripada kemampuan memimpin. Keberhasilan
organisasi belajar tidak terlepas dari kemampuan pemimpin di setiap tingkat
organisasi. Sementara itu paradigma kepemimpinan pun berubah (Shelton, 1997). Untuk
keberhasilan memimpin perlu diketahui hakikat,
gaya/tipe kepemimpinan, serta kepemimpinan yang sesuai untuk organisasi
belajar. Di samping Marquard (2011) memberikan ciri-ciri pemimpin
organisasi belajar, M.M. H. Goldsmith, M., M., H.,
& A.J. Ogg.. (2004) menjelaskan teori memimpin organisasi belajar. . Dengan pengetahuan
yang cukup, pemimpin dapat berhasil melakukan perubahan yang berbeda.
Memimpin lembaga
pendidikan menjadi organisasi belajar berbeda dengan memimpin organisasi
komersial atau organisasi sosial lainnya. Kekhasan kepemimpinan organisasi
belajar di lembaga pendidikan dikemukakan oleh Senge (2000) dalam berbagai
kasus serta oleh W.G. Cunningham & P. A. Cordeiro (2003) dan B. Nanus &
M. Fullan (2007). Pemimpin berfungsi sebagai perancang, pelayan, dan guru yang
dapat menjadi model dan motivator dalam belajar. Ia memimpin dan memberdayakan
segala sumber daya organisasi sehingga organisasi itu memiliki keterampilan belajar (learning
skills) untuk belajar sepanjang hayat (life
long learning) sebagaimana banyak dibicarakan oleh Goldsmith & Ogg(2004) Senge (2006), Marquardt (2011)
Sebagai calon pemimpin (future leader) dan juga sebagai calon
ilmuan/akademisi, mahasiswa Program S3 TP perlu (a) mengkaji, memaham, dan mengkritisi teori yang
terus menerus berkembang di bidang organisasi belajar serta kepemimpinannya;
(b) mencermati dan melakukan praktek kepemimpinan dalam organisasi belajar,
serta (c} menelaah dan melakukan penelitian masalah-masalah kepemimpinan dalam
organisasi belajar.
Daftar Pustaka
Asbhy, E. (1972). The fourth revolution: Instructional
technology in higher education. The
Carnegie on higher education. Hightstown,N.J: McGraw-Hill Books.
Belt, S. (1997) Emerging vision of an information age
education, diakses 22 November 2007 dari http://www.pnx.com/gator.
Cunningham, W. G. & Cordeiro, P. A. (2003). Educational leadership :A problem based approach.
Boston,MA : Allyn
& Bacon
Easterby-Smith, M., Araujo, L. &
Burgoyne, J. (1999). Organizational
learning and the learning organization, London: Sage Publication Ltd
Fullan, M. (2007). Educational leadership.SanFransisco:
John Wiley & Sons, Inc.
Goldsmith, M., M., H.,
& Ogg., A.J. (2004). Leading
organizational learning:Harnessing power of knowledge. San
Fransisco:Jossey-Bass
Kasali, R. (2006). Change. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Umum
Li Lanqing. (2005). Education for 1.3 billion. Beijing:
Pearson Education
Marquardt, M. J. (2011). Building the learning
organization. New York :Nicholas Brealey Publishingl
Nanus, B. &
Stephen M. D. (1999).Leaders who make a difference : Essential
strategies for meeting the nonprofit challenge. San Francisco
:Jossey-Bass Publishers.
Nanus, B. and
Stepehen M. D. (1999).Leaders who make a difference : Essential
strategies for meeting the nonprofit challenge. San Francisco
:Jossey-Bass Publishers.
Reigeluth, C.M &
Garfinkle, J.G. (Eds). (1994). Systemic
change in education. Englewood Cliffs, N.J.: Educational Technology Publication
Senge,P. et
al.(2000). Schools that learn: A fifth discipline fieldbook for educators, parents,
and everyone who cares about education. New York: Doubleday
Senge, P. et al. (2006). The fifth discipline:The art and practice of the
learning organization.
New York: Doubleday.
Shelton,
K. (ed). (1997). A new paradigm of leadership: Visions of excellence for 21
st century organizations. Provo:
Executive Excellence Publishing.
Toffler, A. (1984). The third wave. New York: Bantam Book.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar