Senin, 05 September 2016

PELAYANAN PRIMA DAN PELAYANAN PUBLIK

PELAYANAN PRIMA DAN PELAYANAN PUBLIK

1. Pelayanan Prima
Pelayanan prima merupakan terjemahan dari “excellent service” yang secara harafiah berarti pelayanan yang sangat baik dan/atau pelayanan yang terbaik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan. Pelayanan disebut sangat baik atau terbaik atau akan menjadi prima, manakala dapat atau mampu memuaskan semua pihak yang dilayani (pelanggan). (Zainal Mukarom dan Muhibudin;148)
Tujuan pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuaskan pelanggan atau masyarakat serta memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan. Pelayanan prima dalam sektor publik didasarkan pada aksioma bahwa “pelayanan adalah pemberdayaan”. Pelayanan pada sektor bisnis berorientasi profit, sedangkan pelayanan prima pada sektor publik bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat secara sangat baik atau terbaik.
Pelayanan prima akan bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai acuan pengembangan penyusunan standar pelayanan. Penyedia layanan, pelanggan atau stakeholder dalam kegiatan pelayanan akan memiliki acuan tentang bentuk, alasan, waktu, tempat dan proses pelayanan yang seharusnya. Manfaat pelayanan prima antara lain :
a. Meningkatkan kualitas pelayanan pemeintah kepada masyarakat.
b. Acuan untuk mengembangkan penyusunan standar pelayanan.
c. Acuan untuk pelayan, pelanggan, atau stakeholders dalam kegiatan pelayanan, why, when, with whom, where, dan how pelayanan harus dilakukan.
Sederhananya, pelayanan prima (excellent service) adalah pelayanan yang memenuhi standar kualitas yang sesuai dengan harapan dan kepuasan pelanggan. Sehingga dalam pelayanan prima terdapat dua elemen penting yang saling berkaitan yaitu pelayanan dan kualitas. Kedua elemen tersebut penting untuk diperhatikan oleh tenaga pelayanan. Kualitas pelayanan sendiri memiliki beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Namun dari beberapa definisi yang dikemukakan, terdapat beberapa kesamaan, yakni:
a. Kualitas merupakan usaha untuk memenuhi harapan pelanggan.
b. Kualitas merupakan kondisi mutu yang setiap saat mengalami perubahan.
c. Kualitas mencakup proses, produk, barang, jasa, manusia, dan lingkungan.
d. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan proses, produk, barang, jasa, manusia, dan lingkungan, yang memenuhi harapan
Kemajuan yang dicapai oleh suatu negara tercermin dari standar pelayanan yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya.  Negara-negara yang tergolong miskin pada umumnya kualitas pelayanan yang diberikan di bawah standar minimal. Pada negara-negara berkembang kualitas pelayanan telah memenuhi standar minimal.  Pada negara-negara maju kualitas pelayanan terhadap rakyatnya di atas standar minimal. 
Peningkatan kualitas untuk meningkatkan pelayanan yang ada ditekankan pada aspek berikut:
1. Struktural. Perbaikan struktural organisasi atau perusahaan harus dilakukan dari tingkat manajemen puncak hingga manajemen yang lebih rendah. 
2. Operasional. Suatu perusahaan penjualan akan dapat mewujudkan kebutuhan pelanggan apabila peningkatan operasional dilaksanakan artinya secara langsung kualitas pelayanan juga dilaksanakan. 
3. Visi.  Suatu organisasi atau perusahaan harus mengetahui arah organisasi dengan cara mengidentifikasi tentang apa yang harus dilakukan siapa yang akan melaksanakan. 
4. Strategi pelayanan. Merupakan cara yang ditentukan perusahaan dalam meningkatkan pelayanan sehingga visi dapat terwujud, Strategi pelayanan tersebut harus memperhatikan: perilaku pelanggan, harapan pelanggan,  image pelanggan,  loyalitas pelanggan,  dan alternatif-alternatif pelanggan. 
Vincent Gespersz (1994) menyatakan bahwa peningkatan kualitas pelayanan meliputi dimensi-dimensi sebagai berikut:
1. Ketepatan waktu pelayanan berkaitan dengan waktu tunggu dan proses. 
2. Akurasi atau ketepatan pelayanan. 
3. Kesopanan dan keramahan pelaku bisnis. 
4. Tanggung jawab dalam penanganan keluhan pelanggan. 
5. Sedikit banyaknya petugas yang melayani serta fasilitas pendukung lainnya. 
6. Berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi,dan petunujuk/panduan lainnya. 
7. Berhubungan dengan kondisi lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC, alat komunikasi, dan lain-lain. 
Pada dasarnya pelayanan prima mengandung tiga aspek, yakni (1) kemampuan yang profesional,  (2) kemampuan yang teguh,  (3) sikap yang ikhlas, tulus, senang membantu, menyelesaikan kepentingan,  keluhan, memuaskan kebutuhan pelanggan dengan memberikan pelayanan yang terbaik. 
Salah satu cara dalam menciptakan dan mempertahankan hubungan yang baik dan harmonis dengan para kolega dan pelanggan adalah dengan melakukan konsep pelayanan prima berdasarkan A3 (attitude, attention, dan action). 
Banyak ahli manajemen yang mengkaji pentingnya pelayanan prima terhadap pelanggan seperti Deming, Stephen Usela,  Collier,  Vincent Gaspersz,  Fandy Tjiptono,  dan lain-lain.  Mereka telah mengembangkan berbagai konsep tentang pelayanan prima,  seperti konsep VINCENT,  Siklus Deming,  TQS (Total Quality Service),  TQM (Total Quality Management),  dan lain-lain. 
Vincent Gasperasz mengembangkan suatu konsep manajemen perbaikan mutu yang disebut Vincent.  Konsep ini terdiri tujuh strategi perbaikan kualitas pelayanan. Ketujuh konsep tersebut, yaitu:
1. Visionary transformation (transformasi visi)
2. Infrastructure (kebutuhan akan sarana prasarana)
3. Need for improvement (kebutuhan untuk perbaikan)
4. Costumer focus (focus pada pelanggan)
5. Empowerment (pemberdayaan potensi)
6. New views of quality (pandangan baru tentang mutu)
7. Top management (komitmen manajemen puncak)
Dr.  W.  Edwards Deming Selama ini Deming dikenal sebagai Bapak gerakan TQM. Deming mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang, yaitu dengan memperkenalkan penggunaan teknik pemecahan masalah dan pengendalian proses statistik (SPC). Siklus Deming adalah model perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan oleh W. Edward Deming yang terdiri atas empat komponen utama secara berurutan yang dikenal dengan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act) Konsep Siklus Deming tentang peningkatan mutu pelayanan dilakukan melalui langkah-langkah berikut ini. 
1.  Tahap Plan (Perencanaan)
Artinya merencanakan sasaran (tujuan) dan proses apa yang dibutuhkan untuk menentukan hasil yang sesuai dengan spesifikasi tujuan yang ditetapkan. Plan ini harus diterjemahkan secara detil dan per sub-sistem. 
a. Perencanaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi sasaran dan proses dengan mencari tahu hal-hal apa saja yang tidak beres kemudian mencari solusi atau ide-ide untuk memecahkan masalah ini. Tahapan yang perlu diperhatikan, antara lain: mengidentifikasi pelayanan jasa, harapan, dan kepuasan pelanggan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi. Kemudian mendeskripsikan proses dari awal hingga akhir yang akan dilakukan. Memfokuskan pada peluang peningkatan mutu (pilih salah satu permasalahan yang akan diselesaikan terlebih dahulu). Identifikasikanlah akar penyebab masalah. Meletakkan sasaran dan proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi. 
b. Mengacu pada aktivitas identifikasi peluang perbaikan dan/ atau identifikasi terhadap cara-cara mencapai peningkatan dan perbaikan. 
c. Terakhir mencari dan memilih penyelesaian masalah. 
2.  Tahap Do (Pelaksanaan)
Artinya melakukan perencanaan proses yang telah ditetapkan sebelumnya. Ukuran-ukuran proses ini juga telah ditetapkan dalam tahap Plan. Dalam konsep Do ini kita harus benar-benar menghindari penundaan, semakin kita menunda pekerjaan maka waktu kita semakin terbuang dan yang pasti pekerjaan akan bertambah banyak. Implementasi proses. Dalam langkah ini, yaitu melaksanakan rencana yang telah disusun sebelumnya dan memantau proses pelaksanaan dalam skala kecil (proyek uji coba). Mengacu pada penerapan dan pelaksanaan aktivitas yang direncanakan. 
3.  Tahap Study (Analisa)
Artinya melakukan evaluasi terhadap sasaran dan prosesserta melaporkan apa saja hasilnya. Kita mengecek kembali apa yang sudah kita kerjakan, sudahkah sesuai dengan standar yang ada atau masih ada kekurangan. Memantau dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan melaporkan hasilnya. Dalam pengecekan ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu memantau dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi. Teknik yang digunakan adalah observasi dan survei. Apabila masih menemukan kelemahan-kelemahan, maka disusunlah rencana perbaikan untuk dilaksanakan selanjutnya. Jika gagal, maka cari pelaksanaan lain, namun jika berhasil, dilakukan rutinitas. Mengacu pada verifikasi apakah penerapan tersebut sesuai dengan rencana peningkatan dan perbaikan yang diinginkan. 
4.    Tahap Act (Tindak lanjut)
Artinya melakukan evaluasi total terhadap hasil sasarandan proses dan menindaklanjuti dengan perbaikan-perbaikan. Jika ternyata apa yang telah kita kerjakan masih ada yang kurang atau belum sempurna, segera melakukan action untuk memperbaikinya. Proses Act ini sangat penting artinya sebelum kita melangkah lebih jauh ke proses perbaikan selanjutnya. 
Menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Ini berarti juga meninjau seluruh langkah dan memodifikasi proses untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya.
Menindaklanjuti hasil berarti melakukan standarisasi perubahan, seperti  mempertimbangkan area mana saja yang mungkin diterapkan, merevisi proses yang sudah diperbaiki, melakukan modifikasi standar, prosedur dan kebijakan yang ada, mengkomunikasikan kepada seluruh staf, pelanggan dan suplier atas perubahan yang dilakukan apabila diperlukan, mengembangkan rencana yang jelas, dan mendokumentasikan proyek. Selain itu, juga perlu memonitor perubahan dengan melakukan pengukuran dan pengendalian proses secara teratur. 
2. Pelayanan Publik
Dalam Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dijelaskan pengertian Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. 
Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Atasan satuan kerja Penyelenggara adalah pimpinan satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik.
Organisasi penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Organisasi Penyelenggara adalah satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam Organisasi Penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.
Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Perbaikan pelayanan sektor publik merupakan kebutuhan yang mendesak sebagai kunci keberhasilan reformasi administrasi negara. Pelayanan prima bertujuan memberdayakan masyarakat, bukan memperdayakan atau membebani, sehingga akan meningkatkan kepercayaan (trust) terhadap pemerintah. Kepercayaan adalah modal bagi kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan.
Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan: 
a. Kepentingan umum. Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.
b. Kepastian hukum. Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.
c.    Kesamaan hak. Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi. 
d. Keseimbangan hak dan kewajiban. Pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan. 
e. Keprofesionalan. Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.
f.    Partisipatif. Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. 
g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif. Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil. 
h. Keterbukaan. Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.
i.    Akuntabilitas. Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
j.    Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan. Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan. 
k. Ketepatan waktu. Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.
l.    Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.
Asas pelayanan publik merupakan suatu bentuk pertanggung jawaban pelayanan publik dalam penyelanggaraan pelayanan   publik  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  
Penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. “Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan.” Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 menetapkan bahwa komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi: 
a. Dasar hukum. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan.  
b. Persyaratan. Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.  
c. Sistem, mekanisme, dan prosedur. Tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
d. Jangka waktu penyelesaian. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.  
e. Biaya/tariff. Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari Penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Penyelenggara dan masyarakat.  
f. Produk pelayanan. Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.  
g. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas. Peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.  
h. Kompetensi Pelaksana. Kemampuan yang harus dimiliki oleh Pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
i. Pengawasan internal. Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung Pelaksana.  
j. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan. Tata cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.  
k. Jumlah Pelaksana. Tersedianya Pelaksana sesuai dengan beban kerja.  
l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan. 
m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam  bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan. Kepastian memberikan rasa aman dan bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan.
n. Evaluasi kinerja Pelaksana. Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan.
Azas dan standar pelayanan tersebut diatas  merupakan  pedoman  dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh instansi pemerintah dan  juga berfungsi sebagai indikator dalam   penilaian   serta evaluasi kinerja bagi penyelenggara pelayanan publik.  Dengan adanya standar dalam kegiatan pelayanan publik  ini  diharapkan  masyarakat  bias  mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan prosesnya memuaskan dan tidak menyulitkan masyarakat. 
E.   STRATEGI   DALAM PENGEMBANGKAN PELAYANAN PRIMA
Terdapat strategi dalam mengembangkan pelayanan prima yang meliputi:
1.  Penyusunan Standar Pelayanan
Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Tolok ukur dalam Undang- Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang perlu ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.

Sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang Pelayanan Publik tersebut, maka telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. PermenPANRB tentang Pedoman Standar Pelayanan ini merupakan revisi dari PermenPANRB Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan, dan Penerapan Standar Pelayanan. 

Dalam penyusunan, penetapan, dan penerapan Standar Pelayanan dilakukan dengan memperhatikan prinsip: 
a. Sederhana. 
Standar Pelayanan yang mudah dimengerti, mudah diikuti, mudah dilaksanakan, mudah diukur, dengan prosedur yang jelas dan biaya terjangkau bagi masyarakat maupun penyelenggara.
b. Partisipatif. 
Penyusunan Standar Pelayanan dengan melibatkan masyarakat dan pihak terkait untuk membahas bersama dan mendapatkan keselarasan atas dasar komitmen atau hasil kesepakatan. 
c. Akuntabel. 
Hal-hal yang diatur dalam Standar Pelayanan harus dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan. 
d. Berkelanjutan. 
Standar Pelayanan harus terus-menerus dilakukan perbaikan sebagai upaya peningkatan kualitas dan inovasi pelayanan. 
e. Transparansi. 
Standar Pelayanan harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. 
f. Keadilan.
Standar Pelayanan harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan dapat menjangkau semua masyarakat yang berbeda status ekonomi, jarak lokasi geografis, dan perbedaan kapabilitas fisik dan mental.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penyusunan Rancangan Standar Pelayanan adalah: 
a. Identifikasi Persyaratan 
Persyaratan adalah syarat (dokumen atau barang/hal lain) yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif. Persyaratan pelayanan merupakan suatu tuntutan yang harus dipenuhi, dalam proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan ketentuan perundangundangan. Persyaratan pelayanan dapat berupa dokumen atau barang/hal lain, tergantung kebutuhan masing-masing jenis pelayanan.
Cara yang dapat dilakukan dalam mengidentifikasi persyaratan pelayanan adalah dengan melihat kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk penyelesaian proses pelayanan. Untuk mempermudah dalam proses penyusunan ini, Standar Pelayanan yang sudah ada sebelumnya dapat dijadikan rujukan. Dalam proses identifikasi persyaratan pelayanan, juga perlu diperhatikan apakah persyaratan itu harus disampaikan di awal, di akhir atau secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Proses perumusan persyaratan pelayanan ini dilakukan dengan memperhatikan dasar hukum yang ada. Proses identifikasi ini dilakukan untuk setiap jenis pelayanan. Hasil yang diharapkan dalam proses identifikasi ini adalah: 
i. Daftar persyaratan yang diperlukan dalam setiap tahapan dari masing-masing jenis pelayanan. 
ii. Waktu yang dipersyaratkan untuk penyampaian persyaratan (di awal, di akhir, atau secara bertahap).
b. Identifikasi Prosedur 
Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi penerima pelayanan. Prosedur pelayanan merupakan proses yang harus dilalui seorang pelanggan untuk mendapatkan pelayanan yang diperlukan. Disamping itu, penyelenggara pelayanan wajib memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP). Hasil yang diharapkan dari tahapan ini adalah tahapan proses pelayanan sebagai bahan penyusunan Standar Operasional Prosedur.
c. Identifikasi Waktu 
Waktu pelayanan adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan. Kemudian waktu-waktu yang diperlukan dalam setiap proses pelayanan (dari tahap awal sampai akhir) dijumlahkan untuk mengetahui keseluruhan waktu yang dibutuhkan. Proses identifikasi waktu pelayanan ini dilakukan untuk setiap jenis pelayanan. Dalam menghitung waktu, perlu betul-betul memperhatikan baik prosedur yang mengatur hubungan dengan pengguna layanan, maupun prosedur yang mengatur hubungan antar petugas. Hasil yang diharapkan dari tahapan ini adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap jenis pelayanan.
d. Identifikasi Biaya/Tarif 
Biaya adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat. Proses identifikasi biaya pelayanan juga dilakukan berdasarkan setiap tahapan dalam prosedur pelayanan. Berapa biaya yang diperlukan untuk masing-masing tahapan pelayanan. Pada proses ini juga sekaligus diidentifikasi biaya yang akan dibebankan pelanggan dan biaya yang akan dibebankan unit pengelola pelayanan. Penghitungan dua komponen biaya pelayanan ini penting dilakukan, untuk mengetahui berapa jumlah biaya yang akan dibebankan ke pelanggan, dan berapa biaya yang dibebankan kepada pengelola. Bagi unit pengelola pelayanan, identifikasi ini sangat penting untuk menjadi dasar pengajuan anggaran dan penentuan tarif. Apabila pelayanan ke pelanggan diberikan secara gratis, artinya beban biaya pelayanan secara keseluruhan ditanggung oleh pihak pengelola (pemerintah). Informasi biaya ini harus jelas besarannya, dan apabila gratis harus jelas tertulis untuk menghindari perilaku petugas yang kurang baik. Proses identifikasi ini dilakukan pada setiap jenis pelayanan. Hasil yang diharapkan pada tahapan ini adalah: 
i. Jumlah biaya yang dibebankan ke pelanggan dari setiap jenis pelayanan (untuk pelayanan yang dipungut biaya);
ii. Jumlah biaya yang dibebankan kepada unit pengelola pelayanan; dan
iii. Daftar pelayanan yang diberikan gratis kepada pelanggan (apabila terdapat jenis pelayanan yang gratis).
e. Identifikasi Produk Pelayanan
Produk pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk pelayanan dapat berupa penyediaan barang, jasa dan/atau produk administrasi yang diberikan dan diterima pengguna layanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan. Proses identifikasi produk pelayanan dapat dilakukan berdasarkan keluaran (output) yang dihasilkan dari setiap tahap pelayanan. Hasil akhir dari prosedur pelayanan inilah yang menjadi “produk” dari suatu jenis pelayanan. Proses identifikasi ini dilakukan untuk setiap jenis pelayanan. Hasil yang diharapkan dari proses identifikasi ini adalah daftar produk layanan yang dihasilkan dari setiap jenis pelayanan.
f. Penanganan Pengelolaan Pengaduan 
Organisasi penyelenggara pelayanan wajib membuat mekanisme pengelolaan pengaduan. Bentuk-bentuk pengelolaan pengaduan yang banyak digunakan antara lain: penyediaan kotak saran/kotak pengaduan, sms, portal pengaduan dalam website, dan penyediaan petugas penerima pengaduan. Untuk mempermudah penanganan pengaduan, perlu dibuatkan prosedur pengelolaan pengaduan. Dalam mekanisme pengaduan harus diinformasikan secara jelas nama petugas, nomor telepon, alamat email, dan alamat kantor yang dapat dihubungi. Selain itu perlu juga mengatur mekanisme pengaduan apabila terdapat permasalahan yang tidak dapat diselesaikan di dalam internal organisasi penyelenggara. Hal-hal lebih rinci terkait pengelolaan pengaduan ini dilakukan sebagaimana peraturan terkait yang berlaku. Hasil-hasil yang diperoleh dalam setiap proses identifikasi Standar Pelayanan tersebut, selanjutnya menjadi dasar bagi penyusunan Standar Pelayanan untuk membuat Rancangan Standar Pelayanan. Berbagai data dan informasi hasil diskusi dipilih sesuai dengan kebutuhan penyusunan Standar Pelayanan. Informasi yang dimuat dalam Standar Pelayanan adalah informasi yang terkait langsung dengan penyelenggaraan pelayanan dan yang dapat diukur.
Sebelum mempublikasikan Standar Pelayanan, Penyelenggara pelayanan publik juga diwajibkan untuk menyusun Maklumat Pelayanan. Maklumat Pelayanan merupakan pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam Standar Pelayanan. Dengan adanya Maklumat Pelayanan ini berarti unit penyelenggara pelayanan publik membuat janji untuk menepati segala apa yang ada dalam Standar Pelayanan. Dan ini memberikan kekuatan hukum bagi masyarakat apabila unit pelayanan publik tidak memberikan pelayanan sesuai dengan Standar Pelayanan yang ada.  

Standar Pelayanan merupakan suatu pernyataan mengenai kewajiban dan janji yang bisa diberikan oleh unit pelayanan publik kepada masyarakat. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Penjelasan mengenai SPM lebih lanjut bisa dilihat dalam Standar Pelayanan juga perlu memperhatikan SPM berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan SPM. Istilah SPM mengacu pada Standar Pelayanan paling minimal yang mampu diberikan daerah kepada masyarakat dalam pelayanan yang bersangkutan dengan urusan wajib daerah. Jadi SPM mencakup seluruh urusan wajib pemerintah daerah, bukan hanya dalam suatu unit pelayanan saja. Sedangkan Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan. SOP merupakan urut-urutan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam administasi perkantoran. Seluruh SKPD Pemerintah harus memiliki SOP tentang tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dan unit pelayanan publik pun akan memiliki SOP-nya sendiri yang harus dikerjakan dalam melaksanakan pekerjaan pelayanan. 
Dengan adanya Standar Pelayanan, SPM dan SOP yang telah disusun oleh seluruh lini Pemerintahan, diharapkan seluruh urusan ketatalaksanaan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat terus ditingkatkan dengan lebih baik sehingga citra pemerintah akan semakin bagus dan masyarakat akan semakin sejahtera.
2.  Penyusunan SOP
Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedur kerja  dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance. 
Standar operasional prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena SOP selain dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, juga dapat digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik di mata masyarakat berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dengan demikian SOP merupakan pedoman atau acuan untuk menilai pelaksanaan kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata hubungan kerja dalam organisasi yang bersangkutan.
3.  Pengukuran Kinerja Pelayanan
Dalam Instansi pemerintah, penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai aktivitas, kualitas, dan efisiensi pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, melakukan penyesuaian anggaran, mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik.
Kinerja atau juga disebut performance dapat didefinisikan sebagai pencapaian hasil atau the degree of accomplishment. Sementara itu, Atmosudirdjo (1997) mengatakan bahwa kinerja juga dapat berarti prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan sesuatu. Faustino (1995) memberi batasan kinerja sebagai suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya.
Penilaian terhadap kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu. Penilaian tersebut dapat juga dijadikan input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja organisasi selanjutnya. Dalam institusi pemerintah khususnya, penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, dan efisiensi pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, melakukan penyesuaian anggaran, mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik.
Lenvine (1996) mengemukakan tiga konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yakni : 
a. Responsivitas (responsiveness): menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penilaian responsivitas bersumber pada data organisasi dan masyarakat, data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi, sedangkan data masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasi demand dan kebutuhan masyarakat. 
b. Responsibilitas (responsibility): pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit atau eksplisit. Responsibilitas dapat dinilai dari analisis terhadap dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Penilaian dilakukan dengan mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi. 
c. Akuntabilitas (accountability): menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Data akuntabilitas dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti penilaian dari wakil rakyat, para pejabat politis, dan oleh masyarakat.
Penilaian kinerja aparatur pemerintah dapat dilakukan secara eksternal yaitu melalui respon kepuasan masyarakat. Pemerintah menyusun alat ukur untuk mengukur kinerja pelayanan publik secara eksternal melalui Keputusan Menpan No. 25/KEP/M.PAN/2/2004. Berdasarkan Keputusan Menpan No. 25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, terdapat 14 indikator kriteria pengukuran kinerja organisasi sebagai berikut: 
a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. 
b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya. 
c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya). 
d. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan, terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku. 
e. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. 
f. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. 
g. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. 
h. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani. 
i. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati. 
j. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan. 
k. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. 
l. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 
m. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan. 
n. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. 
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja organisasi publik dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Penilaian secara internal adalah mengetahui apakah proses pencapaian tujuan sudah sesuai dengan rencana bila dilihat dari proses dan waktu, sedangkan penilaian ke luar (eksternal) dilakukan dengan mengukur kepuasan masyarakat terhadap pelayanan organisasi.
4.  Pengelolaan Pengaduan
Dalam rangka menyelesaikan pengaduan masyarakat, pimpinan unit organisasi penyelenggara pelayanan publik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Menyusun prioritas dalam penyelesaian pengaduan. 
b. Penentuan pejabat yang menyelesaikan pengaduan. 
c. Menetapkan prosedur penyelesaian pengaduan. 
d. Membuat rekomendasi penyelesaian pengaduan. 
e. Pemantauan dan evaluasi penyelesaian pengaduan kepada pimpinan. 
f. Pelaporan proses dan hasil pengaduan kepada pimpinan. 

Pengaduan atau keluhan (complaint) adalah pernyataan ketidak-puasan, apapun bentuknya (tertulis maupun lisan) tentang pelayanan, tindakan dan/atau kekurangan tindakan yang dilakukan oleh instansi penyedia pelayanan atau para stafnya yang mempengaruhi atau dirasakan oleh para pengguna pelayanan tersebut. 

Pernyataan ketidak-puasan lebih berkenaan dengan perasaan (subyektif) bukan berdasarkan logika (apa sebab). Tidak suka, tidak menginginkan, bahkan jengkel atau marah terhadap sesuatu. Itu lebih mudah disampaikan daripada saran atau rekomendasi yang setidaknya harus lebih berbasis logika. Jauh lebih mudah bagi orang awam untuk mengeluhkan keterlambatan keberangkatan pesawat udara daripada memberi saran bagaimana caranya agar hal itu tidak lagi terjadi. Jauh lebih mudah bagi pasien dan keluarga pasien untuk mengeluhkan bahwa obat-obatan yang diberikan oleh dokter tidak manjur (tidak membawa kesembuhan) daripada memberi saran kepada para dokter tentang obat apa yang paling dapat menyembuhkan. Jauh lebih mudah bagi siswa atau orangtua/wali siswa untuk mengeluhkan biaya pendidikan yang mahal daripada memberikan saran bagaimana seharusnya penghematan dapat dilakukan agar biaya pendidikan menjadi lebih murah. Uraian di atas menjadi argumentasi mengapa ”menjaring atau bahkan meminta pengaduan/ keluhan masyarakat pengguna pelayanan” jauh lebih mudah dilakukan daripada ”meminta saran atau bahkan rekomendasi bagaimana memperbaiki pelayanan”. Setidaknya terdapat beberapa alasan mengapa pengaduan/keluhan masyarakat terhadap kinerja pelayanan menjadi lebih mudah digunakan sebagai ”pintu masuk” peningkatan kualitas pelayanan, yaitu: 
a. Para pengguna pelayanan lebih mudah menyatakan keluhan, pengaduan, atau ketidakpuasan daripada menyatakankan saran, rekomendasi atau kepuasan terhadap kinerja pelayanan.
b. Jika pengguna pelayanan dapat menyampaikan saran atau rekomendasi perbaikan, hampir dapat dipastikan sangat normatif, jauh dari praktis/ teknis sehingga tidak dapat segera diterapkan.
c. Pencarian alternatif solusi praktis dan penerapannya untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah wilayah keahlian dan sekaligus merupakan tanggungjawab para penyelenggara pelayanan itu sendiri. 

Sejalan dengan hal tersebut di atas dalam rangka memfasilitasi pihak-pihak dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik, maka harus dibuat buku panduan praktis pengelolaan pengaduan untuk peningkatan kualitas pelayanan public. Hal ini tentunya akan mendatangkan banyak manfaat terutama bagi fasilitator dalam memberikan asistensi kepada unit layanan publik ataupun bagi aparatur pemerintah dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan kepada publik.

Pengembangan pelayanan publik yang prima dapat juga dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas Pelayanan. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan  bervariasi, mulai dari definisi yang konvensional hingga yang  strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya  menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk,    seperti: performance (kinerja),  reability (keandalan),  ease of use (mudah dalam penggunaan), esthetics (estetika), dan sebagainya. Kualitas diartikan sebagai segala sesuatu  yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan   kearah perbaikan terus menerus sehingga dikenal istilah Q = MATCH (Meets Agreed Terms and Changes). Menurut the American Society of Quality Control (Purnama N, 2006:9), kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk Pelayanan menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah dittentukan atau yang bersifat laten. 

Gasperz dalam Sampara Lukman (2000: 9-11) mengemukakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok:
a.   Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan aktraktif    yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk. 
b.  Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau    kerusakan. 
Kualitas menurut Fandy Tjiptono (Harbani Pasolong, 2007:132)   adalah:
1) kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan, 2) kecocokan   pemakaian,  3) perbaikan atau penyempurnaan keberlanjutan,  4) bebas dari kerusakan, 5)  pemenuhan  kebutuhan  pelanggan semenjak awal dan setiap saat,  6) melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal, 7) sesuatu yang bisa  membahagiakan  pelanggan. 
Triguno (1997:76) mengartikan kualitas sebagai standar yang  harus seseorang kelompok organisasi mengenai kualitas sumber daya kerja, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja  atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik  internal maupun eksternal, dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan/persyaratan pelanggan/masyarakat.  
Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Kasmir (Harbani, 2007:133) bahwa pelayanan yang baik adalah kemampuan seseorang dalam memberikan pelayanan  yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan standar yang ditentukan. Menurut Feigenbaum kualitas adalah   kepuasan pelanggan sepenuhnya (full costumer satisfaction).  Suatu produk dikatakan berkualitas jika dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen terhadap suatu produk. 
Kualitas sendiri mengandung dimensi-dimensi yang menurut Parasuraman dan kawan-kawan dalam Tjiptono (1996:70) mengidentifikasi lima dimensi pokok, yaitu:
a. Bukti langsung (tangible), diantaranya fasilitas fisik,     perlengkapan,  pegawai,  dan  sarana komunikasi. 
b. Keandalan (realibility), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Pelayanan yang handal merupakan harapan pelanggan.  Hal ini berarti pelayanan tersebut tepat waktu di setiap saat, dalam aturan yang sama dan tanpa kesalahan. 
c. Daya tanggap (responsiviness), yaitu keinginan atau  harapan para staf atau pegawai untuk membantu para   pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 
d. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan staf atau  pegawai dalam memberikan pelayanan, kesopanan dan  menghormati pelanggan, serta sifat yang dapat dipercaya,  bebas dari bahaya,  resiko atau keragu-raguan. 
e. Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam melalukan  hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan. 

Adanya dimensi kualitas tersebut maka setiap instansi atau  lembaga memiliki dasar yang dipakai pedoman untuk  meningkatkan kepuasan pelanggan, sehingga dapat tercapai pelayanan yang unggul dalam memenuhi harapan atau bahkan   melebihi harapan pelanggan tersebut. 
Meningkatkan kualitas pelayanan publik terdapat banyak  faktor  yang  perlu  dipertimbangkan. Upaya tersebut  akan  memiliki  pengaruh  yang  cukup  luas terutama pada budaya organisasi secara keseluruhan. Berikut ini merupakan strategi untuk   meningkatkan kualitas pelayanan publik menurut Tjiptono (1996: 88-96),  yaitu:
1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas pelayanan/jasa. 
Setiap instansi berupaya memberikan kualitas pelayanan yang terbaik kepada pelanggannya. Oleh karena itu, langkah pertama yang perlu dilakukan  instansi  adalah melakukan riset  untuk mengidentifikasi determinan pelayanan/jasa bagi pasar sasaran. 
2. Mengelola harapan pelanggan. 
Setiap  instansi  hendaknya  tidak  berusaha-lebihkan pesan    komunikasinya kepada pelanggan agar janji yang ditawarkan pada pelanggan tidak menjadi harapan kosong bagi para pelanggan. Janji yang ditawarkan  menjadi  peluang  untuk  memenuhi  harapan pelanggan. 
3. Mengelola bukti (evidence) kualitas pelayanan.
Tentang jasa Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan lama dan  sesudah  pelayanan  atau  jasa  diberikan oleh intans, karena pelayanan/jasa merupakan kinerja instansi dan tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang layanan. 
4. Mendidik pelanggan/konsumen tentang pelayanan/jasa.  Membantu pelanggan dalam memahami suatu pelayanan/jasa  merupakan salah satu upaya menyampaikan kualitas    pelayanan atau jasa. Pelanggan yang telah terdidik nantinya akan mampu mengambil keputusan cara lebih baik. 
5. Mengembangkan budaya kualitas.
Budaya kualitas merupakan system nilai organisai yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyemprnaan kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri dari: Filosofi; Keyakinan, sikap, norma, nilai,  tradisi, prosedur, dan harapan. Agar dapat tercipta budaya kualitas yang baik, dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi. Selain itu ada pula delapan program  pokok yang saling terkait untuk membentuk budaya kualitas, yaitu; pengembangan individual, pelatihan, manajemen, perencanaan sumber daya manusia, standar kerja, pengembangan karir, survei opini,perlakuan yang adil, dan profit sharing atau pembagian laba. 
6. Menciptakan Automating Quality.
Adanya otomatisasi dapat manusia yang variabilitas kualitas pelayanan/jasa yang disebabkan kurangnya sumber  daya  yang dimilki. Meskipun demikian, sebelum memutuskan akan   melakukan otomatisasi, instansi perlu mellakukan penelitian  untuk menentukan bagian yang membutuhkan sentuhan manusia dan bagian yang memerlukan otomatisasi. Perlu dihindari adanya otomatisasi yang mencakup keseluruhan  layanan/jasa. 
7. Menindaklanjuti Pelayanan/jasa.
Menindaklanjuti pelayanan/jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek pelayanan/jasa yang perlu    ditingkatkan. Instansi perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pelanggan untuk    mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi  pelanggan  terhadap  pelayanan/jasa yang diberikan. 
8. Mengembangkan sistem informasi kualitas pelayanan/jasa. Suatu sistem yang secara sistematis mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi kualitas pelayanan/jasa dalam pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek, meliputi data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai instansi dan pelanggan. 

Strategi meningkatkan kualitas pelayanan publik merupakan salah satu agenda perubahan, yang bertitik tolak dari kenyataan buruk kondisi faktual kualitas pelayanan sebagian besar ditentukan oleh kualitas sikap dan aparatur pemerintah yang tidak terpuji, korup, dan tidak bertanggung jawab.  Konsep yang ditawarkan para ahli untuk meningkatkan kualitas pelayanan public cukup banyak. Salah satu diantara strategi tersebut yang cukup dominan, yaitu strategi Osborne dan Plastrik (2001).  Menurut Osborne dan Plastrik, peningkatan pelayanan publik di lingkungan birokrasi dapat dilakukan dengan menggunakan lima strategi, yaitu:
a. Strategi pengembangan struktur. Struktur yang dimaksud bukan hanya merujuk pada  pengertian organisasi public itu sendiri, tetapi menyangkut pengertian kelembagaan yang luas.  Konsep kelembagaan berhubungan dengan nilai, norma, aturan hukum, kode etik, dan budaya.  Sedangkan organisasi merupakan tempat orang berkumpul untuk mengorganisir dirinya. 
b. Strategi pengembangan atau penyederhanaan sistem prosedur. Sistem prosedur mengatur secara detail tahapan pelayanan, maka sistem prosedur ini yang sering menjadi sumber penyebab sistem pelayanan menjadi  berbelit-belit, kaku, tidak efisien, dan tidak efektif. 
c. Strategi pengembangan infrastruktur Menyangkut  penyediaan pelayanan agar lebih aman, nyaman, cepat, akurat, mudah dan terpercaya yang meliputi penyediaan fasilitas fisik, pengembangan model pelayanan baru, pemanfaatan teknologi informasi (telematika). 
d. Strategi pengembangan budaya atau kultur. Berkaitan dengan proses perubahan karakter dan pola pikir seorang pegawai yang didasari oleh pandangan hidup, nilai, norma, sifat, kebiasaan yang tercermin melalui perilaku dalam melayani masyarakat. 
e. Strategi pengembangan kewirausahaan. Menumbuh kembangkan jiwa kewirausahan, serta membuka ruang dan kesempatan yang dapat   dimanfaatkan untuk menggali sumber pendapatan. 
Sasaran layanan publik adalah kepuasan. Hal ini bukanlah  sesuatu yang sederhana, disebabkan untuk menciptakan sebuah kepuasan sendiri merupakan proses yang rumit, karena   kepuasan seringkali bersifat subjektif sehingga tidak dapat  diukur  dengan  pasti.  Kepuasan sebagai sasaran utama  sebuah  pelayanan mempunyai dua komponen, yaitu komponen layanan dan produk (Moenir,2000;197). Berikut ini merupakan 
penjelasan mengenai komponen layanan dan produk, yaitu:
a.   Layanan
Agar  layanan  dapat  memuaskan, maka pemberi layanan harus memenuhi empat persyaratan pokok, yaitu:
i. Tingkah laku yang sopan merupakan bentuk penghargaan atau penghormatan kepada orang lain,  dengan sopan santun orang mersa dihormati dan   dihargai sebagaimana layaknya dalam hubungan  kemanusiaan, dan dengan demikian sudah menjadi  kepuasan tersendiri bagi yang bersangkutan. 
ii.  Cara menyampaikan hendaknya memperhatikan pada   prinsip yang berlaku dengan tujuan menghindari penyampaian yang menyimpang. 
iii. Waktu penyampaian seperti pada surat-surat atau dokumen sebagai produk dan pengolahan masalah,  merupakan hal penting dalam rangkaian pelayanan. 
iv. Keramahtamahan dapat ditandai melalui; cara pembicaraan wajar, tidak dibuat-buat;  cukup jelas. Tidak menimbulkan keraguan. Disampaikan dengan hati tulus dan terbuka; gaya bahasa sopan dan benar. 
2.  Produk
Barang dapat diperoleh melalui layanan pihak lain,  misalnya transaksi jual beli antara sesorang dengan pihak penjual atau perantara.  Jasa yang dimaksud adalah suatu hasil yang tidak harus dalam  bentuk  fisik tak berdimensi, tetapi dapat dinikmati oleh panca indera dan/atau perasaan (gerak, Suara,keindahan, kenyamanan, rupa) selain ada juga   yang berbentuk fisik  yang dituju (penampilan, warna dan lainnya). Surat-surat berharga pada umumnya sebagai hasil kegiatan atau pekerjaan administrasi perkantoran. 
Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2009, batasan   pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. 
Warga negara dapat menentukan standar pelayanan publik dan kewajiban pejabat atau pelayanan publik pada warga    negara dengan kepastian pelaksanaanya. Maksudnya adalah   masyarakat atau pengguna layanan dapat mengetahui dengan pasti tugas kerja dan tanggung jawab suatu organisasi sesuai dengan bidang tugas kerjanya. Hal ini memberikan gambaran     yang jelas akan organisasi yang melaksanakan fungsi kerjanya. 
Organisasi yang memberikan pelayanan publik baik pemerintah atau swasta memiliki otonomi untuk mengelola organisasi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pengambil kebijakan. Pada penyedia yang dimiliki oleh pemerintah, seperti departemen atau dinas, maka  aturannya berupa peraturan daerah atau peraturan perundang-undangan. Sebaliknya, pada penyedia swasta memiliki mekanisme organisasi yang lebih longgar atau bebas dan   dinamis karena menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan. Hal ini dikarenakan perubahan tarif layanan dilakukan sesuai dengan analisis cost dan benefit untuk bersaing dengan penyedia lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar