KECERDASAN EMOSIONAL
Kita sering mendengar kisah seorang yang sangat
cerdas, tapi sayang hidupnya tidak pernah mengecap kesuksesan sama sekali
atau orang yang lulus cumlaude dari universitas ternama dengan IPK yang sangat
tinggi dan mempunyai banyak prestasi akademik, tapi dia hanya menjadi
buruh bangunan atau pencuci piring. Lalu apa yang menyebabkan mereka
menemui banyak kegagalan. Apakah kecerdasan saja tidak mampu mengatasi segala
hambatan kita untuk meraih tangga kesuksesan. Sebaliknya banyak orang sukses,
tapi mempunyai tingkat kecerdasan yang biasa-biasa saja dan tidak pernah
merasakan bangku kuliah. Salah satu penyebabnya adalah karena dunia
pendidikan yang mengacu dunia Barat saat ini masih sangat berorentasi
pada IQ. Dengan sistem pendidikan di sekolah yang terfokus pada
mengolah pikiran rasional dan otak kiri kita, tapi tanpa mengajarkan
bagaimana mengolah kecerdasan emosi (EQ) akan memberi dampak buruk bagi masa
depan generasi kita. Kita sering melihat banyak orang cerdas tapi
mempunyai mental yang lemah, sangat pemalas, selalu dihantui ketakutan untuk
melangkah, mudah menyerah sebelum bertanding, tidak punya daya juang tinggi,
bermoral bobrok, kurang bergaul, tidak bisa berkomunikasi dengan orang
lain atau tidak mau mendengar pendapat orang lain, arogan dan keras
kepala, dan lebih suka mencari jalan pintas.
Sebenarnya EQ ini dapat diajarkan dengan melatih aktivitas otak kanan kita yang
mengintegrasikan aktivitas non vebal dan proses pemikiran holistik termasuk
emosi yang didasarkan pada persepsi pengalaman nyata dan menghasilkan intuisi.
Penyatukan antara pikiran dan perasaan akan menimbulkan kesimbangan jiwa dan
kebahagiaan. Sebaliknya, jika salah satu dari pikiran atau perasaan yang lebih
kita tekankan, maka kita akan banyak menemui hambatan di dalam hidup kita
selanjutnya.
Menurut Peter Shepherd dalam bukunya Heart Intelligence, dia membedakan
antara dua jalan hidup manusia:
1.
Jalan Cinta dan komponennya adalah empati, kepercayaan,
kepastian, percaya diri, pemahaman, dan lain-lain.
2.
Jalan Ketakutan dan komponennya adalah kebohongan,
tidak mau memahami, tindakan kekerasan, menolak berkomunikasi, dan
lain-lain.
Kedua jalan itu menuju kedua kutub
antara kekuatan kebenaran atau kekuatan kegelapan tergantung cara kita
bertindak melalui cinta atau ketakutan. Dengan jalan ini, kita bisa melatih
kecerdasan emosi kita untuk lebih mempraktekannya dalam kehidupan kita
sehari-hari. Dalam dunia bisnis, faktor ini sangat penting untuk melatih
EQ karena hal tersebut dapat menimbulkan kerjasama antara pegawai, kreativitas
dan keterbukaan, memahami sudut pandang yang lain, kemampuan menggunakan empati
dalam negosiasi, kualitas kepemimpinan dan komunikasi. Sayang sampai saat ini
EQ tidak pernah diajarkan di sekolahan, tapi hanya bisa kita dapatkan
dari pengalaman hidup kita sehari-hari.
Konsep EQ ini bermula dari konsep “kecerdasan sosial†yang pertama kali
diungkapkan oleh E.L. Thorndike di tahun 1920. Biasanya psikolog membagi
kecerdasan yang lain dalam tiga kelompok:
1.
Kecerdasan Abstrak. (Kemampuan untuk memahami dan
memanipulasi dengan simbol verbal dan matematis)
2.
Kecerdasan Konkret (Kemampuan memahami dan memanipulasi
dengan objek)
3.
Kecerdasan Sosial (Kemampuan untuk memahami dan
berhubungan dengan orang)
Thorndike mendefinsikan kecerdasan
sosial sebagai kemampuan memahami dan mengatur lelaki dan perempuan, anak
lelaki atau anak perempuan, untuk bertindak secara bijak. Gardner memasukan kecerdasan interpersonal
dan intrapersonal dalam teori kecerdasan. Kedua kecerdasan itu dimasukan
dalam kecerdasan sosial. Dia mendefinisikannya sebagai berikut:
1.
Kecerdasan Interpersonal adalah kemampuan untuk
memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana bekerja secara
kooperatif dengan mereka. Politikus, guru, salesman, dokter, dan pemimpin
religius yang sukses adalah seseorang yang mempunyai kecerdasan interpersonal
yang tinggi.
2.
Kecerdasan Intrapersonal adalah kemampuan untuk
memahami diri sendiri. Inilah kapasitas untuk membentuk model diri sendiri yang
akurat dan sebenarnya dan mampu menggunakan model tersebut untuk
dijalankan secara efektif dalam kehidupan.
Kecerdasan emosi atau EQ meliputi kecerdasan sosial dan menekankan pada
pengaruh emosi pada kemampuan melihat situasi secara objektif dan memahami diri
sendiri dan orang lain. Inilah kemampuan untuk merasakan, memahami, dan secara
efektif menggunakan kekuatan emosi, disalurkan sebagai sumber energi,
kreativitas, dan pengaruh dalam kehidupan kita sehari-hari, di tempat kerja
atau dalam berhubungan dengan orang lain. Emosi sendiri adalah sumber energi
dari manusia, aspirasi dan dorongan, membangkitkan perasaan terdalam dan tujuan
hidup, dan mentransformasikannya dari apa yang kita pikirkan menuju menghargai
hidup kita. Sesungguhnya kesuksesan kita dalam hidup bukan hanya
disebabkan oleh kecerdasan tapi ada kualitas-kualitas yang lainnya
seperti kepercayaan, integritas, otensitas, kreativitas, kejujuran, dan
keuletan juga sangat penting. Kecerdasan yang lain inilah yang disebut dengan
kecerdasan emosi .
Dulu saat orang sangat menganggung-agungkan IQ sebagai faktor utama kesuksesan
seeorang, tapi Daniel Goleman menolak argumen ini berdasarkan penelitiannya
pada otak dan perilaku manusia. Dalam bukunya “Emotional Intellegenceâ€,
Goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosi (EQ) menjadi indikator paling
kuat dalam kesuksesan seseorang. Dia mendefinsikan kecerdasan emosi
berdasarkan kesadaran diri, atruisme, motivasi pribadi, empati, dan kemampuan
untuk mencintai dan dicintai oleh teman-teman, patner, dan anggota
keluarga. Orang yang memiliki kecerdasan emosi adalah orang yang
sesungguhnya sukses dalam tempat kerja, karir yang panjang, dan hubungan
sosial. Sesungguhnya EQ bukan bawaan sejak lahir yang tidak bisa diubah-ubah,
tetapi sesuatu yang bisa dipelajari dan dikembangkan melalui hubungan kita
dengan orang lain. Kecerdasan emosi memainkan peran integral dalam
mendefiniskan karakter dan menentukan nasib seseorang atau kelompok. Untuk
mendapatkan kekuatan emosi secara cerdas, kita harus mempunyai lima strategi, yaitu :
1.
Kecerdasan Diri:
Mengamati
emosi sebagai mana apa adanya, mewujudkan ide-ide sebelumnya dan konsep-konsep
yang mendasari respon emosional, menjadi terbuka pada pengetahuan intuitif,
kejujuran emosi-sebuah perasaan integritas dan otentitas yang terbangun.
2.
Kedewasaan Emosi.
Menghadapi
ketakutan dan kegelisahan, kemarahan, kesedihan dan ketidakpuasan dan
mengekspresikan energi itu secara konstruktif, mampu menahannya secara spontan.
3.
Motivasi Diri
Menyalurkan
energi emosi untuk mencapai tujuan tertentu, keterbukaan pada ide-ide baru,
kemampuan untuk menemukan solusi dan membuat keputusan yang tepat, keuletan
yang penuh optimisme berdasarkan kompetensi, perasaan bertanggungjawab dan
kekuatan pribadi untuk mengerjakan sesuatu menurut apa yang dibutuhkan dan
diinginkan.
4.
Pemahaman atas Empati
Sensivitas
kepada perasaan dan perhatian orang lain dan kemauan untuk menghargai pandangan
mereka, menghormati perbedaan dalam apa yang dirasakan seseorang, kapasitas
untuk mempercayai dan dipercayai, untuk memaafkan dan dimaafkan.
5.
Kualitas Komunikasi
Mengatur
emosi melalui komunikasi berdasarkan empati dan pemahaman, utuk
membanguan perasaan saling percaya, skill sosial, termasuk mengatasi
ketidaksepakatan secara konstruktif, dan kemampuan untuk menciptakan dan
mempertahankan persahabatan, dan kepemimpinan yang efektif.
Kecerdasan emosi ini ditunjukan dengan toleransi, empati dan kasih sayang
kepada orang lain, kemampuan untuk memverbalkan perasaan secara akurat dan
penuh integritas, dan dapat mengatasi kesedihan emosional. Inilah alasan
mengapa EQ jauh lebih penting daripada IQ untuk meraih kesuksesan dan
kebahagiaan. Mungkin anda dapat sukses dalam tes dan ujian akademis, tapi
bagaimana cara anda mengatasi kekecewaan, kemarahan, kecemburuan, dan
ketakutan, masalah komunikasi, dan hubungan dengan orang lain yang selalu naik
turun? Orang yang mempunyai kecerdasan emosi akan jauh lebih percaya diri dan
lebih bisa memahami orang lain dengan penuh empati. Dia akan mempunyai
kematangan emosional dimana banyak orang dewasa gagal mencapainya dan
masih bertingkah laku seperti anak kecil saat menghadapi banyak cobaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar