KECERDASAN EMOSI
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Pengertian
kecerdasan emosi menurut Goleman ((Kecerdasan emosional, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009:45) menyatakan:
“Kecerdasan emosi merupakan kemampuan emosi yang meliputi kemampuan untuk
mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mampu
mengendalikan impuls, memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan
berempati dan membina hubungan dengan orang lain”. Goleman membagi kecerdasan
emosi dalam lima aspek atau komponen utama yaitu :
1.
Mengenali Emosi Diri.
Mengenali
emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu
perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional,
yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri membuat kita
lebih waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila
kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan
dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi,
namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga
individu mudah menguasai emosi.
2.
Mengelola Emosi.
Mengelola
emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat
terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.
Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju
kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas
terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita. Kemampuan ini mencakup kemampuan
untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau
ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk
bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
3.
Memotivasi Diri Sendiri.
Meraih
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang
berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif,
yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
4.
Mengenali Emosi Orang Lain.
Kemampuan
untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman kemampuan
seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati
seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap
sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan orang lain sehingga seseorang lebih mampu menerima sudut pandang
orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk
mendengarkan orang lain.
5.
Membina Hubungan.
Kemampuan
dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas,
kepemimpinan dan keberhasilan antar sesama. Keterampilan dalam berkomunikasi
merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Terkadang
manusia sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami
keinginan serta kemauan orang lain.
Pendapat
Goleman ini serupa dengan dua kecerdasan yang tercantum dalam multiple
intelligence yang dikembangkan oleh Howar Gardner lewat project spectrum, yakni
interpersonal intelligence dan intrapersonal intelligence. Dalam
penelitian ini Gardner mendapatkan bahwa otak manusia memungkinkan untuk
memiliki sampai delapan jenis kecerdasan, yaitu sebagai berikut:
1.
Kecerdasan linguistik, yaitu kemampuan
dalam hal membaca, menulis dan berkomunikasi dengan kata-kata.
2.
Kecerdasan logika dan matematika, yaitu
kemampuan untuk menalar dan berhitung.
3.
Kecerdasan musical.
4.
Kecerdasan spasial dan visual.
5.
Kecerdasan kinestik atau kecerdasan fisik.
6.
Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain.
7.
Kecerdasan intrapersonal atau kecerdasan
instrospektif, yaitu kemampuan untuk memiliki wawasan, mengetahui jati diri.
Jenis kecerdasan ini memungkinkan manusia untuk mengeluarkan
informasi-informasi yang disimpan dalam pikiran bawah sadar.
8.
Kecerdasan Naturalis, yaitu kemampuan
untuk bekerja sama dan menyelaraskan diri dengan alam.
Perbedaan
antara keduanya itu terletak pada titik tekannya. Pandangan Goleman lebih
mengeksplorasi wilayah emosi manusia, sedangkan Gardner kesemua multiple
intelligence hanya berkutat pada kognitif atau rasio manusia. (Aida Husna,
“Kecerdasan Emosional (Pengertian dan Pentingnya Dalam Pendidikan”, Jurnal
Pendidikan Islami, Vol. 11 No. 1., Mei, 2002, hlm. 17).
Berdasarkan
berbagai pendapat para tentang kecerdasan emosi dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih
efektif terhadap daya kepekaan emosi yang mencakup kemampuan memotivasi diri
sendiri atau orang lain, pengendalian diri, mampu memahami perasaan orang lain
dengan efektif, dan mampu mengelola emosi yang dapat digunakan untuk membimbing
pikiran untuk mengambil keputusan yang terbaik.
2. Kecerdasan Emosi di Lingkungan Kerja
“Ketika budaya tempat kerja tidak cocok dengan kepribadian, maka
pilihannya hanya dua, yaitu: meninggalkan tempat kerja atau mencerdaskan emosi
agar dapat menerima budaya tempat kerja dengan ikhlas.”
Sudah
bahagiakah Anda di tempat kerja ?
Menjadi bahagia di tempat kerja adalah syarat utama untuk dapat meminimalkan stres dan juga untuk meningkatkan produktivitas kerja. Dan hal ini, dapat diwujudkan bila Anda
mampu meningkatkan kualitas kecerdasan emosional di tempat kerja.
Intinya adalah bahwa setiap orang di tempat kerja harus lebih
cerdas emosinya agar dirinya bisa lebih efektif dan efisien dalam memaksimalkan
kinerja seperti yang diinginkan.
Pilihan untuk meninggalkan tempat kerja bukanlah tindakan yang
bijak, sebab tempat kerja yang lain juga belum tentu bisa cocok dengan batin
Anda. Jadi,pilihan yang paling baik
adalah dengan mencerdaskan emosional Anda, sehingga apapun keadaan dan budaya
di tempat kerja, Anda pasti mampu
menyesuaikan diri, karena emosi Anda
sudah cerdas untuk hal tersebut.
Budaya kerja yang peduli kepada keseimbangan emosi kerja dan emosi
kehidupan, adalah budaya kerja yang mampu
meminimalisir penurunan kinerja. Kepedulian
dan perhatian kepemimpinan terhadap kemampuan adaptasi para karyawan dalam
lingkungan kerja, serta kemampuan mereka
untuk secara alami menjadikan diri mereka sebagai bagian dari budaya kerja, akan memicu bakat dan potensi mereka untuk
memenuhi semua harapan dan keinginan perusahaan. Dengan
demikian, para karyawan mampu mengelola
karir mereka dan mencari cara untuk memajukan diri sendiri, serta menjadikan dirinya sebagai energi yang berkontribusi untuk memenuhi keinginan pencapaian kinerja yang lebih produktif.
Bila tim manajemen dan para pemimpin mengabaikan pentingnya
kecerdasan emosional ataupun menganggap hal ini sebagai urusan pribadi karyawan,
maka perusahaan tidak akan pernah memiliki sumber daya manusia yang berkualitas
untuk mencapai kinerja yang lebih produktif.
Kepemimpinan wajib mengambil tanggung jawab penuh untuk masalah
kecerdasan emosional. Sebab, keberadaan setiap
karyawan bertujuan untuk melayani dan berkontribusi pada visi dan tujuan yang
telah direncanakan oleh kepemimpinan. Karyawan sebagai energi peningkat kinerja dan
produktivitas, haruslah disiapkan untuk selalu dalam performa terbaik, sehingga
keterlibatan mereka secara total dan sepenuh hati dapat memenuhi harapan dan
tujuan perusahaan.
Emosi karyawan yang cerdas akan menjadi aset yang sangat membantu
perusahaan dalam peningkatan kinerja, reputasi, dan kredibilitas. Karena emosi baik yang cerdas ini adalah aset,
maka secara rutin, perusahaan wajib
melatih dan menginternalisasikan nilai dan pengetahuan agar karyawan menjadi
lebih memahami cara untuk mengoptimalkan kecerdasan emosional mereka.
Bila perusahaan ingin mendapatkan sumber daya manusia yang
berkualitas tinggi; maka perusahaan haruslah merawat mereka dengan pelatihan, pencerahan, motivasi, harapan, cinta, perhatian, penghargaan, kemajuan, dan kasih sayang. Tetapi, dalam realitas, sering sekali para pemimpin menganggap sumber
daya manusia yang berkualitas itu bisa dibeli, sehingga dengan gaji yang tinggi
dan fasilitas yang mewah dianggap sudah dapat memiliki para profesional yang
hebat. Pemikiran seperti ini, pada
akhirnya akan memberikan rasa kecewa kepada hasil akhir perusahaan.
Karyawan memiliki emosi yang selalu mudah jenuh dan bosan;
karyawan juga memiliki aliran pikiran kreatif yang selalu berontak untuk keluar
dari sebuah situasi yang tidak disukai; karyawan juga setiap hari tumbuh
bersama kematangan jiwa spiritualnya; dan karyawan
juga selalu bahagia bila dirinya dihargai dan dipercaya dengan sepenuh hati. Jadi, diperlukan budaya organisasi
yang mampu menunjukkan kematangan bersama dengan semangat kebersamaan, dalam empati yang menyeimbangkan antara apa yang diperlukan oleh
pekerjaan dengan apa yang diperlukan oleh jiwa manusia.
Semakin otentik perilaku positif orang-orang di dalam perusahaan, semakin cerdas emosional mereka untuk saling merangkul dan menciptakan
landasan bersama agar dapat menumbuhkan inovasi dan peluang yang lebih baik.
Kecerdasan emosional karyawan akan menghargai dan mengalami
pengalaman kemanusiaan untuk menjadikan dirinya lebih sadar berkontribusi dan
melayani. Emosi yang cerdas akan
menjadikan seseorang sadar siapa dirinya di tempat kerja; memahami apa fungsi
dan perannya; mampu memanajemani diri sendiri dengan memanfaatkan waktu secara
berkualitas, untuk semua aspek dan
dimensi kehidupan kerja dan pribadi; mampu memotivasi diri sendiri dan menjadi
mandiri di dalam semua tindakan, serta
mampu bersikap proaktif; mampu menghargai perbedaan dan keanekaragaman dari
pola pikir, sifat, sikap, keyakinan,kepercayaan,
persepsi, dan logika berpikir; serta selalu cerdas emosi untuk mengalirkan
potensi dan bakat diri ke dalam sumber daya dan budaya perusahaan.
Orang-orang yang cerdas emosi selalu menjadi lebih bertanggung
jawab di tempat kerja. Dan juga, lebih
berintegritas terhadap segala sesuatu tentang pekerjaannya, sehingga mereka lebih mudah menyatu ke dalam tim kerja. Dampaknya, mereka menjadi energi perusahaan yang sangat bertanggung jawab, sangat mudah menjadi solid di dalam kolaborasi
dan kerja sama, dan semakin dapat
dipercaya untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang penuh tantangan.
Kecerdasan emosional pastilah akan meningkatkan kinerja dan
produktivitas individu; kecerdasan emosional pastilah akan meningkatkan
kesadaran diri untuk memperkaya kapasitas diri dengan kompetensi dan kualitas
yang tinggi; dan kecerdasan emosional pastilah akan meningkatkan sensitivitas
keberadaan diri di dalam kebersamaan kerja.
Pada akhirnya, para karyawan yang cerdas emosional akan sadar
untuk mencapai potensi penuh mereka,juga memiliki kemampuan untuk memperbaiki
dan meningkatkan kinerja dan produktivitas mereka. Dan, semua itu akan terjadi
oleh dorongan diri sendiri, dan juga dari umpan
balik yang mereka terima dengan ikhlas dan sepenuh hati.
3. Kecerdasan Emosi Dalam
Meningkatkan Pelayanan Prima
Dalam era reformasi birokrasi
sekarang ini pegawai negeri Sipil (PNS) mempunyai kedudukan yang sangat sentral karena merupakan
ujung tombak pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Banyak program-program pemerintah, provinsi maupun kabupaten/kota yang harus
dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik pendidikan,kesehatan,
kesejahteraan sosial,pembangunan infrastruktur yang semua itu dijalankan
oleh PNS.
Pegawai negeri sipil adalah unsur utama sumber
daya manusia aparatur negara yang mempunyai peranan dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan. Oleh sebab itu dibutuhkan
sosok PNS yang mampu memainkan peranan tersebut yang membutuhkan
kompetensi, motivasi, disiplin dan etos kerja yang tinggi. Oleh
karena itu seorang PNS haruslah
memiliki kecerdasan emosional (Emotional Quation/EQ) yang
tinggi sehingga perasaannya akan menjadi ikhlas dan tenang
dalam menjalankan tugasnya memberikan pelayanan terbaik
kepada masyarakat.
Dalam melakukan pelayanan masyarakat seorang PNS dituntut untuk
mempunyai kecerdasaan intelektual dan juga kecerdasan emosional yang tinggi
dengan demikian tugas utama pegawai negeri sipil sebagai abdi masyarakat
dapat dilakukan dengan baik. Semakin tinggi kecerdasan emotional seorang
PNS maka semakin besar kemungkinan berhasil dalam menangani pekerjanya.
Seorang ASN harus
memiliki kecerdasan emosional karena berbagai sikap yang perlu difahami dan
dimengerti yaitu:
1. Kemampuan untuk
mengenal dan mengendalikan diri sendiri, mencakup kemampuan untuk mengenali
perasaan dan mengapa kita merasakannya seperti itu dan pengaruh terhadap orang
lain; Sikap asertif yaitu kemampuan menyampaikan
secara jelas pikiran dan perasaan kita, membela diri dan mempertahankan pendapat; Kemandirian yaitu
kemampuanuntuk mengarahkan dan mengendalikan diri, berdiri dengan kaki sendiri. Sedangkan Penghargaan-diri yaitu kemampuan untuk mengenali kekuatan dan
kelemahan kita, dan menyenangi diri sendiri meskipun kita memiliki kelemahanj dan Aktualisasi-diri yaitu kemampuan mewujudkan potensi yang kita
miliki dan merasa senang (puas) dengan prestasi yang kita raih di tempat kerja
maupun dalam kehidupan pribadi.
2. Keterampilan bergaul yang kita
miliki yaitu kemampuan kita berinteraksi dan bergaul baik dengan
orang lain, yang mencakup Empati yaitu kemampuan untuk memahami
perasaan dan pikiran orang lain, kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang orang lain. Tanggung
jawab sosial yaitu kemampuan untuk menjadi anggota masyarakat yang
dapat bekerja sama dan yang bermanfaat bagi kelompok masyarakatnya. Hubungan antarpribadi mengacu pada kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan
hubungan yang saling menguntungkan, dan ditandai oleh saling memberi dan
menerima dan rasa kedekatan emosional.
3. Kemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan aneka
masalah yang muncul yang mencakup Uji-realitas-kemampuan untuk
melihat sesuatu sesuai dengan kenyataannya, bukan seperti yang kita inginkan
atau takuti, Sikap fleksibel-kemampuan untuk menyesuaikan perasaan,
pikiran dan tindakan kita dengan keadaan yang berubah-ubah dan Pemecahan masalah, kemampuan
untuk mendefinisikan permasalahan, kemudian bertindak untuk mencari dan
menerapkan pemecahan yang jitu dan tepat.
4. Kemampuan kita
untuk tahan menghadapi stres dan mengendalikan impuls yang mencakup ketahanan menanggung stres, kemampuan untuk tetap tenang dan
berkonsentrasi dan secara konstruktif bertahan menghadapi kejadian yang gawat
dan tetap tegar menghadapi konflik emosi dan Pengendalian impuls yaitu kemampuan untuk menahan atau
menunda keinginan untuk bertindak.
5. Optimisme yaitu kemampuan
untuk mempertahankan sikap positif yang realistis, terutama dalam menghadapi
masa-masa sulit. Kebahagiaan adalah kemampuan untuk mensyukuri kehidupan, menyukai diri sendiri dan orang
lain dan untuk bersemangat serta bergairah dalam melakukan setiap kegiatan.
6. Kemampuan mengendalikan
emosi sehingga kelemahan diri tersebut dirubah menjadi kekuatan yang sangat
besar yang dapat digunakan untuk menghadapi tantangan atau hambatan yang datang
dari luar. Dengan demikian kemampuan mengontrol diri dapat ditunjukkan dalam
pelaksanaan pekerjaan baik dalam melayani masyarakat sehingga berjalan dengan
lancar.
7. Kemampuan menyusun tujuan dalam karier (goal setting), seorang ASN akan
bekerja denghan baik apabila mengetahui tujuan yang akan diraihnya dalam karier.
Penetapan tujuan yang
prestatif apabila memasukan syarat (SMARTI) dalam tujuan
tersebut meliputi antara lain:
a. Specific (Khusus)
artinya tujuan yang dicita-citakan harus spesifik/khusus bukan masih
umum/general sehingga ukuran yang mau dicapai jelas misalnya level berapa, dimana
tempatnya dan lain-lain.
b. Measurable (terukur) artinya
tujuan yang menjadi obsesinya sudah dapat diukur oleh pegawai negeri
tersebut sesuai kemampuan, daya dan upaya dapat terukur untuk
mencapai cita-cita tersebut.
c. Achievable (dapat
dicapai) artinya tujuan tersebut terdapat dalam ruang lingkup pekerjaan
yang sedang digeluti sekarang ini, dengan demikianbersama berjalannya waktu
maka tujuan tersebut dapat diraihnya.
d. Realistic (realistis) artinya tujuan yang akan
diraihnya merupakan suatu obsesi yang nyata atau realistik bukan sesuatu angan-angan
yang tidak mungkin diraihnya, sehingga
akal sehat dapat mewujudkannya
e. Timely (adanya
batasan waktu) artinya dalam mencapai tujuan tersebut dibatasi oleh kurun waktu
sehingga adanya batasan waktu sebagai target pencapaian cita-cita tersebut.
f. Interest (menarik)
artinya tujuan yang akan dicapai tersebut adalah sesuatu yang sangat
menarik dan berarti bagi diri sendiri, sehingga dalam perjalanannya mencapai tujuan tersebut akan tetap
semangat walaupun penuh dengan cobaan dan rintangan.
Dalam memberikan pelayanan yang
berbasis kecerdasan emosi ini perlu adanya kemampuan dalam memahami pelanggan,
menggali keinginan/kebutuhan pelanggan, dan memenuhi apa yang dibutuhkan
pelanggan secara ikhlas, tidak dalam perasaan terpaksa. PNS yang memberikan
pelayanan berbasis kecerdasan emosi ini diharapkan dapat melakukannya dengan
sepenuh hati.
Sebagai PNS yang memiliki hati
nurani dituntut mampu melayani dengan bentuk pemahaman yang tinggi terhadap apa
yang dirasa dan dibutuhkan pelanggan, sekaligus mampu menjalankan prosedur
dengan sentuhan-sentuhan manusiawi (yang tidak bisa diberikan oleh teknologi),
seperti sikap antusiasme, sopan santun, senyuman, perhatian, serta menyampaikan
pujian yang tulus.
Kinerja PNS dapat dijembatani secara manusiawi melalui pelayanan
prima berbasis kecerdasan emosi ini. Pelayanan jenis ini berkaitan erat dengan
ranah netral yang menuntut PNS dapat memberikan pelayanan terbaiknya tanpa
melihat strata sosial, tidak diskriminatif, dalam suasana hati yang
bagaimanapun harus bisa menempatkan keprofesionalan kerja, pengendalian
diri/emosi, dan dapat bersikap adil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar