Jumat, 16 September 2016

BULAN SABIT TERINDAH


“Jiwa yang tidak pernah tersenyum”, itu ciri dominan setiap sahabat yang hidupnya bermasalah. Ada yang di sini gelisah di sana resah. Di rumah bermasalah, di tempat kerja marah-marah. Pada diri sebagian orang, kegelisahan itu bahkan sudah menumpuk bertahun-tahun, berubah wajah menjadi penyakit yang bisa membunuh.

Sedih tentu saja, namun bukan berarti tidak bisa diperbaiki. Di zaman dulu, keterkaitan antara tubuh fisik (biologi) dengan tubuh halus (psikologi, spiritual) memang tidak terlalu jelas. Namun di zaman ini, dunia penelitian sudah sangat maju. Hubungan diantara kedua tubuh ini sebagian sudah terbuka terang.

Meminjam penemuan para sahabat di dunia neuro science yang membidangi otak manusia, beratnya otak sekitar 2 % dari berat tubuh fisik namun otak mengkonsumsi energi lebih dari 20 %. Ini berarti, otak terutama ketika berfikir keras mengambil banyak sekali energi yang semestinya menjadi jatah organ-organ tubuh yang lain.

Itu sebabnya mudah dimaklumi, teman-teman yang sakit ini sakit itu di kelas-kelas meditasi, terlihat jelas sekali kalau mereka terlalu banyak berfikir.  Tidak puas, tidak pernah bersyukur, banyak protes, banyak konflik adalah sebagian contoh dalam hal ini. Dan tidak mudah membuat mereka berubah dari banyak berfikir menjadi banyak mengalir.


Kebiasaan berfikir terlalu keras ini sudah demikian dalamnya mengakar pada diri mereka. Namun belum terlambat, selalu ada peluang untuk berubah agar hidup menjadi indah. Meminjam hasil temuan ahli bioteknologi tingkat dunia Profesor Kazuo Murakami dalam bukunya yang berjudul Switch, tawa dan senyuman adalah sebuah langkah penyembuhan yang sangat meyakinkan.

Di salah satu bagian bukunya, secara eksplisit Murakami menulis seperti ini: “saat kita jatuh sakit, hati yang optimis dan pikiran yang positif akan memberikan efek penyembuhan yang lebih baik daripada minum obat”. Dulunya, cerita tentang senyumah yang menyembuhkan hanya beredar di dunia spiritual. Sekarang, ia sudah menjadi temuan penelitian di laboratorium bioteknologi.

Lebih dari sekadar menyembuhkan, senyuman juga bisa merubah manusia sampai di tingkat yang sangat dalam yakni gen. Jika pandangan populer mengatakan gen bersifat tetap dan tidak bisa dirubah, Murakami menemukan gen bisa dirubah. Dan diantara sejumlah cara untuk merubah gen - dari merubah lingkungan hingga tekun berdoa - yang paling meyakinkan adalah senyuman.

Di beberapa bagian buku Switch, berkali-kali Guru besar dari Jepang ini menyebutkan kalau senyuman bisa menghidupkan saklar gen di dalam. Untuk kemudian, banyak wajah kehidupan bisa berubah. Tidak saja sakit bisa berubah menjadi sehat, lahir di lingkungan yang penuh kegagalan pun bisa dirubah menjadi keberhasilan.

Kesimpulan ini tidak saja lahir dari hasil penelitian di laboratorium, namun juga lahir dari  interaksi jarak dekat dengan sejumlah tokoh dunia seperti YM Dalai Lama sampai dengan korban kecelakaan kereta api. Intinya sederhana, kehidupan boleh bertumbuh menuju keadaan yang paling sulit sekali pun, namun teruslah tekun melatih diri untuk tersenyum.

Awalnya, tersenyum saat kehidupan sulit seperti membohongi diri sendiri. Namun begitu diteruskan, ada yang sejuk dan lembut di dalam sini. Makanya sering diulang-ulang di forum ini, senyuman tidak saja bibir yang  melengkung, tapi juga dekapan indah yang diberikan pada jiwa yang bersemayam di dalam. Kalau langit memiliki bulan sabit, manusia memiliki senyuman. Jika bulan sabit di langit hanya muncul sekali-sekali, manusia bisa berbagi senyuman setiap hari.

Penulis: Gede Prama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar